Di rumah sakit
Rea menunggu di luar, tepatnya ruang tunggu. Hanya Anyelir yang hilir mudik mengisi informasi pada bagian pendaftaran.
Semula Rea memaksa temannya itu segera pergi, tetapi pihak rumah sakit melarang, sebab Marvin tidak bisa daftar seorang diri, memerlukan bantuan orang lain. Terpaksa Rea memberi waktu berharganya.
Sepuluh menit menunggu, Anyelir belum selesai mendaftarkan Marvin, hingga Rea terpaksa menyusul ke dalam, dilihatnya Marvin sudah menerima perawatan. Rea pun menggandeng tangan Anyelir, membawanya pulang.
“Selesai? Kita pulang.” Ajak Rea.
“Ayo, maaf ya tadi antre.” Anyelir mengangguk.
Keduanya pun segera pergi meninggalkan Marvin begitu saja, tanpa menunggu hasil pemeriksaan dokter selesai. Atau pamit lebih dulu.
Sedangkan Marvin, menganga tidak percaya, karena sikap Rea sangat berbeda.
Kalau dulu, wanita itu tidak bisa melihat Marvin terluka, selalu mencurahkan perhatian, ketika Marvin terlambat pulang pulang pun, Rea selalu menunggu di teras rumah.
Sekarang, semua sirna tak berbekas. Diabaikan begitu saja rupanya melukai Marvin secara langsung. Lelaki ini berpikir bahwa dengan mengorbankan diri terluka, maka sang mantan akan luluh atau tersentuh, ternyata percuma.
“Rea? Re, mau ke mana? Re, tunggu aku.”
“Re, Re, Rea jangan pergi. Aku butuh kamu.”
Marvin berteriak, suaranya semakin besar ketika perawat mulai menusukkan jarum ke lapisan kulit paha yang sobek. “Arggh Rea …”
“Tapi aku tidak membutuhkan kamu.” Jawab Rea menoleh pada Anyelir, melangkahkan kaki keluar rumah sakit.
“Wah, kamu jadi penjahat Re. Tapi baguslah. Marvin terlalu kurang ajar.” Anyelir membenarkan tindakan temannya.
Dalam perjalanan pulang ke rumah, Rea menyandarkan kepalanya, karena cukup kelelahan melewati hari pertama yang dimulai penuh drama tak terduga.
Sebelumnya ia mengantar Anyelir pulang ke apartemen. Di tengah kesendirian, Rea bersenandung menikmati alunan musik. Lantas menekan tombol pada setir mobil yang tersambung dengan fitur khusus, menghubungi seseorang.
“Tolong cari tahu, siapa dalang di balik penyerangan malam ini. Iya di depan cafe, aku yakin pelakunya Marvin atau Tsania. Pertama kali ada kejadian tidak menyenangkan di sekitar cafe.”
“Sebelum besok pagi, bisa dapatkan informasinya kan?”
“Oke, terima kasih banyak.”
Rea mengakhiri panggilan teleponnya, kembali fokus mengendarai mobil.
Setibanya di rumah, Edrea bisa bernapas lega. Melangkah masuk, melakukan kegiatan rutin, membersihkan diri sebelum naik ke peraduan.
Baru satu detik memejamkan mata, Rea mendapat notifikasi dari ponsel. Sesegera mungkin membuka bukti yang berhasil diperoleh.
Hanya memerlukan waktu satu jam, untuk mengungkap siapa pelaku utama di balik kawanan preman yang mabuk. Rasa kantuknya menguap, dugaannya pun terbukti, bahwa Tsania yang membayar para preman.
“Apa dia mau bermain denganku? Masih menggunakan cara kotor, dasar Tsania.” Rea menyimpan ponselnya. Lalu mengistirahatkan tubuh guna mendapat energi esok hari.
**
Pagi hari, Edrea yang kesepian, Ayah dan Bundanya belum kembali dari Singapore. Merasa khawatir akan kondisi kesehatan Ayah Kevin, Edrea memesan tiket, berencana menginap selama beberapa hari di negeri tetangga itu.
“Bi? Aku keluar sebentar ya, tolong siapkan semua keperluan, sore ini aku berangkat ke Singapore. Terima kasih.” Usai menyampaikan pesan. Rea keluar dari rumah, ada sesuatu yang perlu diselesaikan.
Mendapat informasi lengkap, disertai alamat basecamp para preman yang semalam lancang menggodanya.
Kini Rea menyambangi tempat yang dipenuhi sederet gambar menyeramkan pada dinding, bau alkohol menyerang dari depan bangunan kecil ini.
Tiba-tiba saja segelintir pemuda tersentak, karena seorang wanita cantik melempar sesuatu ke atas meja.
BRAK
“Berapa dia membayar kalian?” tanya Edrea bersedekap dada, melihat satu per satu wajah pemuda yaang kebingungan.
“Tsania, benar kan? Artis terkenal itu. Aku bayar kalian dua kali lipat. Uang itu bisa kalian ambil tetapi dengan syarat tertentu. Jika gagal, jangan salahkan aku kalau tempat ini rata tidak bersisa.” Gertak Rea seakan memiliki kekuasaan besar menyentil mereka semua hingga terpental jauh.
‘Ampun Bu.’
‘Maaf Bu.’
‘Apa yang harus kami lakukan Bu?’
Rea menyeringai karena kumpulan pemuda ini cukup sigap dan tanggap. Rea hanya ingin memberi kejutan manis dan indah untuk Tsania.
Setelah memberikan instruksi, dia melenggang pergi dari basecamp preman, kembali pulang dan bersiap ke bandara.
**
Beberapa hari berlalu, baru saja pesawat yang ditumpangi landing. Edrea mendapat telepon dari Anyelir terkait langkah awal terjun di dunia hiburan.
“Rea, salah satu agensi sedang mengadakan casting untuk mencari model baru produk suplemen kesehatan. Ditunggu siang ini ya.”
“Re, ada gossip baru. Tsania di serang preman sepulang syuting. Padahal masih sore Re menurut kabar burung, dia trauma sampai sekarang. Seharusnya datang ikut casting, tapi kata managernya, Tsania tidak mau, bilangnya karena honor iklan terlalu murah.”
“Oke aku datang, makasih An.” Rea tersenyum, titik terang memasuki dunia entertainment mulai terlihat.
Sebenarnya ini bukan pertama kali, dua tahun yang lalu Rea berhasil merebut perhatian seluruh kru sebagai pemeran utama film. Tetapi mimpinya pupus, sebab kecelakaan terjadi di hari yang sama setelah pengumuman casting.
Mengingat masa kelam itu tentu saja menyimpan memori buruk, sisa trauma masih ada. Namun untuk saat ini, Edrea fokus pada tujuan utamanya, merebut kedudukan Tsania dan Marvin sebagai artis dengan bayaran termahal.
Rea kembali ke rumah,menyimpan barang serta oleh-oleh untuk paras asisten rumah tangga. Ia pun merapikan penampilan, merias wajahnya secantik mungkin, menggunakan perona natural.
**
Kantor Star Talent Management
Mengikuti petunjuk dan mengisi data serta mengikuti bimbingan, Rea telah siap ketika namanya dipanggil oleh petugas. Ia memperkenalkan diri dan menunjukkan kemampuannya.
Detik itu juga pihak perusahaan suplemen yang turut hadir, periklanan dan agensi memilih Rea. Semua terpukau akan kecantikan dan kesempurnaannya membawakan materi iklan. Akting yang alami, tanpa pengulangan skrip.
Rekaman sampel pun di kirim ke kantor utama di Spanyol, bahkan pemilik perusahaan ingin terlibat secara langsung dalam proses syuting, sebab iklan ini menjadi dasar utama menggebrak pasar Asia.
Nominal yang tercantum pada kontrak hanyalah uang muka, jika model berhasil meraih simpati bahkan menarik konsumen hingga omset meningkat. Maka honor naik menjadi lima kali lipat.
Proses syuting dijalani keesokan harinya.
Anyelir bersedia membantu Rea, menyampaikan perubahan materi iklan, merapikan ramput, riasan serta pakaian Edrea. Karena bagi model pendatang baru, harus mempersiapkan semua secara mandiri.
“Aku yakin Re, kamu pasti jadi bintang.” Anyelir mengabadikan momen kebersamaannya dengan Rea.
“Untuk apa? Jangan bilang kenang-kenangan sebelum terkenal.” Rea mencoba menebak, lantaran mengetahui sifat temannya.
“Hahaha. Kalau kamu terkenal jangan lupa sama aku ya Re. kebanyakan model atau artis setelah naik daun, dan punya segalanya, lupa sama orang menemani sejak dulu.” Anyelir to napas.
“Kamu tenang saja, kalau aku sukses membintangi iklan ini, kamu harus mau ya jadi manager aku. Hanya kamu yang aku percaya, bisa kan?” Rea menggenggam kedua punggung tangan temannya.bLama bekerja di roduction house, Rea yakin Anyelir memiliki jam terbang tinggi untuk menaklukan dunia entertainment.
“Makasih Re, aku bisa bayar pengobatan ibu dan sekolah adik jadi lebih mudah kalau gitu.” Bahagianya Anyelir jika hal itu menjadi kenyataan.
Proses syuting yang dijalani selama seharian penuh mendapat hasil maksimal, para kru pun kagum sebab mereka tidak perlu mengulang banyak pengambilan gambar. Edrea mampu menghafal skenario, menerapkan sangat apik dan sempurna.
Produser, agensi model untuk brand ambassador menaruh minta kepada Rea. Sangat sulit menemukan talent yang berbakat serta tidak angkuh.
Di sudut yang berbeda, tepatnya ruang operator. Seorang pria yang baru saja tiba di lokasi syuting sejak siang tadi, tak henti menatap Rea.
“Manis, menggemaskan, titisan wanita kuat.”
Memuja sekaligus penasaran tentang sosok baru yang mencuri perhatiannya.
“Halo Mr B, aku memiliki tugas baru. Seperti biasa, kabari secepatnya.” Tukasnya, bicara dengan seseorang di balik telepon. Diam-diam dia menyelidiki latar belakang Edrea, menggunakan jasa detektif solusi di Bandara
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
Uthie
sang Pangeran sebenarnya telah datang 🤗😁😁👍
2023-06-26
1