BAB 5- Pandangan Negatif Mereka

Semenjak kedatangan Erik dan Juwita ke rumah, Fitri dan keluarganya belum menerima informasi lebih lanjut bahkan di dalam kontrak pun tidak di cantumkan waktu tepat pernikahan akan di laksanakan, untuk itu tak heran jika saat ini perasaannya sangat kaget.

"Ya Allah, jika boleh hamba-Mu ini mengeluh ... pernikahan macam apa ini? mengapa mereka begitu seenaknya memberitahu waktu pernikahan begitu mendadak," ungkapnya dalam hati.

Seperti kebanyakan wanita muslim lainnya, tak bisa di bohongi hati kecil Fitri ingin menikah dengan laki-laki yang memiliki tujuan yang sama yaitu bersama-sama menggapai Ridho-Nya, namun kini impian Fitri seolah sirna ia tak menyangka harus melewati ujian seberat ini.

"Tapi Ya Allah, hamba yakin ... semua kejadian ini atas izin-Mu, pasti ada hikmah di balik ini semua, kuatkan hamba Ya Allah." lanjut Fitri dalam hati.

Melihat Fitri yang terus termenung, salah satu ajudan Erik berbicara. "Mba di mohon cepat! kita di kejar waktu, kita masih punya waktu beberapa jam sebelum akad dan resepsi di mulai," jelas sang ajudan.

Lamunan Fitri seketika buyar. "Pak, saya ganti baju dulu sekalian panggil orang tua saya," ungkap Fitri yang memang masih memakai seragam batik guru Madrasah Diniyah berwarna coklat.

"Silahkan Mba!" mereka menunggu sambil berdiri di depan pintu.

Fitri bergegas menuju kamar orang tuanya, ia melihat Jejen sedang tertidur pulas sedangkan Lilis sedang menyuapi makan anak bungsunya yang selalu terbaring di tempat tidur.

"Assalamu'alaikum, Bu!" panggil Fitri pelan.

"Wa'alaikumsallam, Eh neng udah pulang," sambut Lilis.

Fitri menghampiri Lilis lalu mencium tangannya, itulah kebiasaan Fitri jika hendak pergi atau pulang mengajar.

"Neng, ari kamu teh kenapa?" tanya Lilis yang heran melihat Fitri pucat dan gelagatnya panik.

Dengan suara yang terkadang terbata-bata Fitri memberitahu Lilis tujuan kedatangan tiga ajudan Erik, mendengar hal itu sebagai seorang ibu perasaan Lilis begitu hancur.

"Astaghfirullah kenapa mereka teh meni begitu, pernikahan apaan ini teh Neng meni mendadak bahkan mereka teh teu pengertian, kita teh kan punya tetangga kamu ge punya temen punya pimpinan di sekolah masa kita tidak menghargai mereka. Kita harus ngomong apa ke mereka kalau mereka nanya kamu kemana nantinya," keluh Lilis.

Meskipun mereka tau bahwa pernikahan Fitri adalah pernikahan kontrak yang tak biasa, namun setidaknya mereka di beri aba-aba beberapa hari sebelum melangsungkan pernikahan agar mereka bisa memberitahu keluarga, tetangga dan rekan-rekan Fitri di sekolah.

Tok tok tok

Suara pintu terdengar kembali.

"Mba Fitri di mohon cepat!" desak pria tadi dari luar.

"Yaudah Bu, dari pada Bapak kena masalah lagi. Udah kita ikutin mau mereka aja ..." lirih Fitri.

Tak mau ibunya panik, Fitri berusaha menenangkan dan meyakinkan Lilis meskipun sebenarnya hati Fitri juga jauh dari kata yakin.

Berselang beberapa menit, Lilis membangunkan Jejen untuk ikut mendampingi Fitri. Lilis berencana menitipkan anaknya ke salah satu tetangga.

Sekitar sepuluh menit bersiap-siap mereka pergi bersama dengan ketiga pria ajudan tadi.

Sejak masuk ke dalam mobil Jejen melirik kesana kemari sambil memegang bagian mobil satu persatu. "Eleuh eleuh Kang, ini teh mobil meni bagus pisan atuh. Pasti mahal, berapa atuh harganya teh kang?" tanya Jejen iseng.

Para ajudan yang duduk di depan hanya tersenyum sinis.

"Aish, meni judes si Akang mah!" gerutu Jejen.

"Udah Pak, jangan bicara wae atuh," saut Lilis.

Mata Lilis selalu tertuju pada putri kesayangannya, hatinya begitu ingin menjerit.

Sementara itu selama dalam perjalanan, Fitri hanya menoleh ke arah jendela tatapannya begitu kosong dan tubuhnya begitu letih hingga bersandar pada jok mobil yang empuk.

...****************...

Menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit, mobil yang mereka tumpangi berhenti di parkiran hotel bintang lima yang gedungnya menjulang tinggi.

"Saya akan mengantarkan kalian ke tempat rias, mari ikut saya!" ucap salah satu ajudan.

"Siap kang hayu!" saut Jejen yang suasana hatinya begitu gembira.

Mereka berjalan mengikuti pria berjas hitam itu ke arah lift dengan tujuan lantai tujuh belas.

Kedua tangan Fitri meraih tangan kanan Lilis, ia memegangnya dengan sangat erat. Mereka berdua tak saling bicara, sibuk dengan pikirannya yang kacau dan hati yang hancur.

Sesekali air mata Fitri menetes hingga terjatuh ke lantai. "Bismillahirrahmanirrahim.. Ya Allah hamba serahkan semuanya pada-Mu Tuhan yang maha bijaksana," lirihnya dalam hati.

Ting

Pintu Lift terbuka, mereka berjalan keluar.

Tak membutuhkan waktu untuk berjalan lebih jauh lagi, setelah menyusuri lorong hotel mereka tiba di ruangan yang luas.

Mata mereka terpukau saat melihat gaun-gaun mewah yang sudah tertata rapi di atas gantungan lengkap dengan setelah jas beserta dasi yang bervariasi, berbagai macam sepatu hak tinggi dengan model dan warna yang berbeda berjejer di atas rak yang besar.

Beberapa pegawai dengan seragam yang serupa menghampiri mereka dengan ramah. "Ini keluarganya mempelai wanita?" tanya salah satu pegawai wanita berbadan kecil.

"Iya, saya teh Bapaknya!" saut Jejen dengan nada sombong.

"Dimana Mba Sherly nya? belum datang?" tanya pegawai lain yang berambut kecil sambil terus melirik ke arah belakang.

Salah satu pegawai yang berbadan kecil tadi menginjak kaki rekannya itu.

"Aww! kamu kenapa nginjak kaki saya?" teriak pegawai yang berambut pendek itu.

"Aduh saya lupa ngasih tau dia lagi, kalau pengantinnya perempuan ganti. Gak peka banget sih padahal kan gaunnya udah di ganti versi jilbab," gerutu pegawai berbadan kecil dalam hati.

"Sherly, siapa itu? apa mungkin calon pengantin wanita yang sesungguhnya? tanya Fitri dalam hati.

Mendengar ocehan itu, sang ajudan yang tadinya berdiri di luar ruangan dalam sekejap langsung menghampiri mereka.

"Sudah jangan banyak tanya, kita bekerja untuk keluarga Pak Erik. Ini pengantin wanitanya, silahkan rias saja dia!" tegas ajudan itu sambil menunjuk ke arah Fitri.

"Jangan lupa orang tuanya juga," lanjutnya lagi.

Pegawai itu mengangguk seolah mengerti, sementara sang ajudan beranjak pergi lagi.

Salah satu pegawai memberikan arahan kepada mereka. "Silahkan Bapak dan Ibu ikut teman saya yang itu, untuk pengantin wanita silahkan ikut saya ke sebelah sana," ucapnya sambil menunjuk salah satu kursi dan meja rias di sebelah pojok ruangan.

Lilis yang sudah duduk di kursi yang lain terus menatap putrinya sambil bergumam dalam hatinya. "Neng, maafin ibu Nak."

Khawatir tak bisa berwudhu nantinya meskipun waktu magrib masih sekitar dua jam lagi, Fitri memutuskan untuk pergi ke toilet. "Mba, saya permisi ke toilet sebentar ya."

"Silahkan Mba, setelah keluar dari ruangan ini Mba belok kiri saja lurus nanti ada toilet di situ," jelas pegawai tersebut.

"Makasih banyak," jawab Fitri ramah.

Sesampainya di sana Fitri berniat buang air kecil terlebih dahulu, ia masuk ke salah satu pintu toilet. Dari dalam toilet yang tak kedap suara itu ia mendengar jelas obrolan dua karyawan wanita lain yang sedang mencuci tangan.

"Eh ... Eh ... kamu tau gak ternyata pengantin wanita pak Keenan itu ganti orang loh, hebat ya dia bisa gitu," ungkap karyawan.

"Kamu kemana aja? aku udah tau dari kemarin cuman kita gak di kasih tau apa alasannya, kamu sih gak masuk Kita semua sibuk ganti semua keperluan pengantin wanita termasuk gaunnya, tapi kalau di pikir-pikir pak Keenan lebih cocok sama Mba Sherly tau," saut satu karyawan lainnya.

"Ya iyah lah, secara dia keliatannya lebih serasi aja gitu. Kamu liat aja tadi calon istrinya yang baru walaupun ya wajahnya emang cantik sih tapi penampilan gak bisa ditutupi, kayanya yang ini bukan dari keluarga berada ya."

"Aduh ... heran aku, kenapa pak Keenan mau padahal Mba Sherly terlihat seperti sosok wanita sempurna."

Mereka bergosip tak memandang tempat, mereka tak tau bahwa sedari tadi orang yang mereka bicarakan berada di ruangan yang sama namun di balik pintu yang berbeda.

Air keran mengalir sedari tadi, Fitri terus melamun sambil berderai air mata saking tak menyangka beberapa pegawai ramah yang ia temui tadi ternyata di belakang berani mengunjingnya.

"Mereka saja berpikir seperti itu, bagaimana dengan suamiku kelak?" gumamnya dalam hati.

Tak menghiraukan ucapannya mereka lagi, Fitri membuka kerudung panjangnya lalu membasuhkan air dan mulai berwudhu seketika hatinya mulai tenang kembali. Tak lama setelah itu Fitri kembali bersiap untuk di rias.

"Mba, jangan terlalu tebal ya. Natural saja," ungkap Fitri pada wanita yang akan merias wajahnya.

...****************...

Beberapa jam telah berlalu, adzan magrib pun berkumandang. Fitri menunaikan Sholat. Di akhir Sholatnya ia mengangkat kedua tangannya dan melantunkan do'a kepada sang pencipta. "Ya Allah, seandainya pria itu memang di takdirkan Engkau untuk menjadi suami hamba ... bimbinglah ia agar bisa menjadi suami yang baik terlepas dari apapun tujuannya menikahi hamba. Berilah hamba Mu yang tak berdaya ini kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi semua ini," ungkapnya pelan dengan mata yang berkaca-kaca.

Detik-detik pernikahan Fitri dan Keenan akan segera dilangsungkan, sejak tadi Erik dan Juwita menemani Keenan yang sudah berada di hotel yang sama dengan Fitri namun dengan ruangan yang berbeda. Keenan kini sudah bersiap, sayangnya kegagahan tubuhnya dan ketampanan wajahnya seakan tertutupi oleh kondisinya yang hanya bisa duduk tak berdaya di kursi roda.

Tok tok tok

Suara pintu ruangan itu bergema.

"Masuk!" teriak Erik.

Erik sudah menduga orang yang datang itu siapa, dan benar saja ajudan yang menjemput Fitri telah kembali.

"Pak" sapa sang ajudan.

"Kenapa? ada masalah?" tanya Erik.

Sang ajudan menggelengkan kepalanya. "Tidak Pak, saya cuma mau ngasih tau kalau semuanya sudah siap. Sebelum tamu berdatangan alangkah lebih baiknya jika kita semuanya standby di tempat, penghulunya sudah tiba itu artinya akad akan pernikahan segara di laksanakan," ucap ajudan itu mengingatkan.

"Oke, kita ke sana sekarang. Ayo Mah! Kamu dorong kursi roda Keenan!" seru Erik.

"Iya Pah," jawab Juwita spontan.

Keenan masih tak bergeming, semenjak saat ia Keenan berubah drastis. Lebih banyak diam dan melamun, sosok Sherly tak pernah satu detik pun hilang dari pikiran Keenan.

"Sherly, saya sengaja memilih )ota Bandung sebagai tempat pernikahan kita karena kami sangat menyukai Kota ini, saya sengaja mengadakan pesta pernikahan kita malam hari karena itulah impian kamu. Sherly harusnya malam ini kamu yang menunggu saya datang untuk menikahi kamu," gumam keenan dalam hati.

Bersambung...

Episodes
1 BAB 1- Pelampiasan Kepanikan
2 Bab 2- Putri Bahan Negosiasi
3 BAB 3- Goresan Tinta Pembawa Takdir
4 BAB 4- Teriakan Kekecewaan
5 BAB 5- Pandangan Negatif Mereka
6 BAB 6- Terikat Nyata
7 BAB 7- Tradisi Yang Menegangkan Bagi Mereka
8 BAB 8- Senyuman untuk bayangan Mantan
9 BAB 9- Kamar Pengantin
10 BAB 10-Kejutan Memilukan Di Malam Pertama
11 BAB 11- Ternyata Hanya Menutup Mata
12 BAB 12- Hati Yang Tulus Dan Dendam Yang Masih Membara
13 BAB 13- Memilih Ridho Suami
14 BAB 14- Foto Prewedding
15 BAB 15- Paket Misterius
16 BAB 16- Emoticon Love
17 BAB 17- Satu Pergi Tiga lainnya Datang
18 BAB 18- Sambutan Sang Mertua
19 BAB 19- Singgah Ke Firma Hukum
20 BAB 20- Berangsur-angsur menyadari Ketulusan
21 BAB 21- Niat Yang Masih Keliru
22 BAB 22- Pelukan Hangat Keenan
23 BAB 23- Diantara Dua Do'a
24 BAB 24- Tak Bisa Tidur
25 BAB 25- Mengorek Kehidupan Dan Isi Hati Fitri
26 BAB 26- Mulai Menunjukan Taring
27 BAB 27- Kekhawatiran yang terus menghantui
28 BAB 28- Cara Memastikan Sebuah Rasa
29 BAB 29- Seolah Tak Terjadi Apa-apa
30 BAB 30- Kepanikan Keenan
31 BAB 31- Gara-gara Nasi Goreng
32 BAB 32- Salah Sasaran
33 BAB 33- Ucapan Yang Tak Selesai
34 BAB 34- Perhatian Keenan Yang Coba Di Tutupi
35 Bab 35- Mulai Memudar
36 BAB 36- Senyum Itu Ibadah
37 BAB 37- Kenangan Nasi Liwet
38 BAB 38- Bukan Lagi Ke Firma Hukum
39 BAB 39- Kebetulan Yang Tidak Terduga
40 BAB 40- Sulitnya Berbicara
41 BAB 41- Mencoba Untuk Pulang
42 BAB 42- Suara Hati Keenan
Episodes

Updated 42 Episodes

1
BAB 1- Pelampiasan Kepanikan
2
Bab 2- Putri Bahan Negosiasi
3
BAB 3- Goresan Tinta Pembawa Takdir
4
BAB 4- Teriakan Kekecewaan
5
BAB 5- Pandangan Negatif Mereka
6
BAB 6- Terikat Nyata
7
BAB 7- Tradisi Yang Menegangkan Bagi Mereka
8
BAB 8- Senyuman untuk bayangan Mantan
9
BAB 9- Kamar Pengantin
10
BAB 10-Kejutan Memilukan Di Malam Pertama
11
BAB 11- Ternyata Hanya Menutup Mata
12
BAB 12- Hati Yang Tulus Dan Dendam Yang Masih Membara
13
BAB 13- Memilih Ridho Suami
14
BAB 14- Foto Prewedding
15
BAB 15- Paket Misterius
16
BAB 16- Emoticon Love
17
BAB 17- Satu Pergi Tiga lainnya Datang
18
BAB 18- Sambutan Sang Mertua
19
BAB 19- Singgah Ke Firma Hukum
20
BAB 20- Berangsur-angsur menyadari Ketulusan
21
BAB 21- Niat Yang Masih Keliru
22
BAB 22- Pelukan Hangat Keenan
23
BAB 23- Diantara Dua Do'a
24
BAB 24- Tak Bisa Tidur
25
BAB 25- Mengorek Kehidupan Dan Isi Hati Fitri
26
BAB 26- Mulai Menunjukan Taring
27
BAB 27- Kekhawatiran yang terus menghantui
28
BAB 28- Cara Memastikan Sebuah Rasa
29
BAB 29- Seolah Tak Terjadi Apa-apa
30
BAB 30- Kepanikan Keenan
31
BAB 31- Gara-gara Nasi Goreng
32
BAB 32- Salah Sasaran
33
BAB 33- Ucapan Yang Tak Selesai
34
BAB 34- Perhatian Keenan Yang Coba Di Tutupi
35
Bab 35- Mulai Memudar
36
BAB 36- Senyum Itu Ibadah
37
BAB 37- Kenangan Nasi Liwet
38
BAB 38- Bukan Lagi Ke Firma Hukum
39
BAB 39- Kebetulan Yang Tidak Terduga
40
BAB 40- Sulitnya Berbicara
41
BAB 41- Mencoba Untuk Pulang
42
BAB 42- Suara Hati Keenan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!