Suara Fitri yang lembut terdengar jelas di telinga Keenan, ini kali pertama kali bagi Keenan mendengar kata yang terucap dari mulut seorang Fitri.
Keenan mengangkat tangan kirinya seakan memberikan kode pada sang ajudan untuk berhenti mendorong kursi roda.
Namun sang ajudan tengah asyik dengan isi kepala sendiri hingga tak menyadari perintah Keenan.
"Saya bilang berhenti!" tegas Keenan.
Ajudan itu celingukan, lalu ia terbangun dari lamunan dan menghentikan kursi roda Keenan yang sedari tadi ia dorong pelan.
"Kenapa Pak?" tanya ajudan bernama Indra itu.
"Panggil dia kesini!" seru Keenan.
"Siapa Pak?" tanya Indra bingung.
Lagi-lagi ajudan itu lama mencerna perintah Keenan, Keenan yang tak sabaran bergumam kesal sendiri. "Kenapa juga Papah tugasin dia buat jagain saya, udah tau dia lemot!"
Melihat Keenan dan ajudannya berhenti, Fitri menyadari bahwa suaminya itu mendengar panggilan yang lontarkan barusan. Fitri berjalan perlahan ke arah Keenan yang ternyata belum jauh dari posisinya berdiri saat ini.
Mendengar suara khas langkah kaki dari sepatu yang di kenakan Fitri, Keenan menerka bahwa Fitri memang menghampirinya.
"Ada apa lagi ni cewek," gumam Keenan dalam hati.
"Kenapa?" tanya Keenan dingin.
Mulut Fitri seolah terkunci rapat kala ia ingin berbicara baik-baik dengan Keenan.
"Mas Keenan, a ... aku sekarang harus kemana?" tanya Fitri terbata-bata.
"Terserah!" jawab Keenan singkat.
"Jangan tak tau malu, tolong sadar diri!" ucap Keenan Kejam.
Inilah momen pertama kali bagi mereka bercengkrama, namun sangat jauh dari obrolan manis layaknya suami istri yang baru saja menikah.
"Ya Allah, kuatlah hati ini dalam menerima semua ucapan menyakitkan Mas Keenan ..." lirih Fitri dalam hati.
Meskipun sering mendapatkan perlakuan buruk sang ayah dan terbiasa mendengar lontarkan kata-kata menyakitkan dari Jejen namun kali ini hanya satu kalimat saja dari Keenan terasa begitu menyayat hati Fitri.
"Aku gak bermaksud seperti itu Mas, aku cuma ta--" ucapan Fitri terpotong saat Keenan tiba-tiba menyuruh Indra untuk mendorongnya kembali. "Dorong saya lagi, gak usah hiraukan dia!" tegas Keenan.
Sungguh malang nasib Fitri, seorang ayah dan seorang suami seharusnya menjadi sosok pria pelindung bagi wanita sepertinya. Namun, bukannya di limpahi banyak kasih sayang oleh mereka, Fitri malah menerima luka batin dan derita yang memilukan.
Fitri menengadahkan kepalanya ke atas berusaha agar air matanya tak menetes kembali, ia menarik nafas panjang dan membuangnya perlahan untuk mengatasi sesak di dadanya.
"Astaghfirullah ..." lirih Fitri pelan.
"Ya Allah, bukankah kisah wanita Sholehah seperti Asiyah sudah tercantum nyata dalam Al-Qur'an? bukankah kisah itu sebagai cerminan umat manusia? Lalu kenapa hamba masih bersedih hati dan tidak mengambil pelajaran. Ampunilah hamba Yaa Allah," ungkap Fitri dalam hati.
Tak mau berlarut dalam kesedihan, dengan gaun yang masih menjuntai ia berjalan mengikuti ke mana suaminya pergi hingga tak sengaja mereka bertemu petugas Wedding Organizer hotel.
"Pak Keenan dan Mba Fitri, selamat atas pernikahannya. Kami sudah menyiapkan kamar khusus untuk kedua pengantin mari ikut saya," ungkap petugas Wedding Organizer pria yang memakai kemaja hitam itu.
Indra yang merupakan ajudan Keenan berinisiatif sendiri mendorong kursi roda mengikuti petugas pria itu tanpa bertanya terlebih dahulu pada sang majikan.
"Indra ..." panggil Keenan berbisik, Keenan berniat memberi tahu Indra untuk mengurungkan niatnya dan pergi ke kamar semula yang sempat di tempatinya, namun sang ajudan tak mendengar dan terus mendorong mengikuti arahan petugas WO.
Sementara itu, Fitri berada di belakang Keenan yang sedari tadi kebingungan kemana ia harus melangkah memutuskan untuk mengikuti mereka.
Di buat kesal oleh ajudan ayahnya, Keenan menepuk kepalanya sendiri hingga tak bisa berkata apapun lagi.
"Heran saya, kenapa bisa nih orang super lemot jadi ajudan Papah," gerutu Keenan dalam hati.
Sampailah mereka di depan kamar VVIP yang kelihatannya sangat mewah dan luas, petugas itu mengantarkan mereka hingga depan pintu.
"Selamat berbulan madu Pak Keenan dan Mba Fitri, kalau begitu saya permisi," pamit petugas WO itu.
Petugas itu ternyata tak beranjak pergi namun menghampiri Indra terlebih dahulu. "Mas, ayo kita ngopi! jangan ganggu mereka," bisiknya.
"Ngopi? Siap ayo Mas," saut Indra berbisik pelan juga.
"Kenapa mereka?" tanya Fitri keheranan dalam hati.
Indra dan petugas itu diam-diam pergi meninggalkan Keenan dan Fitri yang tengah kebingungan berada di depan pintu.
"Loh Kok ajudannya Mas Keenan pergi? gimana ini ..." lirih Fitri dalam hati kembali.
Menunggu Indra yang tak kunjung mendorongnya masuk, Keenan kesal bukan kepalang ia pun berteriak, "Indra! cepet saya mau istrihat!"
"Mas Keenan, Pak Indra pergi sama petugas yang barusan," ucap Fitri menjelaskan apa adanya.
"Ya ampun, kurang ngajar!" teriak Keenan kesal.
Tangan Keenan meraba roda, ia memegang kedua roda tersebut dan berusaha mengayuhnya sendiri.
"Mas, biar aku bantu," ungkap Fitri setelah melihat Keenan kesulitan.
"Gak usah!" jawabnya dengan nada ketus.
Saat berusaha menarik paksa, salah satu roda itu tersangkut pada ujung pintu yang sudah terbuka sejak tadi hingga membuat Keenan semakin kesulitan.
"Sial!" gerutu Keenan.
"Ya Allah Mas, sejujurnya aku kasian liat kamu. Aku merasa bersalah, gara-gara kecerobohan Bapak ... Mas Keenan menjadi seperti ini," gumamnya dalam hati.
Di balik kesedihan yang mengisi penuh ruang dihatinya, ada sisi lain hati Fitri yang juga masih bisa terenyuh saat melihat kondisi Keenan.
Refleks, Fitri berjalan ke arah Keenan ia membungkukkan badannya. Menarik dengan kuat roda yang tersangkut hingga membuat posisi Keenam hampir saja jatuh. "Astaghfirullah, maaf Mas Keenan! tapi ini udah gak nyangkut Kok, aku bantu Mas dorong ke dalam ya," ungkap Fitri.
"Hati-hati dong! lagian saya gak nyuruh kamu," ungkap Keenan kesal.
Sebenarnya Keenan enggan menerima bantuan dari Fitri, tapi mau tak mau hanya Fitri lah yang bisa menolongnya Kini.
"Sudah cukup dengan semua penderitaan yang saya lalui, kenapa juga harus bersama dengan anak pembawa sial itu. Sherly, andai kamu masih tetap bersama saya ... mungkin saja hanya kamu yang menjadi kekuatan saya menghadapi penderitaan ini," gumam Keenan dalam hati.
Tak tau apa yang ada dalam pikiran Keenan, Fitri hanya berniat menjadi istri Sholehah dan memperlakukan Keenan dengan baik meskipun masih ada rasa terpaksa di hatinya.
Takut kejadian yang membahayakan Keenan terulang lagi, Fitri mendorongnya perlahan. Ia menutup pintu dengan tangan kirinya sementara tangan kanan tetap memegang bagian belakang kursi roda yang diduduki Keenan.
Tepat di depan pintu, tersedia rak sepatu minimalis berbahan kayu lengkap dengan sandal ganti berwarna putih yang terlihat sangat nyaman jika di bandingkan dengan sepatu haighils yang di kenakannya.
"Mas sebenar," ucap Fitri.
"Apaan lagi sih, gak kamu gak Indra lemotnya minta ampun!" gerutu Keenan.
Tak mau berdebat, Fitri mengganti sepatunya dengan sandal nyaman itu. Ujung matanya melihat kaki Keenan yang masih dengan sepatu hitam.
"Yaa, Allah apakah dia sudah halal aku sentuh," gumam Fitri dalam hati.
"Meskipun berat untuk aku, tapi biarlah diri ini terbiasa. Bagaimana pun juga dia suamiku dan aku tak mau melanggar kontrak yang bisa membuat bapak di penjara lagi," gumamnya kembali.
Fitri menenteng sendal putih di tangan kanannya, ia berjalan memutar hingga menghadap tepat di arah Keenan. Lagi-lagi matanya menatap wajah Keenan namun tak lama ia menundukkan kembali pandangannya.
Fitri membungkukkan badannya. "Mas saya bantu kamu buka sepatunya ya."
Tanpa menunggu respons Keenan, tangan mungil Fitri membuka sepatu beserta kaos kaki suaminya itu.
Hati yang berselimut kebencian, tak akan bisa melihat kebaikan sebesar apapun. Semua niat baik Fitri seolah luput dari kesan positif, Keenan hanya menilai itu adalah salah satu bentuk rencana jahat Fitri. "Dasar wanita bodoh! kamu pikir saya akan luluh dengan cara murahan kamu itu," gumam Keenan dalam hati.
Setelah memastikan kaki suaminya nyaman, Fitri berdiri kembali lalu mendorong kursi roda Keenan perlahan.
Beberapa langkah berjalan, Fitri di buat kagum dan salah Fokus hingga karena suasana kamar pengantin yang begitu nyata bak di film-film romantis.
Di sisi kanan dan kiri mereka berjejer rapi lilin-lilin kecil yang menyala terang, pajangan bunga mawar bertebaran mengisi hampir di setiap sudut kamar hotel, hingga yang paling membuat suasana hati Fitri seolah terpana ketika ia melihat bunga mawar berbentuk love terukir indah di atas kasur, belum lagi semerbak wangi parfum dan lampu yang redup membuatnya kagum.
Kondisi badan Keenan asih belum pulih, mudah baginya kelelahan apalagi setelah hampir beberapa jam uduk mematung di antara kerumunan para tamu membuat kantuknya tak dapat di tahan lagi. "Cepat saya mau istirahat! bantu saya berbaring!" teriak Keenan yang membuyarkan lamunan Fitri.
"Mas kita belum Sholat Isya, mau aku bantu kamu Sholat?" tanya Fitri.
"Gak usah! saya mau langsung tidur!" ungkap Keenan membuat Fitri tercengang.
"Ya Allah, seorang suami seharusnya bisa menjadi imam yang baik. Kenapa Mas Keenan begitu melalaikan kewajiban ibadah kepada-Mu," gumam Fitri dalam hati.
Tak heran Keenan begitu, sejak kecil ia tak pernah di ajarkan nilai-nilai agama. Sepeninggal ibunya dua puluh tiga tahun lalu, Erik sibuk mengajari Keenan berbisnis.
"Saya bilang cepat! kamu gak denger apa?" bentak Keenan lagi.
Tak menghiraukan apapun lagi, Fitri mematuhi suaminya ia memapah Keenan dari kursi roda hingga ke samping kiri kasur, namun ketika hendak membantu Keenan untuk berbaring Fitri tak kuat menahan bobot badan Keenan yang berisi itu hingga membuatnya kesulitan, momen tak terduga pun terjadi Fitri terjatuh ke lantai bersama Keenan hingga sebagian badan Fitri tertindih oleh Keenan dan wajah mereka begitu dekat.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments