BAB 20- Berangsur-angsur menyadari Ketulusan

Kedatangan Keenan menggemparkan seluruh orang kantor hingga terdengar oleh Sherly selepas meetingnya selesai di laksanakan.

Hubungan Keenan dan Sherly sudah bukan rahasia umum lagi bahkan bawahan mereka sekelas supir dan Office boy saya mengetahui dengan jelas cinta mereka yang langgeng, hanya saja keputusan Sherly yang mendadak itu pun membuat mereka tak menyangka.

Sementara itu kini Fitri termenung dengan wajah yang sedikit letih di ruangan pribadi Sherly, dengan setia ia menemani suaminya yang sedang menanti sang pujaan hati.

"Yaa Allah, kenapa rasanya sakit sekali? apa artinya kehadiran aku di hidup Mas Keenan," lirihnya dalam hati.

Tok tok tok

Krek

"Apa itu Sherly?" tanyanya sendiri.

Pintu yang semula tertutup itu di buka oleh seseorang dari luar, dan ternyata dia adalah sekertaris Sherly.

"Pak Keenan," sapanya.

Matanya yang tak dapat melihat sudah tak bisa ia andalkan, ia hanya mengandalkan Indra pendengarannya ketika berusaha mengenali seseorang. "Kamu sekretarisnya Sherly?" tanyanya memastikan.

"Iya, Pak. Bu Sherly sudah mengetahui kedatangan Pak Keenan, dia memberi saya pesan untuk di sampaikan pada Bapak!" serunya.

"Apa itu?" tanya Keenan penasaran.

"Bu Sherly ... meminta Bapak ... Bapak pergi dari sini," ungkapnya dengan nada ketakutan.

Keenan tiba-tiba tersenyum dan tak mempercayai ucapan wanita itu. "Gak mungkin, saya gak percaya kalau bukan dia yang bilang langsung! bilang sama Sherly saya gak akan pulang sebelum dia mau menemui saya!" bentak Keenan.

"Pelan-pelan Mas bicaranya, kasian dia ..." lirih Fitri yang merasa simpati pada sekretaris Sherly yang bernama Clara itu.

Kata-kata Keenan benar-benar membuat sekertaris yang sudah ketakutan sejak awal itu merasa tertekan. "Baik, Pak!" ia pergi menghadap Sherly kembali.

Beberapa menit kemudian terdengar langkah kaki dengan hentakan yang cukup kencang.

"Keenan!" teriak Sherly dengan suara khas Sherly yang sedikit serak.

Keenan berusaha menoleh ke arah suara itu, ia tersenyum lebar mendengar suara wanita yang teramat ia cintai.

"Ternyata Mba Sherly jauh lebih cantik ketika di lihat langsung, wajar saja ia begitu di cintai Mas Keenan," gumam Fitri dalam hati.

Keenan nekad memajukan kursi rodanya sendiri hampir saja ia terjatuh, namun beruntung Fitri sigap menahan kursi roda yang berat itu dengan pahanya.

Kebaikan Fitri tak bernilai sedikit pun di mata Keenan, apalagi kini Sherly sudah ada di hadapannya.

"Mas, hati-hati! aku bantu kamu dorong ya!" serunya pelan.

Fitri mendorong kursi roda itu kemudian di dekatkan pada Sherly yang mematung di depan pintu.

Bohong jika Sherly tak sedih melihat kondisi Keenan, sesekali ia meneteskan air mata meskipun ia menunjukan ekspresi bencinya.

"Sherly ... saya mohon jangan tinggalin saya lagi! saya mau kita bersama seperti dulu," ungkap Keenan dengan nada begitu lemas.

Cukup lama Sherly tak merespons, justru baginya kedatangan Fitri menimbulkan tanda tanya besar di benaknya. Sedikit banyak Kakaknya sudah bercerita, melihat penampilan Fitri yang begitu tertutup ia sudah yakin betul kalau Fitri memang istri Keenan. Ia terus melirik ke arah Fitri, dengan tatapan yang tak bisa di tebak lalu ia memalingkan wajahnya ke arah Keenan.

"Keenan, kamu tau aku. Aku gak akan semudah itu mengubah keputusan, apalagi kamu sudah punya istri! aku mohon kamu pergi dari sini, jangan membuat aku menjadi goyah kembali!" tegas Sherly.

"Sherly, kamu cemburu sama wanita ini? ini hanya pernikahan kontrak. Aku bisa menceraikan dia kapanpun aku mau, aku gak mungkin mencintai dia seperti aku mencintaimu. aku mohon kamu kembali sayang ..." lirih Keenan.

Deg

Hati Fitri terkoyak oleh ungkapan Keenan, ia menunduk dengan mata berkaca-kaca.

"Aku gak perlu tau itu, yang jelas aku tetep gak bisa menerima kondisi kamu seperti ini. Aku mau Keenan yang sempurna seperti dulu!" tegas Sherly seolah tanpa rasa bersalah.

"Aku mohon Sherly ..." lirih Keenan yang kini tangisannya tak dapat di tahan lagi.

Melihat Keenan memohon seperti itu hati keras Sherly terenyuh karena bagaimana pun juga cintanya pada Keenan tak semudah itu bisa hilang, namun ia tetap dengan pilihannya sejak awal kecuali Keenan bisa berubah normal dengan seketika mungkin saja ia bisa menerima Keenan kembali.

"Oke, Keenan. Aku bisa saja menerima kamu kembali jika dalam waktu dekat kamu bisa sembuh total seperti dulu! kebetulan aku mau melanjutkan studi hukum di luar negri minggu depan, kalau kamu mau bersama aku buktikan Keenan! sebelum minggu depan Mata dan kaki kamu harus normal kembali!" tegasnya.

Syarat Sherly itu tentu memberatkan Keenan, ia teringat ucapan Dokter Firhan. Ia melamun dan tak sanggup berpikir keras lagi.

"Gimana Keenan? kamu gak bisa, Kan?" tanya Sherly lirih dengan mata yang sudah membendung kesedihan namun berselimut ketegasan.

Sikap Sherly yang seperti itu membuat Fitri yang sedari tadi memperhatikannya jadi bingung, ia melihat jelas cara Sherly menatap Keenan dengan tatapan yang masih mengandung cinta namun bisa-bisanya dia menuntut sesuatu yang mungkin tak bisa Keenan lakukan.

"Tunggu saya enam bulan, saya mohon! saya gak bisa lupain kamu ..." lirih Keenan lagi.

Sherly melirik ke arah Fitri sambil berkata, "Tolong bawa dia keluar!"

"Enggak ... enggak, Sher! saya gak sanggup benar-benar pisah sama kamu ..." ucap Keenan dengan suara semakin letih.

Sherly berjalan sekitar empat langkah, ia jongkok tepat berhadapan dengan Keenan sementara Fitri masih di belakang Keenan memegang kuat kursi roda takut Keenan berbuat nekad seperti tadi.

Sherly membelai rambut Keenan dengan lembut, jari jemarinya menyusuri wajah tampan Keenan.

"Keenan, dulu aku berpikir kamu benar-benar sosok pria idaman yang sempurna makanya aku mau sama kamu. Jujur, sampai saat ini aku belum bisa lupain kamu tapi seketika aku tersadar kalau kamu gak bisa seperti dulu. Semenjak aku memutuskan membatalkan pernikahan itu sejak itu pula aku bertekad untuk benar-benar melupakan kamu, Keenan ... karir aku adalah prioritasku," ungkapnya yang sesekali masih meneteskan air mata.

Sherly berdiri kembali, membuka lebar-lebar pintu kantornya mempersilahkan Keenan untuk keluar. "Silahkan keluar, aku mohon pengertian kamu Keenan!" tegasnya.

"Bawa dia pergi, saya mohon!" teriak Sherly pada Fitri.

Keenan kini benar-benar putus asa, ia memperjuangkan kesembuhannya salah satunya hanya untuk kembali dengan Sherly.

"Saya gak mau pergi! saya gak akan menyerah mendapatkan kamu lagi!" teriak Keenan.

"Buktikan Keenan kalau kamu bisa sembuh sebelum aku pergi!" teriak Sherly semakin di buat kesal.

Bukan Keenan namanya kalau tak keras kepala, Keenan ingin membuktikan dirinya bisa di hadapan Sherly ia memaksakan tubuhnya berdiri. Namun, hanya berlangsung beberapa detik saja ia sudah terjatuh kembali, Keenan sangat kesal pada kondisinya saat ini ia memukul-mukul kaki kanan bahkan kepalanya.

Melihat itu Fitri tak tega ia menghampiri Keenan. "Mas, udah. Kita pulang ya."

Fitru memegang kedua lengan Keenan berusaha menaikkan nya kembali ke atas kursi roda, namun Fitri kewalahan. Keenan hampir saja mengemuk besar-besaran di ruangan Sherly namun karena bantuan Fitri dan satu satpam Keenan bisa keluar dengan tenang dari kantor itu.

"Maafin aku, Keenan ..." lirih Sherly yang tak sedetikpun memalingkan pandangannya dari kaca yang bisa melihat kepergian mobil Keenan.

Energi yang Keenan habiskan untuk meluapkan semuanya membuat tubuhnya lelah, Keenan bersandar pada jok mobil. Namun tak lama amarahnya kembali memuncak hatinya begitu menginginkan Sherly yang tak bisa ia dapatkan kembali, Keenan berulah lagi di dalam mobil.

Keenan meraba-raba pintu mobil berniat membuka pintu itu.

"Saya gak mau pergi! saya mau kembali" teriaknya.

"Ini semua gara-gara pria itu, ayah kamu!" teriak Keenan lagi.

Supir pribadi Erik heran melihat kondisi Keenan, namun ia tak berani bertanya.

Fitri semakin mendekat.

"Mas, maafin aku ... yang sabar, Mas. Kalau orang tua kamu liat kamu kaya gini mereka pasti sedih," ungkap Fitri berusaha menenangkan.

Keenan terdiam pikirannya kalut dan melayang entah kemana.

Di pertengahan jalan, Fitri melihat taman yang sepi namun terlihat menyejukan. Ia berinisiatif membawa Keenan menenangkan diri di taman itu sebelum pulang ke rumah. "Mas, di depan ada taman. Aku gak mungkin bawa kamu pulang dalam kondisi seperti ini, kita tenangkan diri dulu di sana ya!" seru Fitri.

Keenan tak menjawab ia sangat lelah, ia seakan pasrah.

Singkat cerita, di bantu supir Fitri mendudukkan Keenan di atas bangku taman sementara supir itu kembali menunggu di dalam mobil.

Fitri duduk bersebelahan dengan Keenan, ia menatap wajah suaminya yang tampak pucat dan lelah. Simpatinya pada Keenan semakin membesar.

"Mas, aku bawa air minum di mobil kamu. Kamu minum dulu ya, biar sedikit lebih tenang," seru Fitri.

Benar saja, suasana taman yang menyejukkan itu mampu membuat amarahnya mereda. Namun Keenan masih tak bisa melihat kebaikan Fitri tapi anehnya kini ia hanya menunjukan kekesalann itu dengan rintihan kata yang tak seperti biasanya, bukan lagi teriakan dan ungkapan yang kasar.

"Kamu gak usah so perhatian, kamu puas kan liat saya seperti ini," ungkapnya tiba-tiba dengan nada yang masih lelah.

Air mata menetes di pipi Keenan, kedua tangan Fitri refleks perlahan menghapusnya.

"Mas, gak ada gunanya kita berdebat. Sejak awal aku tau posisi aku di hati kamu banya anak dari orang yang kamu benci, tapi tak sedikit pun aku menaruh kebencian yang sama kamu. Aku berusaha ikhlas menjalani pernikahan ini, aku berusaha sabar mengurus kamu ... larena ini kewajiban ku, Mas," ungkap Fitri.

Tak mendengar ungkapan Fitri, air matanya kembali pecah kala mengingat Sherly, "Sherly ..." lirihnya terisak.

Fitri semakin mendekat, meskipun ragu karena tak terbiasa ia seakan terdorong untuk merangkul Keenan dengan tangan kirinya yang berusaha memeluk Keenan dari samping.

Jantung Fitri berpancu kencang, ia terus menggelengkan kepalanya. "Fitri, inilah kewajiban kamu. Harus selalu ada di saat suami membutuhkan, hibur dia jika sedang tak baik-baik saja. Apa salahnya menyediakan pelukan sebagai tempatnya bersandar," gumam Fitri dalam hati.

Keenan terdiam, ia tak menyangka Fitri akan bertindak seperti itu. Bukannya marah seperti biasa, kini ia seakan nyaman berada di pelukan hangat istrinya.

Kepala Keenan yang menempel tepat di atas dada Fitri membuatnya menyadari betul detak jantung Fitri semakin mengencang.

"Apa artinya ini? apa mungkin dia menyimpan rasa sama saya?" gumam Keenan spontan dalam hati.

"Kenapa juga saya mau? kenapa dalam sekejap saja saya bisa merasa tenang berada dalam pelukannya?" lanjut Keenan dalam hatinya lagi.

Mata Fitri menoleh ke arah bawah, ia melihat tangan Keenan yang terhempas di atas paha, perlahan kedua tangan Fitri memegang tangan Keenan yang sangat dingin.

Tak disangka, tindakan Fitri ternyata tepat di situasi jiwa batin Keenan saat ini yang membutuhkan kedamaian dan Fitri sepertinya mampu mengatasi itu.

Bersambung....

Episodes
1 BAB 1- Pelampiasan Kepanikan
2 Bab 2- Putri Bahan Negosiasi
3 BAB 3- Goresan Tinta Pembawa Takdir
4 BAB 4- Teriakan Kekecewaan
5 BAB 5- Pandangan Negatif Mereka
6 BAB 6- Terikat Nyata
7 BAB 7- Tradisi Yang Menegangkan Bagi Mereka
8 BAB 8- Senyuman untuk bayangan Mantan
9 BAB 9- Kamar Pengantin
10 BAB 10-Kejutan Memilukan Di Malam Pertama
11 BAB 11- Ternyata Hanya Menutup Mata
12 BAB 12- Hati Yang Tulus Dan Dendam Yang Masih Membara
13 BAB 13- Memilih Ridho Suami
14 BAB 14- Foto Prewedding
15 BAB 15- Paket Misterius
16 BAB 16- Emoticon Love
17 BAB 17- Satu Pergi Tiga lainnya Datang
18 BAB 18- Sambutan Sang Mertua
19 BAB 19- Singgah Ke Firma Hukum
20 BAB 20- Berangsur-angsur menyadari Ketulusan
21 BAB 21- Niat Yang Masih Keliru
22 BAB 22- Pelukan Hangat Keenan
23 BAB 23- Diantara Dua Do'a
24 BAB 24- Tak Bisa Tidur
25 BAB 25- Mengorek Kehidupan Dan Isi Hati Fitri
26 BAB 26- Mulai Menunjukan Taring
27 BAB 27- Kekhawatiran yang terus menghantui
28 BAB 28- Cara Memastikan Sebuah Rasa
29 BAB 29- Seolah Tak Terjadi Apa-apa
30 BAB 30- Kepanikan Keenan
31 BAB 31- Gara-gara Nasi Goreng
32 BAB 32- Salah Sasaran
33 BAB 33- Ucapan Yang Tak Selesai
34 BAB 34- Perhatian Keenan Yang Coba Di Tutupi
35 Bab 35- Mulai Memudar
36 BAB 36- Senyum Itu Ibadah
37 BAB 37- Kenangan Nasi Liwet
38 BAB 38- Bukan Lagi Ke Firma Hukum
39 BAB 39- Kebetulan Yang Tidak Terduga
40 BAB 40- Sulitnya Berbicara
41 BAB 41- Mencoba Untuk Pulang
42 BAB 42- Suara Hati Keenan
Episodes

Updated 42 Episodes

1
BAB 1- Pelampiasan Kepanikan
2
Bab 2- Putri Bahan Negosiasi
3
BAB 3- Goresan Tinta Pembawa Takdir
4
BAB 4- Teriakan Kekecewaan
5
BAB 5- Pandangan Negatif Mereka
6
BAB 6- Terikat Nyata
7
BAB 7- Tradisi Yang Menegangkan Bagi Mereka
8
BAB 8- Senyuman untuk bayangan Mantan
9
BAB 9- Kamar Pengantin
10
BAB 10-Kejutan Memilukan Di Malam Pertama
11
BAB 11- Ternyata Hanya Menutup Mata
12
BAB 12- Hati Yang Tulus Dan Dendam Yang Masih Membara
13
BAB 13- Memilih Ridho Suami
14
BAB 14- Foto Prewedding
15
BAB 15- Paket Misterius
16
BAB 16- Emoticon Love
17
BAB 17- Satu Pergi Tiga lainnya Datang
18
BAB 18- Sambutan Sang Mertua
19
BAB 19- Singgah Ke Firma Hukum
20
BAB 20- Berangsur-angsur menyadari Ketulusan
21
BAB 21- Niat Yang Masih Keliru
22
BAB 22- Pelukan Hangat Keenan
23
BAB 23- Diantara Dua Do'a
24
BAB 24- Tak Bisa Tidur
25
BAB 25- Mengorek Kehidupan Dan Isi Hati Fitri
26
BAB 26- Mulai Menunjukan Taring
27
BAB 27- Kekhawatiran yang terus menghantui
28
BAB 28- Cara Memastikan Sebuah Rasa
29
BAB 29- Seolah Tak Terjadi Apa-apa
30
BAB 30- Kepanikan Keenan
31
BAB 31- Gara-gara Nasi Goreng
32
BAB 32- Salah Sasaran
33
BAB 33- Ucapan Yang Tak Selesai
34
BAB 34- Perhatian Keenan Yang Coba Di Tutupi
35
Bab 35- Mulai Memudar
36
BAB 36- Senyum Itu Ibadah
37
BAB 37- Kenangan Nasi Liwet
38
BAB 38- Bukan Lagi Ke Firma Hukum
39
BAB 39- Kebetulan Yang Tidak Terduga
40
BAB 40- Sulitnya Berbicara
41
BAB 41- Mencoba Untuk Pulang
42
BAB 42- Suara Hati Keenan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!