"Wihh... Gila lo Bro. Nilai lo naiknya drastis. Ikut seneng gue." Nico tak percaya melihat hasil nilai semester mereka yang keluar.
"Ya iyalah. Kan dapet bimbingan spesial" ujar Dion dengan senyumnya yang merekah.
"Bisa aja lu oncom, jangan-jangan lo sengaja ngambil kesempatan dalam kesempitan ya."
"Enak aja, ya emang Bu Syifanya aja yang pinter ngebimbing gue. Dan dasarnya sih gue emang udah cerdas." ejek Dion.
"Yaelah.. Sombong amat." ujar Nico sebal.
Mereka berdua asyik mengobrol di kantin. Tiba- tiba seorang perempuan menghampiri mereka.
"Hai Dion, Nico. Gue boleh gabung nggak?" tanya perempuan itu.
Nico pun mengangguk sementara Sion hanya diam tak bergeming.
"Dion kayaknya sekarang rajin banget ya ke kampus. Ikut seneng deh." perempuan itu adalah Bianca. Sudah sejak lama dia mengejar-ngejar Dion. Namun tak pernah sekalipun diperhatikannya.
Dion hanya mengendikkan bahunya sambil sibuk memainkan ponselnya.
"Eh, ntar malem kalian ada acara nggak? Clubbing yuk. Gue traktir deh." ujar Bianca.
"Mau lah mau.. Ayo Dion, mau yuk" ujar Nico.
"nggak bisa, gue mau ke rumah sakit." Tolak Dion.
"Lo emangnya mau ketemu siapa di rumah sakit?" tanya Nico penasaran.
Dion pun kelabakan. Dia keceplosan sudah mengatakan tentang rumah sakit.
"Emm.. Jenguk saudara gue." cepat-cepat Dion menjawab kemudian dia beranjak pergi begitu saja.
Tampak Bianca menahan kecewa. Padahal niatnya ingin mengajak Dion. Dia tahu Dion biasanya sangat doyan clubbing.
"Yaudah neng Bianca sama Aa Nico aja ya.." hoda Nico. Namun gadis itu langsung melotot dan pergi meninggalkannya.
"Dasar cantik-cantik galak." gerutu Nico.
...****************...
Syifa tampak begitu lesu saat mendampingi putrinya. Semalaman dia tak bisa tidur. Bahkan makan pun tidak nafsu.
Ini pertama kalinya Bella sakit hingga masuk rumah sakit. Hal itu pula yang membuatnya semakin kalut. Dia juga sudah ijin untuk beberapa hari tidak masuk kerja sebab harus merawat Bella.
Dion ingin sekali memberitahu Syifa hasil nilainya. Tapi dia ingin menunjukkan secara langsung. Namun sebelum itu Dion mampir ke cafe untuk membuatkan minuman cokelat kesukaan Syifa. Dengan antusias dia membuatnya.
Dion bergegas menuju rumah sakit. Saat sudah sampai dia melihat Syifa yang duduk termenung di depan ranjang putrinya.
Penampilan Syifa tampak biasa saja hanya mengenakan sweater polos berwarna abu-abu serta celana jeans se lutut. Tanpa riasan apapun namun kecantikannya tetap saja terpancar.
"Selamat sore Bu Syifa." sapa Dion.
Syifa sedikit terperanjat dan menoleh ke arah pintu. Dia melihat Dion yang datang dengan mengulas senyumnya.
"Dion?" jawab Syifa.
"Mas Dion, silahkan masuk Mas." ujar Bi Ida.
Dion pun langsung masuk sembari menyodorkan dua minuman coklat buatannya.
"Choco good mood." ujar Dion.
Syifa pun langsung menerima minuman tersebut.
"Bu Syifa lihatlah." Dion menunjukkan Salinan nilai semesternya. Syifa membacanya dan dia sangat terkejut.
"Wah Dion, hebat kamu." ujar Syifa dengan bangganya.
Dion semakin bahagia melihat senyum wanita itu. Sudah beberapa hari ini dia tak melihat senyum itu.
"Ini semua berkat Bu Syifa. Sebagai tanda terima kasih aku mau traktir apa aja deh." ujar Dion.
Syifa hanya tersenyum kemudian pandangannya tertuju pada Bella yang masih terlelap.
"Non Syifa nggak papa kalau mau keluar dulu. Cari makan lah, dari tadi kan belum makan" ujar Bi Ida.
Syifa sedikit terkejut, namun Dion langsung menyetujuinya.
"Mari Bu Syifa. Kita cari makan kebetulan aku juga belum makan." ujar Dion.
Meski awalnya ragu namun Bi Ida terus meyakinkannya.
"Baiklah, kita cari makan di dekat sini saja." ujar Syifa.
Keduanya pun beranjak meninggalkan ruangan itu. Syifa berjalan dengan Dion berada di sampingnya. Tubuh Syifa yang tingginya hanya sebahu Dion membuat pria itu dengan gampang memperhatikannya.
Mereka menuju restoran di depan rumah sakit. Untung saja letaknya yang tak jauh sehingga hanya dijangkau dengan berjalan kaki.
Keduanya mengobrol beberapa hal sembari menunggu pesanan datang. Membicarakan tentang kesehatan Bella serta kegiatan Dion di kampus.
Setelah makanan datang Syifa dan Dion segera menyantap makanan tersebut. Syifa tidak ingin berlama-lama mereka segera menghabiskan makanannya. Syifa tak ingin Bella rewel nantinya saat bangun tak ada dia.
Mereka pun kembali menuju gedung rumah sakit. Namun langkahnya harus terhenti karena Dion.
"Bu Syifa sebentar ya, mau ke toilet bentar aja. Kebelet." Dasar Dion lagi enak-enaknya berjalan dengan Syifa tiba-tiba panggilan alam tak bisa dihindarinya.
"Yaudah sana, aku tunggu disini ya." ujar Syifa.
Dion langsung beranjak mencari toilet terdekat sementara Syifa menunggunya di tempat itu.
"Syifa.." sebuah panggilan terlontar dari salah satu lorong rumah sakit tersebut.
Syifa kenal betul itu suara siapa. Dan benar saja saat menoleh dia melihat Rangga berjalan menghampirinya.
"Syifa kamu ngapain disini?" tanya Rangga.
"Mas Rangga sendiri ngapain?" Syifa bertanya balik. Sungguh saat ini dia sedang menahan perasaannya.
"Mona kecelakaan. Dia harus operasi untuk mengangkat rahimnya." ujar Rangga dengan wajah lesu nya.
Syifa tersentak, Bagaimanapun Mona dulu adalah sahabat baiknya. Mendengar hal itu tentu saja Syifa terkejut.
"Syifa, aku minta maaf. Andai saja saat itu aku tidak melakukan kesalahan mungkin kita masih menjadi keluarga yang bahagia. Aku menyesal, sungguh aku ingin kita seperti dulu lagi." penuturan Rangga benar-benar membuat Syifa terkejut lagi.
Rupanya pria itu tetap saja egois. Disaat istrinya berjuang melawan maut justru dirinya memikirkan dirinya sendiri.
"Mas Rangga, nggak pantes banget ya mas ngomong kayak gitu ke aku. Saat ini Mas Rangga itu sudah menikah dengan Mona, wanita pilihan kamu sendiri. Dia sedang berjuang mempertahankan hidupnya tapi mas Rangga malah mikirin mau balikan sama aku? Kenapa? Takut nggak bisa punya keturunan?" seketika Syifa meradang.
"Syifa, ya aku memang takut karena Mona nggak akan bisa hamil lagi. Maka dari itu aku ingin memperbaiki hubungan kita. Aku ingin membesarkan putri kita sama-sama." ujar Rangga dengan tanpa bersalahnya.
"Putri? Siapa mas? Anakku maksudmu?" ucap Syifa tersenyum miring.
"Iya.. Anakku juga kan." ujar Rangga.
"kalau kamu memang ayahnya, Mas Rangga tahu siapa namanya?" tanya Syifa lagi.
Seketika Rangga kelabakan. Selama ini dia tak pernah peduli dengan anak yang dikandung Syifa. Bahkan jenis kelamin dan siapa nama anaknya saja Rangga tidak tahu.
"nggak bisa jawab kan? Begini ya, udah dapet musibah gini baru inget anak. Kemana saja kamu mas selama ini? Kemana kamu disaat aku berjuang melahirkannya? Di mana kamu saat fia rewel, dia sakit?" kemarahan Syifa tak terbendung lagi. Tak peduli jika saat ini orang-orang mulai memperhatikannya. Termasuk Dion yang diam-diam memperhatikannya setelah selesai daei toilet.
Rangga mulai terpancing emosi mendengar ucapan Syifa. Dia bahkan sudah mengepalkan tangannya. Tampak rahangnya mulai mengeras.
"Mau mukul? Silahkan saja pukul aku nggak takut. Aku bukan lagi pecundang seperti dulu yang nurut saja kamu pukuli mas." ucap Syifa lagi.
Dion yang memperhatikan mereka mulai sengit akhirnya mau tak mau harus menghampirinya. Tak enak rasanya membuat keributan di rumah sakit.
"Sorry.." Dion belum sempat meneruskan ucapannya. Tiba-tiba Syifa langsung merangkul lengan Dion.
"Siapa dia Syifa?" tanya Rangga menatap Dion dengan tatapan sinis.
Tanpa diduga Dion langsung meraih pinggang Syifa dan merengkuhnya erat. Seolah wanita itu adalah kekasihnya.
"Maaf Mas, kami harus balik dulu. Ayo, Bella pasti sudah menunggu." ujar Dion sembari berjalan meninggalkan Rangga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Prafti Handayani
Mantaaappp Dion...👍👍👍
2024-11-02
0
Fransiska Widyanti
Rangga 😡
2024-02-10
0
Alensa Talakua Telussa Alensa
nihh si Rangga emang gk PX hati...lnjt kk
2024-01-25
0