Syifa langsung berlari menuju mobilnya. Namun tiba-tiba dia merasakan sesak di dadanya. Nafasnya tersengal dan tubuhnya terasa gemetar. Keringat dingin sudah menjalar ke seluruh permukaan kulitnya. Dia kemudian jatuh bersimpuh di lantai.
Rasa gelisah yang teramat dalam membuatnya terkena serangan panik. Dion yang mengetahui hal itu segera berlari menghampiri Syifa.
"Bu Syifa.. Bu Syifa kenapa?" Dion menyadari bahwa Syifa mengalami serangan panik.
Dia langsung berjongkok memeluk Syifa dan mengusap lembut punggungnya.
"Bu Syifa tenang ya, bernafas pelan-pelan. Tarik nafas pelan.. Lalu keluarkan.. Ya, Lagi. Tarik nafas pelan.. Keluarkan.." Dion mencoba untuk menuntun Syifa latihan pernafasan.
Pelan-pelan Syifa mengikuti arahan Dion sambil dirinya bersandar di dalam pelukan pria itu.
Saat dirasa sudah mulai tenang akhirnya Dion mengusap lembut keringat yang membasahi wajah Syifa dengan saput tangannya. Netranya bahkan tak bisa berhenti menatap wajah sendu wanita itu.
"T-terima kasih Dion.." ucap Syifa dengan suara yang sedikit gemetar.
"Bu Syifa sudah baikan? Saya antar ya?" tanya Dion sambil memegangi bahu Syifa.
"Nggak usah Dion, nanti ngrepotin kamu. Kan harus ngurus cafe." tolak Syifa.
"Cafe bisa diurus karyawan. Saya nggak bisa biarkan Bu Syifa menyetir sendiri. Mari saya antar." Dion Membantu Syifa untuk berdiri kemudian membukakan pintu mobilnya.
"Kasih tahu arah jalannya ya bu" ujar Dion seraya menghidupkan mesin mobil Syifa.
Syifa hanya bisa pasrah sebab tak mungkin juga dia menyetir sendiri dalam keadaan yang masih panik.
Dion tampak fokus menyetir meski dalam hati dia masih bimbang. Bagaimana jika nanti dirinya bertemu suami Syifa? Padahal baru saja hatinya menyadari bahwa dia menyukai Syifa.
Tampaknya Dion harus menguatkan mental dan hatinya. Dia juga harus tahu diri bahwa Syifa adalah dosennya. Tak seharusnya dia main-main dengan Syifa.
Sampai akhirnya mereka sampai di kediaman Syifa. Rumah itu cukup besar dengan halaman yang lumayan luas berbagai macam tanaman hias berjajar rapi serta terdapat pohon mangga yang rindang membuat suasana rumah Syifa begitu sejuk.
Syifa bergegas keluar mobil dan mencari keberadaan Bella dan Bi Ida. Sementara Dion turut mengikuti dari belakang.
"Bella.. Bella sayang kamu kenapa nak?" Syifa langsung menggendong Bella yang tampak lemas. Dia memeriksa tubuh mungil putrinya itu yang terasa begitu panas.
"Non sebaiknya kita cepat bawa ke rumah sakit." ujar Bi Ida.
"Iya Bi, kita ke rumah sakit sekarang ya." Syifa bergegas menggendong Bella keluar sementara Bi Ida membawa perlengkapan yang mungkin dibutuhkan Bella.
Dion yang sejak tadi duduk di teras langsung berdiri saat melihat Syifa menggendong bayi di pelukannya.
"Bu Syifa bagaimana?" tanya Dion.
"Aku harus bawa Bella ke rumah sakit Dion." ujar Syifa.
"Baiklah mari Bu, saya antar." tanpa berpikir panjang Dion langsung bergegas menuju mobil dan membukakan pintu untuk Syifa.
Bi Ida sempat terkejut dengan keberadaan Dion. Tapi dalam keadaan mendesak begini tidak mungkin dia bertanya macam-macam. Keselamatan Bella lebih penting.
......................
Rangga terus mondar mandir di depan ruang operasi. Dia benar-benar kalut memikirkan keadaan Mona.
Sudah hampir tiga jam dokter belum selesai juga menangani Mona. Hingga beberapa saat kemudian salah seorang dokter keluar dari ruangan tersebut.
"Dokter bagaimana keadaan istri saya?" tanya Rangga dengan nada khawatirnya.
Dokter pun mengajak Rangga berbicara di dalam ruangannya.
"Pak Rangga, kecelakaan yang dialami istri anda cukup parah. Benturan keras di perutnya mengakibatkan kerusakan pada rahimnya. Sehingga dengan sangat terpaksa kami harus mengangkat rahim ibu Mona." ujar Dokter.
"A-apa dok? Mengangkat rahimnya? Jadi.. Jadi istri saya tidak akan bisa hamil? Anakku mati dok?" suara Rangga mulai terdengar parau.
"Betul Pak, kami sudah melakukan yang terbaik. Sebab jika dibiarkan luka yang ada di dalam organ dalam ibu Mona bisa mengakibatkan infeksi." ujar dokter kembali.
Dunia Rangga seolah runtuh seketika. Buah hati yang dia tunggu-tunggu kehadirannya dari rahim Mona kini justru tak bisa dipertahankan. Bahkan Mona tidak akan bisa lagi memiliki anak.
Rangga menangis sejadi-jadinya. Meratapi kesedihannya yang tak akan disangka akan berakibat fatal seperti ini.
Kemudian dia teringat akan sosok Syifa, wanita yang telah dia tinggalkan padahal sedang mengandung darah dagingnya. Kesedihan itu kembali melanda. Kini Rangga sadar mungkin apa yang telah diterimanya saat ini adalah karma dari perbuatannya.
......................
Sementara itu di perjalanan Dion tampak fokus menyetir. Dia diminta pergi ke rumah sakit terdekat dari kediaman Syifa.
Setelah beberapa saat menyetir Dion pun sampai di depan rumah sakit tersebut. Syifa langsung bergegas membawa Bella ke dalam rumah sakit tersebut.
Bi Ida dan Dion berjalan di belakang mereka. Ikut memastikan keadaan Bella dan menemani Syifa.
Syifa tampak terduduk lemas di ruang tunggu ditemani Bi Ida. Sementara Dion baru saja pergi membeli minuman.
Dia berjalan mendekati Syifa dan Bi Ida memberikan dua buah botol air mineral.
"Bu Syifa minum dulu ya." Dion bahkan langsung membukakan tutup botol tersebut kepada Syifa.
Bi Ida sempat tertegun dengan sikap Dion yang sejak tadi begitu perhatian dan tampak tenang menghadapi Syifa.
Tak lama kemudian dokter menghampiri Syifa dan memberitahu bahwa Bella mengalami tifus. Dia harus di rawat inap. Syifa hanya bisa pasrah. Yang penting saat ini adalah keselamatan Bella.
Setelah dokter dan perawat mempersiapkan semuanya kini Bella sudah di pindahkan di ruang perawatan. Tampak sekali Syifa yang gelisah menunggui Bella. Putri kecilnya yang tengah tertidur pulas.
Dion merasa heran karena sejak tadi tidak melihat sosok suami Syifa. Apalagi Syifa juga tampak mengurusi Bella sendirian dibantu Bi Ida.
"Mas, maaf. Masnya teman Non Syifa ya?" tiba-tiba Bi Ida menghampiri Dion.
"Eh, bu.. Saya mahasiswanya Bu Syifa. Perkenalkan nama saya Dion." Dion mengulurkan tangan kepada Bi Ida.
"Saya Ida, biasa dipanggil Bi Ida. Mas makasih ya sudah bantu kami antar Bella ke rumah sakit. Kalau tidak mungkin Bibi jadi bingung. Keadaan begini Non Syifa gampang panik, nggak bisa nyetir. Kacau" ujar Bi Ida.
Dion pun mengerti sebab tadi juga melihat seberapa kacaunya Syifa.
"Iya Bi sama-sama. Kebetulan tadi selesai bimbing saya Bu Syifa. Maaf bi, suami Bu Syifa mana ya kok nggak kelihatan?" akhirnya Dion memberanikan diri bertanya kepada Bi Ida.
Tampak wajah Bi ida berubah murung, dia bingung apakah harus mengatakan masalah Syifa. Tapi melihat ketulusan Dion akhirnya Bi Ida mulai menceritakan tentang suami Syifa.
"Non Syifa sudah cerai Mas, dia ditinggal selingkuh suaminya saat hamil besar. Bahkan sampai sekarang suaminya tak pernah menengok anaknya sekalipun. Non Syifa yang berjuang sendirian melahirkan dan membesarkan anaknya. Bibi nggak tega sebenarnya, tapi non Syifa itu luar biasa. Makanya ketika mendapat kabar putrinya sedang sakit dia sangat sedih." Bi Ida bercerita sambil menitikkan air matanya. Terlihat sekali kesedihan yang dirasakan wanita paruh baya itu.
Dion terdiam mendengar cerita Bi Ida. Ada rasa iba dan kasian tapi juga perasaan lega. Ternyata Syifa bukan istri orang. Itu artinya ada peluang untuknya mendekati Syifa.
Dan dengan kehadiran Bella itu membuat Dion semakin bersemangat. Dia ingin sekali membahagiakan dua perempuan itu. Bahkan saat pertama kali melihat wajah mungil Bella hati Dion terus tergugah. Dia begitu kagum dengan sosok itu. Meski dalam keadaan sakit Bella tampak begitu cantik dan menggemaskan.
"kini aku benar-benar ingin membahagiakan dua perempuan itu. Aku yakin bisa membuat Syifa bahagia. Bagaimanapun caranya akan ku perjuangkan." Batin Dion.
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Fransiska Widyanti
asyik dah dapat balasan tuh para penghianat
2024-02-10
0
Alensa Talakua Telussa Alensa
lnjt kk.....moga2 aja mntn suamix Syifa gk menggangu khidpnx Syifa lgi
2024-01-25
0
Ari Peny
rasain rabgga
2023-12-15
0