Bab 2- Putri Bahan Negosiasi

Melihat kedatangan polisi seketika Lilis dan Fitri panik, trauma masa lalu mereka seperti terulang kembali, luka lama seakan di korek lagi.

"Eleuh eleuh, gawat pisan ini mah," gumam Jejen dalam hati.

"Kami dari kepolisian, kedatangan kami kesini untuk membawa Bapak Jejen atas laporan tabrak lari, silahkan di terima surat penangkapannya." Polisi itu memberikan sebuah surat yang di bungkus amplop panjang berwarna putih.

"Astaghfirullah bapak ...." lirih sang istri.

"Siapa yang bapak saya tabrak Pak? bagaimana keadaannya sekarang?"

"Bapak Jejen menabrak seorang pria, korban sedang menyebrang jalan namun tiba-tiba angkot Bapak Jejen berjalan ugal-ugalan dan menabrak korban."

"Korban berasal dari Jakarta, ia ke Bandung untuk memantau persiapan pernikahannya Mba."

"Kondisinya saat ini kritis." Jelas Polisi.

Fitri tak menyangka Jejen akan segegabah itu.

"Ya Allah ... cobaan apa lagi ini," ungkap Lilis pelan.

Melihat Ibunya tampak syok, Fitri berusaha menenangkan dengan memeluk erat Lilis. "Sabar ya bu."

Kedua polisi itu dengan tegas berkata, "Maka dari itu kami mohon bapak Jejen ikut kami ke kantor untuk di mintai keterangan!"

Jejen berusaha mengelabuhi mereka, ia tersenyum lebar pada dua polisi itu perlahan kakinya melangkah mundur, ia berbalik arah dan melakukan aba-aba untuk lari secepat mungkin.

"Berhenti!" teriak polisi itu dengan tegas.

Dor

Tembakan peringatan di luncurkan ke udara.

Fitri dan Lilis kaget bukan main, bahkan anak-anak berhamburan keluar Majlis.

"Astaghfirullah Neng!" teriak Lilis ketakutan, lalu ia memeluk erat sang putri.

Tak menghiraukan peringatan polisi Jejen bersikeras untuk kabur ke arah pintu belakang, ia berusaha menghindari kejaran dua polisi tersebut.

Bukan polisi namanya jika tak bisa lebih cepat apalagi kondisi Jejen yang masih berada di bawah kendali minuman keras, akhirnya mereka dengan sigap menangkap Jejen.

"Aish, sial!" teriaknya.

"Pak, bukan saya pelakunya!" ucap Jejen berusaha menyangkal.

Tak menghiraukan pembelaan Jejen polisi itu menyeret paksa Jejen ke dalam mobil dinas mereka yang terparkir di depan rumah Fitri.

Anak kecil dan sebagian warga yang kebetulan melintas bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi pada Jejen, hingga gosip negatif tentang keluarga Fitri dengan mudahnya menyebar ke seluruh warga kampung.

"Neng gimana atuh ini teh Bapak dibawa polisi lagi," ungkap Lilis sambil menangis tersedu-sedu.

"Kita pasrahkan saja pada Allah Bu, kita do'ain bapak ... mudah-mudahan orang yang di tabrak bapak baik-baik aja dan semoga bapak di maafin sama mereka Bu." Fitri mengusap lembut tangan Lilis.

"Kita masuk ya Bu." Fitri memapah Lilis menuju kamar adiknya yang sedang terbaring lemah karena penyakit langka yang di derita.

"Allahu Akbar Allahu Akbar"

Adzan Isya berkumandang.

Setelah memastikan Lilis aman, Fitri menghampiri anak-anak yang sebagian masih berada di halaman rumahnya. Mereka masuk ke dalam Majlis Ta'lim untuk melaksanakan Sholat Isya.

Sembari mendengarkan Adzan Fitri bergumam dalam hatinya. "Ya Allah, disaat waktu mustajab ini. Hamba memohon pada Engkau, berilah hamba dan Ibu ketabahan dan kesabaran yang tiada batas, semoga orang itu cepat sadar dan pulih seperti semula."

...****************...

Tak terasa tiga hari telah berlalu, Keenan masih menjalani masa kritis nya. Dokter yang menanganinya pun mengatakan peluang Keenan untuk hidup sangat sedikit, namun seketika Allah menunjukkan kuasa-Nya.

Jari tangan Keenan bergerak meskipun terasa sangat kaku, matanya perlahan terbuka, kesadarannya berangsur-angsur pulih.

Namun pendengarannya masih tak terlalu jelas, situasi yang di rasakannya pun terasa sangat asing.

Ingatannya seolah berputar kembali mengingat kejadian mengerikan yang menimpanya.

"Apa saya sudah mati ... dimana ini? kenapa gelap sekali?" gumamnya pelan.

Sayup-sayup mendengar suara orang berbicara, Sherly dan orang tua Keenan yang tengah duduk di sofa seketika berdiri dan menengok ke arah Keenan.

Juwita dan Erik tiba di Bandung tepat setelah menerima kabar dari Sherly tiga hari yang lalu.

"Pah, Mah. Keenan bangun," ucap Sherly yang masih tak percaya.

Sherly menghampiri Keenan untuk memastikan, tampak senyuman bahagia di wajah Sherly setelah melihat dengan jelas mata sipit Keenan terbuka. Namun sayang, ketampanan Keenan tak terlihat utuh karena oksigen menutup hampir separuh wajahnya.

"Sherly panggil dokter dulu ya," ucap Sherly.

Saking senangnya Sherly hendak berlari menemui dokter, namun langkahnya terhenti saat Keenan memanggilnya.

"Sherly ..." panggil Keenan pelan.

Mata dan mulut Juwita terbuka lebar setelah melihat Keenan bangun kembali bahkan masih bisa berbicara normal, Ia seolah tak percaya ada keajaiban nyata di dunia ini.

"Biar Mamah aja yang panggil dokter kamu temenin Keenan aja sama Papah!" seru Juwita.

Sherly pun menghampiri Keenan kembali, ia memegang erat tangan tunangannya.

"Aku disini Keenan, kamu bisa denger aku kan?" tanya Sherly khawatir.

"Papah juga disini Nak," saut Erik yang kini berada di samping kiri Keenan.

"Syukur lah akhirnya kamu bangun juga Keenan, Papah udah khawatir banget sama kamu," ungkap Erik sembari mengelus rambut hitam Keenan.

"Kenapa saya gak bisa liat kalian?" tanya Keenan pelan.

Sherly dan Erik mengerutkan dahi, tak mendengar apa yang di maksud Keenan. Wajar saja, suaranya lemah dan mulutnya tertutup oksigen.

"Kenapa Keenan? kita gak bisa denger kamu," ungkap Sheryl kebingungan.

Keenan mulai berbicara kembali dengan pelafalan yang lebih jelas.

"Saya gak bisa liat kamu dan Papah, kenapa ini gelap sekali?"

"Apa?" tanya Erik kaget.

Senyuman di wajah Sherly tak terlihat lagi, ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan berharap mata Keenan baik-baik saja dan tidak terjadi hal buruk yang akan menimpa calon suaminya itu.

Singkat cerita, dokter datang dan memeriksa Keenan secara menyeluruh. Setelah berjam-jam menunggu dokter menghampiri mereka dan memberikan dokumen hasil pemeriksaan.

Dengan seksama mereka membaca dokumen itu, namun banyak istilah medis yang mereka tak mengerti.

"Dok, mohon maaf kita gak terlalu familiar dengan bahasa seperti ini. Bisa Dokter simpulkan apa yang sebenarnya terjadi pada Keenan?" tanya Erik penasaran.

"Jadi begini Pak, Bu. Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara dapat di simpulkan bahwa mata pasien mengalami kebutaan, hal itu diakibatkan karena benturan keras yang mengenai saraf matanya. Dan satu lagi perlu saya sampaikan bahwa pasien juga mengalami kelumpuhan, kaki kanannya tak bisa berfungsi normal seperti biasa," ungkap dokter berkacamata itu menjelaskan.

Deg

Seketika mereka bertiga tak bisa berkata-kata, terlintas di pikiran Erik betapa bahayanya jika Keenan yang merupakan CEO penerus perusahaan terbesarnya harus mengalami hal mengerikan itu.

Bukan hanya Erik, pikiran Sherly semakin kacau kala mendengar penjelasan dokter. Bagaimana bisa calon suaminya yang bisa di bilang sempurna dalam hal apapun, hanya dalam sekejap saja menjadi buta dan lumpuh.

"Apa mungkin anak saya bisa sembuh kembali Dok?" tanya Erik penuh harap.

"Kami ragu Pak, selain itu rumah sakit kami kekurangan alat untuk pemeriksaan lebih lanjut. Kami sarankan untuk membawa pasien ke Rumah sakit yang lebih besar setelah pasien membaik."

"Saya permisi Pak." Dokter itu pamit meninggalkan mereka bertiga yang syok berat setelah menerima kenyataan pahit yang menimpa Keenan.

"Pah, Mah," panggil Sherly dengan tatapan yang mulai kosong.

"Kenapa sayang?" saut Juwita.

Sherly terdiam lama, ia ingin mengucapkan hal penting yang sudah ada dalam pikiran namun mulutnya seolah terkunci rapat, sulit sekali baginya untuk berbicara.

Melihat Sherly yang terus mematung, Erik pun penasaran. "Kenapa Sher?"

"A ... aku mau membatalkan pernikahan ini Pah, Mah!" ungkap Sherly dengan suara bergetar.

"Apa? Sherly ... Papah tau kamu syok. Tapi jangan cepat-cepat mengambil keputusan, tenangkan dulu diri kamu Nak!" saru Erik.

"Iya sayang, kamu tau sendiri kan Keenan sangat mencintai kamu," saut Juwita.

"Kamu juga tau, kalau beberapa hari lagi kalian menikah. Undangan sudah di sebar luaskan bahkan sampai ke kolega bisnis Keenan. Papah mohon kamu pikirkan lagi!"

Sherly menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan nya perlahan.

"Pah, Mah. Kalian juga harus tau kalau aku seorang pengacara, kalau aku tetap melanjutkan pernikahan ini aku harus jadi istri setia yang standby di rumah untuk mengurus Keenan? mengurus dia yang bahkan sulit untuk melihat dan berjalan. Kapan waktu aku kerja? aku ini wanita karir, aku mohon kalian juga mengerti!" ungkap Sherly yang tampak lebih berani.

Mendengar ungkapan Sherly, mereka berdua tercengang. Pasalnya bukan waktu yang sebentar mereka telah bersama, tepatnya sejak mereka kuliah enam tahun lalu.

"Papah heran, bagaimana bisa seketika cinta kamu berubah setelah tau Keenan buta dan lumpuh seperti itu!" ungkap Erik yang mulai kesal.

"Ini bukan soal cinta Pah, tapi ini demi kebaikan hidup aku. Biar aku yang jelasin nanti ke orang tua aku, aku permisi Pah, Mah." Tanpa berpikir lagi Sherly pergi meninggalkan mereka.

Biasanya cinta dapat mengalahkan keadaan seburuk apapun, tapi tidak berlaku bagi Sherly ia selalu berpikir realistis dalam segala hal. Termasuk untuk meninggalkan cintanya selama ini demi kehidupan yang sempurna versinya.

Mereka berusaha membujuk Sherly agar tidak pergi, namun Sherly tak bisa di hentikan.

"Gimana ini Pah, gimana nasib pernikahan Keenan," ucap Juwita yang seolah panik.

"Kamu jangan bilang Keenan dulu mah, Papah takut dia semakin drop," jawabnya.

"Kita ke kantor polisi Mah, kita temui pelaku yang menabrak Keenan!" seru Erik lagi.

...****************...

"Anda pria brengsek yang menabrak anak saya?" tanya Erik dengan nada tinggi.

"Tenang Pah, ini kantor polisi." Juwita mengingatkan.

"Apa anda tau, perbuatan anda itu menghancurkan hidup anak saya. Kini dia buta dan lumpuh bahkan beberapa hari sebelum pernikahan calon istrinya pergi meninggalkan dia, puas anda!"

Juwita mencubit pinggang suaminya, berharap dia berbicara lebih pelan.

Bukannya merasa bersalah, untuk lepas dari jerat hukum Jejen mulai mengambil kesempatan, siasat busuknya kambuh kembali.

"Kang, Teh. Saya minta maaf! saya benar-benar tidak sengaja atuh, sebagai permohonan maaf saya teh bersedia menyerahkan anak perempuan saya untuk menikah dengan anak kalian," ungkap Jejen dengan nada bicara khasnya.

Bersambung...

Episodes
1 BAB 1- Pelampiasan Kepanikan
2 Bab 2- Putri Bahan Negosiasi
3 BAB 3- Goresan Tinta Pembawa Takdir
4 BAB 4- Teriakan Kekecewaan
5 BAB 5- Pandangan Negatif Mereka
6 BAB 6- Terikat Nyata
7 BAB 7- Tradisi Yang Menegangkan Bagi Mereka
8 BAB 8- Senyuman untuk bayangan Mantan
9 BAB 9- Kamar Pengantin
10 BAB 10-Kejutan Memilukan Di Malam Pertama
11 BAB 11- Ternyata Hanya Menutup Mata
12 BAB 12- Hati Yang Tulus Dan Dendam Yang Masih Membara
13 BAB 13- Memilih Ridho Suami
14 BAB 14- Foto Prewedding
15 BAB 15- Paket Misterius
16 BAB 16- Emoticon Love
17 BAB 17- Satu Pergi Tiga lainnya Datang
18 BAB 18- Sambutan Sang Mertua
19 BAB 19- Singgah Ke Firma Hukum
20 BAB 20- Berangsur-angsur menyadari Ketulusan
21 BAB 21- Niat Yang Masih Keliru
22 BAB 22- Pelukan Hangat Keenan
23 BAB 23- Diantara Dua Do'a
24 BAB 24- Tak Bisa Tidur
25 BAB 25- Mengorek Kehidupan Dan Isi Hati Fitri
26 BAB 26- Mulai Menunjukan Taring
27 BAB 27- Kekhawatiran yang terus menghantui
28 BAB 28- Cara Memastikan Sebuah Rasa
29 BAB 29- Seolah Tak Terjadi Apa-apa
30 BAB 30- Kepanikan Keenan
31 BAB 31- Gara-gara Nasi Goreng
32 BAB 32- Salah Sasaran
33 BAB 33- Ucapan Yang Tak Selesai
34 BAB 34- Perhatian Keenan Yang Coba Di Tutupi
35 Bab 35- Mulai Memudar
36 BAB 36- Senyum Itu Ibadah
37 BAB 37- Kenangan Nasi Liwet
38 BAB 38- Bukan Lagi Ke Firma Hukum
39 BAB 39- Kebetulan Yang Tidak Terduga
40 BAB 40- Sulitnya Berbicara
41 BAB 41- Mencoba Untuk Pulang
42 BAB 42- Suara Hati Keenan
Episodes

Updated 42 Episodes

1
BAB 1- Pelampiasan Kepanikan
2
Bab 2- Putri Bahan Negosiasi
3
BAB 3- Goresan Tinta Pembawa Takdir
4
BAB 4- Teriakan Kekecewaan
5
BAB 5- Pandangan Negatif Mereka
6
BAB 6- Terikat Nyata
7
BAB 7- Tradisi Yang Menegangkan Bagi Mereka
8
BAB 8- Senyuman untuk bayangan Mantan
9
BAB 9- Kamar Pengantin
10
BAB 10-Kejutan Memilukan Di Malam Pertama
11
BAB 11- Ternyata Hanya Menutup Mata
12
BAB 12- Hati Yang Tulus Dan Dendam Yang Masih Membara
13
BAB 13- Memilih Ridho Suami
14
BAB 14- Foto Prewedding
15
BAB 15- Paket Misterius
16
BAB 16- Emoticon Love
17
BAB 17- Satu Pergi Tiga lainnya Datang
18
BAB 18- Sambutan Sang Mertua
19
BAB 19- Singgah Ke Firma Hukum
20
BAB 20- Berangsur-angsur menyadari Ketulusan
21
BAB 21- Niat Yang Masih Keliru
22
BAB 22- Pelukan Hangat Keenan
23
BAB 23- Diantara Dua Do'a
24
BAB 24- Tak Bisa Tidur
25
BAB 25- Mengorek Kehidupan Dan Isi Hati Fitri
26
BAB 26- Mulai Menunjukan Taring
27
BAB 27- Kekhawatiran yang terus menghantui
28
BAB 28- Cara Memastikan Sebuah Rasa
29
BAB 29- Seolah Tak Terjadi Apa-apa
30
BAB 30- Kepanikan Keenan
31
BAB 31- Gara-gara Nasi Goreng
32
BAB 32- Salah Sasaran
33
BAB 33- Ucapan Yang Tak Selesai
34
BAB 34- Perhatian Keenan Yang Coba Di Tutupi
35
Bab 35- Mulai Memudar
36
BAB 36- Senyum Itu Ibadah
37
BAB 37- Kenangan Nasi Liwet
38
BAB 38- Bukan Lagi Ke Firma Hukum
39
BAB 39- Kebetulan Yang Tidak Terduga
40
BAB 40- Sulitnya Berbicara
41
BAB 41- Mencoba Untuk Pulang
42
BAB 42- Suara Hati Keenan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!