Fitri terpana melihat ketampanan suaminya dari dekat, hidung mancung Keenan berada di atas pipi kiri Fitri.
"Saya bilang hati-hati! cepat bangunin saya!" teriak Keenan membuat Fitri kaget.
"Astaghfirullah, maafin aku Mas," sesal Fitri.
Fitri menarik ke belakang tangannya yang tertindih Keenan, ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengangkat Keenan ke atas kasur hingga posisi Keenan duduk bersandar, kelopak mawar yang indah berbentuk love itu seketika berantakan.
"Dasar gak berguna, buat apa saya bersedia menikahi kamu bahkan mengurus saya saja kamu tak becus!" gerutu Keenan.
"Maaf Mas ..." lirih Fitri.
Melihat nafas Keenan terengah-engah, Fitri menyadari dasi yang masih melekat di leher suaminya seharusnya ia lepas. "Mas, saya bantu kamu lepas dasinya ya," ungkap Fitri yang spontan mendekat dan berusaha membuka dasi Keenan.
Tak terima dengan niat baik Fitri, Keenan refleks mendorong Fitri. Matanya yang tak bisa melihat membuat ia tak menyadari Fitri terdorong ke sebelah Kiri kasur dimana ada lampu tidur dan meja kayu yang amat keras.
Dug
Kepala Fitri terbentur ke atas lampu tidur di atas meja.
"Aww!" teriaknya kesakitan.
Prak
Saking kencangnya lampu tidur itu terjatuh ke lantai.
"Astaghfirullah Mas Keenan ..." lirih Fitri yang merasa kepalanya pusing hingga duduk terkulai.
Tangis nya pecah namun tak bersuara hanya tetesan air mata yang mengalir di pipinya hingga membasahi gaun pengantin yang masih membalut tubuh kecilnya, bagaimana bisa Fitri menanggung semua penderitaan tepat di malam pertama pernikahannya.
Fitri hanya bisa berbicara dalam hati, kekesalan bahkan mungkin kemarahan tak berani ia lontarkan di hadapan Keenan. Penyembuh luka batinnya tiada lain adalah dirinya sendiri dan pastinya sang Maha Kuasa.
"Astaghfirullah, Ya Allah ... apakah semua laki-laki di dunia ini seperti bapak? mengapa Mas Keenan juga bersikap kasar pada hamba ..." gumam Fitri dalam hati.
Bukannya merasa bersalah, namun Keenan malah melontarkan kata-kata yang menyakitkan. "Cukup ya, saya bilang kamu jangan pernah macam-macam! saya gak Sudi di sentuh wanita seperti kamu! kamu, keluarga kamu terutama pria brengsek itu adalah orang-orang pembawa sial dalam hidup saya!" ungkapnya dengan nada tinggi.
Amarah Keenan tak terkendali, unek-uneknya pada Jejen yang dia pendam selama beberapa hari ini ia utarakan pada Fitri. Seolah-olah Fitri adalah pelampiasan dendam Keenan.
"Kamu tau betapa menyedihkannya saya? bukan saja cacat fisik yang saya derita tapi juga saya kehilangan wanita yang sangat saya cintai selama enam tahun ini, bahkan yang membuat saya semakin muak adalah kehadiran kamu dalam hidup saya, dasar wanita yang tak tau malu!" ungkap Keenan yang semakin tak berperasaan.
Deg
Badan Fitri begitu lemas dan air mata terus membasahi wajah yang masih di poles make up hingga matanya menjadi sembab, mahkota yang menghiasi kepalanya berubah tak karuan. Fitri sudah tak memperdulikan lagi penampilannya, kata-kata Keenan semakin menyakiti hati lembutnya.
"Pergi kamu!" teriak Keenan.
Bagi Fitri perlakuan suaminya ini sangat keterlaluan. Merasa dirinya memang tidak di harapkan ia meraih meja di sampingnya untuk berdiri, tak mempedulikan kondisinya yang saat ini pusing berat Fitri pergi tanpa mengucapkan apapun.
Suasana romantis yang di siapkan pihak hotel seketika suram di mata Fitri, ia tak tau tujuannya akan kemana lagi. Rumah yang seharusnya jadi tempat perlindungan justru seperti penjara neraka jika Jejen berulah padanya.
"Ibu!" teriak Fitri yang kini menangis tersedu-sedu di depan pintu kamar.
Merasa jauh lebih tenang, kini Fitri tau kemana kakinya harus melangkah. Ia ingat betul belum melaksanakan Sholat Isya.
Melihat dua orang pegawai hotel, Fitri mengusap air mata di pipinya namun matanya yang terlihat membengkak tak dapat di tutupi lagi.
Beruntung yang di temui Fitri adalah pegawai pria, entah apa jadinya jika pegawai wanita mungkin saja Fitri akan menjadi bahan gunjingan mereka lagi.
"Pak," sapa Fitri pada dua pegawai hotel itu.
"Iya kenapa Mba?" tanya pegawai itu ramah.
"Mushola di sebelah mana ya? tadi saya kesana dari arah kamar rias, tapi saya lupa kalau jalan dari sini," tanyanya kebingungan.
Salah satu pegawai itu menjelaskan dengan detail letak mushola yang masih dari lantai yang sama.
...****************...
Tempat pertama yang ia tuju di mushola adalah toilet, mahkota yang berat juga jilbab panjang itu ia lepas. Tangannya memutar keran hingga air jernih memancar, ia berwudhu dengan tertib.
Tak ada satu orang pun dalam mushola, wajar saja waktu sudah hampir larut malam.
Fitri mengambil mukena yang tergantung, tak memikirkan apapun lagi dengan khusyu ia melaksanakan sholat isya, Dalam sujud terakhirnya tak sadar air matanya menetes.
Fitri menoleh ke kanan dan ke kiri "Assalamu'alaikum Warahmatullah."
"Astaghfirullah Al-adzim ..."
"Ya Allah ... Tuhan yang Maha penyayang berilah hamba jalan terbaik kedepannya, jika harus tetap bersama Mas Keenan sentuhlah hatinya untuk menjadi manusia yang lebih baik dan berilah hamba kesabaran dalam menghadapinya namun jika malam ini memang harus pergi berilah hamba serta keluarga hamba jalan keluar untuk masalah yang menjerat kami ini Ya Allah."
Basuhan air wudhu dan empat rakaat Sholat isya mampu menenangkan Fitri kembali, belum lagi dzikir dan do'a yang ia lantunkan membuatnya semakin tentram dan berpasrah diri pada kehendak sang pencipta.
"Aku harus kemana? apa malam ini aku tidur di mushola ini aja?" tanya Fitri dalam hati.
Selesai menunaikan sholat isya, Fitri membaringkan tubuhnya di atas sejadah perlahan matanya tertutup. Namun tiba-tiba suara keributan di luar terdengar samar-samar hingga mengganggu tidurnya.
Tak menghiraukan suara itu, Fitri berusaha tertidur kembali berharap tidurnya malam ini pulas dan esok hari bisa melupakan rasa sakit yang ia alami.
Blug Blug Blug
Suara orang berjalan terdengar sangat kencang, semakin kesini suara itu semakin kencang.
Mata Fitri terbuka kembali, ia berusaha merubah badannya ke posisi yang paling nyaman namun tiba-tiba Fitri kaget hingga berteriak. "Astaghfirullah!"
Fitri masih kaget, ia bertanya-tanya mengapa seorang pria bisa masuk ke mushola wanita. Bukan saja kaget tapi kini Fitri begitu ketakutan.
"Siapa kamu?" tanya Fitri ketakutan saat melihat pria berpakaian serba hitam berdiri semakin dekat di depannya.
Pria itu tak langsung menjawab ia terengah-engah kecapean.
Beberapa detik kemudian pria itu berbicara.
"Pak Indra?" tanya Fitri yang baru saja menyadari ternyata pria itu adalah ajudan Keenan.
"Ada apa Pak?" tanya Fitri heran.
"I ... itu Mba ..."
Memperhatikan gelagat Indra yang sangat aneh, Fitri kembali bertanya, "Apa Pak?"
"Aduh gimana yah ngomongnya, itu Mba ... saya tadi ketiduran udah ngopi sama si Mas WO, pas saya mau balik takutnya Pak Keenan butuh saya Kamarnya kebakaran banyak asap yang keluar, tapi pintunya terkunci dari dalam," jelas Indra.
Seketika Fitri panik. "Astaghfirullah, yang benar Pak? kenapa bisa begitu?"
"Ya saya gak tau," jawab Indra singkat.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments