Mantap Untuk Bercerai.

Menjadi bahan gosip karena tanpa di dampingi oleh suami, baptisan anak adalah satu sakramen kudus dalam gereja katolik.

Menyerahkan sepenuhnya menjadi anak Allah, dan sebagai orang tua akan berjanji untuk mengajari si anak agar menjadi anak-anak Tuhan.

Sebagai keturunan suku batak, ada acara adat setelah selesai membaptis anak di gereja.

Nama adatnya maresek-esek, dan acara adat inilah merupakan adat pertama untuk anak.

Saat acara adat maresek-esek, anakku dan kami kedua orangtuanya akan di upa-upa, dalam bahasa Indonesia di doakan.

Di do'akan oleh pihak keluarga ku dan terlebih-lebih dari keluarga suami.

Selanjutnya acara demi acara, dan biasanya itu di atur di pemangku adat dan pada akhirnya makan bersama.

Tapi itu tidak terlaksana, karena sudah malu. melaksanakan adat pertama untuk anak tanpa di dampingi suami, padahal suami masih hidup dan itu merupakan aib yang sangat memalukan.

Jika seandainya aku sudah janda karena ditinggal mati, itu jauh lebih baik dan bisa melaksanakan acara adatnya karena bisa mencari ayah pengganti dari marga anakku.**

Jam sembilan pagi dan semua pekerjaan sudah selesai, lalu aku duduk santai di depan rumah untuk menunggu kedatangan Markus.

"Mak Lasma, kemarin itu mamak melihat mu menangis saat memberi ASI sama Lasma.

kenapa?"

"Aku mau cerai dari Tiopan, dan kita nanti akan pergi dari rumah ini setelah mendapatkan akta perceraian dari pengadilan."

Mamak langsung menangis dan kemudian duduk disamping ku.

"Nanti aja kita bahas ya mak, karena bentar lagi akan datang pengacara yang akan membantu mengurus perceraian kami."

Mamak menghapus air matanya dan beranjak dari tempatnya duduknya, karena mamak mau menyiapkan minuman buat tamu nanti.

Tidak berapa lama kemudian, Markus sudah tiba di rumah ini dan langsung aku persilahkan untuk masuk.

Mamak sudah menyajikan kopi dan juga ubi jalar rebus, sementara Markus mempersiapkan berkas-berkas yang hendak aku tandatangani.

"Baca dulu ya kak, kalau ada yang ngak dimengerti, langsung tanya aja."

Dengan ramahnya Markus bicara dan mintak ijin untuk minum kopi dan juga menyantap ubi jalar rebus di sajikan oleh mamak.

"Loh kok langsung di tandatangani aja? emangnya kakak ngak memikirkan lebih lanjut atau berunding dulu dengan keluarga."

"Ngak pak Markus."

"Ngak usah panggil pak, karena tentunya aku lebih muda dari kakak.

Kak Sere seumuran dengan kakak ku, namanya kak Intan, punya permasalahan yang sama seperti kakak.

Suami kak Intan juga kerja di catatan sipil, dan demikian juga dengan tetangganya. saat ini juga kakak mintak cerai dari suaminya, dan rekan ku yang menanganinya.

kak Intan dan tetangganya berhasil membuang palang rumah mereka, dan segera menjual rumah itu lalu pindah ke medan nantinya.

katanya sih mau buka usaha, dan semoga berhasil kelak nantinya.

entah kenapa ya laki-laki di kota ini, begitu nurut sama mamaknya dan pada akhirnya mengacaukan rumah tangga anaknya.

mentang-mentang kak Intan hanya tamatan SMA, lantas ibu mertuanya sesukanya untuk memperbudak kakak ku?

ngak bisa di biarkan, karena kak Intan begitu berharga bagiku."

"Kok sama ya."

Markus tersenyum dan senyuman itu bukan karena bahagia tapi karena merasa iba.

"Apa kak Sere ngak meminta harta gono-gini?"

"Ngak, karena memang ngak ada yang mau di mintak. bahkan putriku ini tidak di harapkan oleh bapaknya."

Markus tersenyum lagi dan aku tau bahwa senyuman itu adalah palsu dan terlihat dia begitu menikmati ubi rebus jalar itu.

"Markus belum sarapan? di dapur masih ada lauk dan ikan?"

"Aku itu lagi diet kak, makan ubi sebagai pengganti nasi karena lebih rendah gula gula nya, kopi ini juga pas."

Jawab Markus dan kemudian menghabiskan kopinya, lalu pamit pulang untuk mendaftarkan permohonan perceraian kami.

"Mak Lasma, kita kebelakang yuk."

Pinta mamak dan kemudian mengunci pintu rumah dan kami berjalan ke arah belakang rumah.

Sesampainya di belakang rumah dan kami duduk santai.

"Setelah cerai nanti, kamu mau kemana mak Lasma?"

Mamak bertanya demikian sambil duduk disamping ku dan mengayunkan Lasma. seketika aku memeluknya dan tanpa terasa air mata ini mengalir begitu deras di pipiku.

Mamak memintaku untuk duduk kembali, dan memberiku minum.

"Dulu ada kakak kelas ku dan dia yang mengajakku ke Taiwan mak.

dia yang mengajari ku untuk berinvestasi, dan ketika harus memperpanjang visa dan aku pulang ke medan dan membeli tanah yang sudah bersertifikat hak milik.

Lebar tanah tiga puluh meter dan panjangnya dua ratus meter, sudah aku tembok keliling. saat ini sedang di sewa orang dengan perjanjian, dan digunakannya untuk lahan pertanian.

lokasi dekat dengan universitas sumatera Utara, dan dekat ke pusat perbelanjaan.

Sebagian lahan itu sudah aku bangun kos-kosan dan saat ini sudah mencapai sepuluh kamar.

Bulan depan deposito ku akan cair dan lanjut untuk membangunkan rumah dan juga beberapa kamar lagi.

aku mau mamak juga ikut dengan ku ke medan, aku mau hidup bersama mamak sampai akhir."

"Kamu masih sempat menabung?"

Tanya mamak dan aku tersenyum, kemudian memeluk mama lagi dan kami sama-sama menangis.

"James pernah menelpon ku, lalu menasehati ku untuk menabung untuk diri sendiri.

Karena percuma mengirim uang ke kampung dan itu hanya sebagai modal judi bapak, dan Renhat tidak pernah kuliah dan hanya mengaku sedang kuliah.

Sementara uang yang aku kirim adalah bonus harian, sementara pendapatan lainnya aku tabung mak.

mamak bersedia kan ikut samaku?"

"Kalau ngak tinggal sama mu, lantas mamak mau kemana?

rumah dan semuanya sudah habis terjual, untuk membayar hutang judi bapak mu.

maafkan mamak ya, karena mamak sudah berbohong sama kamu."

"Baguslah kalau mamak ikut bersama ku, mungkin dengan kebohongan mamak dan jalan untuk menyelamatkan mamak.

karena pastinya bapak pada akhirnya akan menjual rumah dan lainnya, lalu mamak akan gelandang."

Setelah memberikan pengertian kepada mamak dan kami kembali bekerja.

"Mak.....

nanti tolong carikan orang yang mau membeli semua ternak kita ya.

rencananya di medan nanti, mau buka toko kosmetik. lumayan uang penjualan ternak kita ini sebagai modal kita nantinya."

"Emangnya kalian mau kemana?"

Aku dan mamak kaget melihat kedatangan pak Bima bersama istrinya kebelakang ini, karena memang dari belakang rumah mereka bisa langsung kemari.

Mau tidak mau aku harus menceritakan semuanya pada mereka berdua, dan seketika terlihat mak Bima menangis mendengar curhatan ku.

Tanpa ragu pak Bima dan istrinya mendukung ku dan berharap kedepannya aku lebih bahagia.

"Kami berdua datang kemari untuk membeli babi sebanyak mungkin, karena adikku yang paling kecil mau menikah.

kalau masih ada anaknya, nanti akan diambil oleh adek untuk di pelihara."

"Kasih aku satu ekor ya, aku mau juga memelihara nya."

"Ngak boleh mak Bima, apa masih kurang uang belanja yang aku berikan?"

"Lebih dari cukup bang, cuman hanya ingin memelihara aja."

"Ngak boleh, tapi kalau ayam baru bisa."

Lucu juga melihat suami istri berdebat, buat iri aja. tapi akhirnya mak Bima mengalah dan hanya memelihara ayam nantinya.

Episodes
1 Kejutan.
2 Menikah
3 Suami Yang Kecewa.
4 Keluarga Suami yang Mengenalkan.
5 Harus Dengan Kekerasan.
6 Kisah Pernikahan.
7 Mertua Yang Aneh.
8 Pak Lasma.
9 Keinginan Untuk Bercerai.
10 Mulai Bertindak.
11 Kesepakatan Untuk Bercerai.
12 Mantap Untuk Bercerai.
13 Tiopan Membawa Keluarganya.
14 Minta Rujuk.
15 Ada Yang Aneh.
16 Bercerai di Dalam Diri.
17 Jalan Terbaik.
18 Acara Adat Mak Sinta.
19 Tagihan Kartu Kredit.
20 Urusan Kartu Kredit Belum Selesai.
21 Masalah Utang Di Koperasi.
22 Pertikaian Lagi.
23 Utang Ke Rentenir.
24 Perkara Selesai.
25 Merasa Kehilangan.
26 Nasihat.
27 Serangan Balik.
28 Bermasalah.
29 Tangan Yang Ditebas.
30 Ingin Berdamai.
31 Mamaknya Tiopan Murka.
32 Mencoba Ikhlas.
33 Tiopan Menikah Lagi.
34 Bimbang.
35 Nasihat Berujung Pertikaian.
36 Nasihat Yang Terabaikan.
37 Pilihan Yang Sulit.
38 Rencana Balas Dendam.
39 Anak Yang Tamtrum.
40 Tiba di Kampung.
41 Bertemu Dengan Bapak.
42 Kisah dari Renhat.
43 Pernyataan Cinta.
44 Penyesalan Yang Menyakitkan.
45 Bapak Meninggal.
46 Menahan Emosi.
47 Berkumpul Bersama.
48 Adat Sari Matua.
49 Begini Rasanya Bahagia.
50 Perbedaan Pola Pikir.
51 Terjadilah Drama
52 Biarkan Dia Memilih.
53 Lasma Tetap Memilih Bapaknya.
54 Kabar Bahagia.
55 Cerita Tentang Lasma.
56 Wisuda dan Rencana Pernikahan.
57 Tunangan.
58 Bertemu Dengan Donna.
59 Hati yang Tidak bisa Di Bohongi.
60 Bisa Berubah.
61 Pemberkatan.
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Kejutan.
2
Menikah
3
Suami Yang Kecewa.
4
Keluarga Suami yang Mengenalkan.
5
Harus Dengan Kekerasan.
6
Kisah Pernikahan.
7
Mertua Yang Aneh.
8
Pak Lasma.
9
Keinginan Untuk Bercerai.
10
Mulai Bertindak.
11
Kesepakatan Untuk Bercerai.
12
Mantap Untuk Bercerai.
13
Tiopan Membawa Keluarganya.
14
Minta Rujuk.
15
Ada Yang Aneh.
16
Bercerai di Dalam Diri.
17
Jalan Terbaik.
18
Acara Adat Mak Sinta.
19
Tagihan Kartu Kredit.
20
Urusan Kartu Kredit Belum Selesai.
21
Masalah Utang Di Koperasi.
22
Pertikaian Lagi.
23
Utang Ke Rentenir.
24
Perkara Selesai.
25
Merasa Kehilangan.
26
Nasihat.
27
Serangan Balik.
28
Bermasalah.
29
Tangan Yang Ditebas.
30
Ingin Berdamai.
31
Mamaknya Tiopan Murka.
32
Mencoba Ikhlas.
33
Tiopan Menikah Lagi.
34
Bimbang.
35
Nasihat Berujung Pertikaian.
36
Nasihat Yang Terabaikan.
37
Pilihan Yang Sulit.
38
Rencana Balas Dendam.
39
Anak Yang Tamtrum.
40
Tiba di Kampung.
41
Bertemu Dengan Bapak.
42
Kisah dari Renhat.
43
Pernyataan Cinta.
44
Penyesalan Yang Menyakitkan.
45
Bapak Meninggal.
46
Menahan Emosi.
47
Berkumpul Bersama.
48
Adat Sari Matua.
49
Begini Rasanya Bahagia.
50
Perbedaan Pola Pikir.
51
Terjadilah Drama
52
Biarkan Dia Memilih.
53
Lasma Tetap Memilih Bapaknya.
54
Kabar Bahagia.
55
Cerita Tentang Lasma.
56
Wisuda dan Rencana Pernikahan.
57
Tunangan.
58
Bertemu Dengan Donna.
59
Hati yang Tidak bisa Di Bohongi.
60
Bisa Berubah.
61
Pemberkatan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!