BAB 3- Goresan Tinta Pembawa Takdir

Tak terima dengan perkataan Jejen, Erik berdiri dan berniat memukul meja panjang di hadapannya. Namun lagi-lagi Juwita refleks menghentikan suaminya.

"Kamu pikir saya gila apa? berani-beraninya kamu bicara seperti itu. Gadis kampung seperti anak kamu mana cocok untuk anak saya!" teriak Erik semakin murka.

Melihat penampilan Jejen yang pecicilan seperti itu, di bayangan Erik anaknya tak akan jauh beda dengannya. Erik tak tau betapa cantik dan anggunnya Fitri.

"Eleuh eleuh sabar atuh Kang, saya mah cuma menawarkan. Akang sama Teteh silahkan pikirkan saja dulu, kalau memang mau saya cuma minta kalian bebasin saya dari tempat ini."

Entah bagaimana jalan pikiran Jejen, bisa-bisanya dia menjadikan Fitri sebagai bahan negosiasi dengan orang-orang seperti mereka.

Mata Erik melotot ke arah Jejen, ia tak terima apa yang Jejen ucapkan. Kedatangannya ke sana untuk mendapatkan permohonan maaf dari sang pelaku bukan tawaran yang menurutnya keterlaluan saat itu.

Seketika Juwita semakin mendekat ke arah suaminya.

"Pah, menurut mamah omongan dia bisa kita pertimbangkan. Bukannya sejak tadi kekhawatiran Papah itu karena pernikahan Keenan yang akan segera di gelar, kita manfaatkan saja dia jadi pengganti Sherly," bisiknya pelan.

"Apa? mentang-mentang Keenan bukan anak kamu, kamu gak mikirin perasaan dia mah?" desak Erik yang semakin emosi.

"Pah kamu jangan ungkit-ungkit itu terus, aku sayang sama Keenan. Lagian Pah dengerin aku, buat saja kontrak pernikahan sesuai kehendak kita, mereka orang rendahan bisa kita kelabuhi. Kita manfaatkan saja anaknya untuk mengurus Keenan sampai benar-benar pulih," ungkap Juwita meyakinkan.

Erik terdiam sangat lama ia mulai mencerna ucapan Juwita, memang hanya Juwita yang bisa membuat pikirannya terpengaruhi.

"Papah bisa aja setuju kalau anak pria ini dapat mengimbangi rupa dan penampilan Keenan, Papah gak mau dia malu-maluin di depan semua kenalan kita di pesta pernikahan," ungkap Erik panjang lebar pada Juwita.

"Kita jangan dulu bebasin dia gimana kalau dia nipu kita Mah," lanjutnya lagi.

Jejen mendengar jelas ucapan Erik pada Juwita. "Kang, saya teh gak akan nipu atuh. Saya jamin anak gak akan malu-maluin seperti kata Akang barusan, kalau dia gak sesuai sama kemauan kalian saya teh ikhlas di jebloskan lagi ke sini!" tegas Jejen.

Bagi Jejen tak peduli jika menjadikan putrinya seperti barang dagangan di hadapan orang kaya, yang jelas tujuannya untuk bebas harus tercapai.

"Udah Pah, kita setujui aja tawaran dia," hasut Juwita.

Singkat cerita Erik menyetujui tawaran dari Jejen, mereka membuat kontrak nikah lalu berniat menemui Fitri untuk benar-benar memutuskan melanjutkan kesepakatan itu atau tidak.

"Akhirnya saya bisa bernafas lega," gumam Jejen dalam hati.

Sesuai kesepakatan Erik mencabut laporan polisinya dengan alasan memaafkan pelaku dan memilih untuk damai, padahal ada kontrak nikah yang menanti tanda tangan Fitri di balik kebebasan Jejen.

...****************...

"Anda yakin ini rumahnya?" tanya Erik terheran-heran.

Erik dan Juwita hanya bisa melongo melihat rumah yang menurut mereka tak layak huni.

"Iya atuh Kang, silahkan masuk saja!"

Mereka berjalan mengikuti Jejen hingga sampai di ruang tamu.

"Bapak!" ucap Lilis kaget.

Mata Lilis melirik ke arah dua orang yang berpakaian bak konglomerat itu.

"Ini siapa Pak?" tanya Lilis heran.

"Cukup, tidak usah berbasa-basi lagi mana anak anda?" tanya Erik tegas.

Jejen memberikan kode pada Lilis, namun Lilis tak mengerti apa maksud dari tatapan Jejen itu.

"Aish!" keluh Jejen.

"Panggil si neng Bu!" seru Jejen.

Lilis bergegas menuju kamar Fitri, tak lama setelah itu Lilis datang kembali ke ruang tamu lalu di susul Fitri yang saat itu mengenakan gamis hitam dan kerudung berwarna Fanta yang kontras dengan warna kulit putihnya.

Tatapan Erik dan Juwita langsung tertuju pada Fitri, ternyata pikiran mereka benar-benar salah total.

Erik bergumam dalam hatinya."Ajaib, apa benar dia anak pria brengsek ini?"

Sementara itu Juwita hanya menatap Fitri kagum namun pikirannya buyar kembali setelah menganggap mereka hanyalah orang rendahan.

"Alhamdulillah, Bapak pulang?" tanya Fitri kaget lalu menghampiri Jejen.

"Berkat mereka Neng," ungkap Jejen sambil menunjuk ke arah Erik dan Juwita.

Sama seperti Lilis, Fitri heran melihat dua orang yang tak dikenalnya.

"Siapa mereka Pak?" tanya Fitri dengan nada suara yang halus.

Fitri tersenyum ramah lalu menghampiri mereka dan dengan sopan ia menyalami Juwita kecuali pada Erik karena ia tau lelaki itu bukan mahramnya.

"Gimana atuh Kang, Teh?" tanya Jejen penasaran.

Melihat ekspresi mereka yang sama terlihat tak keberatan, Jejen yakin tujuannya akan berhasil.

"Gimana Mah?" tanya Erik meminta pendapat pada Juwita.

"Oke juga Pah," jawab Juwita mengangguk-ngangguk.

Lilis dan Fitri tak mengerti apa yang mereka bicarakan, Fitri tak tau bahwa ayahnya mengorbankan dirinya untuk berhadapan dengan pebisnis kelas kakap yang tak mudah untuk di kelabuhi seperti mereka, sudah dapat di pastikan mereka akan menarik keuntungan dan menjadikan Fitri pihak yang di rugikan melalui kontrak pernikahan ini.

Tanpa berbasa-basi lagi Erik menyodorkan sebuah map kertas berwarna biru ke hadapan Fitri. "Tolong tanda tangan kontak ini!"

Fitri melirik ke arah Ibunya namun Lilis hanya menggelengkan kepala tak mengerti, spontan mata Fitri yang berbulu lentik itu menoleh ke arah Jejen, Jejen mengangguk-ngangguk kepalanya berharap Fitri tak berpikir panjang dan segera menandatangani kontrak itu.

"Silahkan baca!" tegas Juwita yang melihat Fitri kebingungan.

Tak berpikir lama lagi, Fitri membuka map biru itu. Dengan seksama Fitri membaca setiap kata yang tertuang dalam tiga lembar kertas.

Hingga di akhir halaman kertas itu ia melihat empat bubuhan Nama di kolom yang berbeda, namun dua diantaranya sudah di tandatangani oleh Erik dan Jejen.

"Apa itu Neng?" tanya Lilis penasaran.

Fitri melirik kembali ke arah Jejen dengan tatapan kekecewaan, mata bening Fitri seolah di lapisi oleh air mata yang tak kunjung menetes.

"Gimana? kamu setuju Kan?" tanya Juwita penasaran sedari tadi ingin mendengar jawaban Fitri.

Bagaimana bisa dia menerima kontrak pernikahan yang banyak merugikan dirinya, Fitri merasa itu adalah bentuk penghinaan terhadapnya.

Kesimpulan penting yang Fitri tangkap dari kontrak itu bahwa bergelar istri Keenan hanyalah status belaka tugasnya adalah menggantikan Sherly di hari pernikahan Keenan dan merawatnya hingga benar-benar sehat setelah itu Keenan berhak untuk menceraikan Fitri baik secara agama maupun secara hukum.

Fitri menoleh ke arah dua tamu itu. "Bu ... Pak ... sebelumnya terimakasih sudah mempertimbangkan untuk mencabut laporan Bapak saya, tapi saya tidak bisa menandatangani kontrak pernikahan ini!" tegas Fitri.

"Apa maksudnya Neng?" tanya Lilis semakin tak mengerti.

"Aish si Neng mah!" gerutu Jejen.

Jejen tersenyum lebar ke arah Erik dan Juwita lalu menarik paksa Fitri ke kamarnya.

"Aww!" teriak Fitri.

"Pak pelan-pelan, tangan Neng teh masih sakit ..." lirihnya.

Spontan tangan Jejen memukul punggung Fitri namun tak sekencang biasanya, ia hanya memberikan Fitri peringatan.

"Neng dengerin Bapak! Neng jangan banyak mikir udah tanda tangan aja! Neng mau Bapak masuk penjara lagi? kalau Bapak masuk penjara dari mana keluarga ini bisa makan, belum lagi biaya pesantren Hesti sama obat rutin si dede. dari mana Neng? dari gaji recehan Neng di Madrasah? mana cukup atuh Neng!" teriak Jejen.

Meskipun Fitri berpikir ucapan Jejen itu ada benarnya, tapi tak semudah itu baginya menyetujui permintaan mereka.

"Tapi, ini pernikahan Pak. Pernikahan itu ibadah, gak bisa kita mempermainkan kesucian dari sebuah pernikahan seperti itu!" sangkal Fitri.

"Alah Neng, lama-lama kamu teh jadi suka ngoceh kaya si ibu. Udah turutin Bapak! itung-itung kamu bakti sama kita, bukannya kamu teh dari dulu belajar agama? wajib hukumnya Neng nurutin omongan orang tua," Jejen mengeles.

"Tapi Pak--" ucap Fitri terpotong saat Jejen menarik lengannya kembali dan mereka berjalan keluar.

"Liat si Ibu kamu gak mau kan Bapak siksa Ibu kamu?" bisik Jejen mengancam Fitri.

"Ada apa Neng?" tanya Lilis khawatir.

Fitri menggelengkan kepala, menutup rapat mulutnya ia tak berani berbicara sama sekali.

Erik mengangkat tangan kiri lalu melihat arah jarum jam mahal miliknya. "Kita tidak mau membuang-buang waktu lagi, cepat!" tegasnya.

Fitri duduk bersimpuh di lantai, perlahan kedua tangannya membuka pulpen hitam yang telah mereka sediakan. Sesekali Fitri melihat ke arah Lilis dengan tatapan sedih dan ketakutan seolah ingin meminta tolong.

"Cepet atuh Neng! tanda tangan kontraknya!" desak Jejen.

"Ya Allah, apa ini garis takdir yang Kau tetapkan untuk hamba-Mu yang lemah ini ..." lirihnya dalam hati.

Tangannya semakin gemetar kala menggoreskan tinta di atas namanya, air mata yang tertahan sejak tadi sudah tak mampu Fitri bendung lagi.

"Keenan Jeremy Firdaus? bahkan mendengar namanya saja sangat asing. Bagaimana bisa dalam sekejap dia akan menjadi suamiku?"

Melihat tanda tangan Fitri sudah tercantum di kontrak pernikahan itu, Jejen tersenyum lebar. Bayang-bayang dinginnya penjara yang mengerikan musnah sudah.

"Nah gitu atuh Neng!" teriak Jejen kegirangan.

Juwita mengambil kembali map itu dan tersenyum ke arah Fitri, entah apa arti dari senyuman itu.

Erik dan Juwita beranjak pergi. "Kalau gitu kita pergi dulu, tunggu informasi dari kita," ucap Erik singkat yang kemudian beranjak pergi bersama Juwita.

"Ingat, jangan pernah berniat macam-macam! kalau tidak siap-siap mendekam kembali di penjara!" ancamnya lagi mengingatkan.

"Makasih banyak Pak Bos! saya gak akan macam-macam atuh!" teriak Jejen.

Jejen mengepalkan kedua tangannya mengayunkannya ke atas dan menarik kembali sampai ke samping pinggangnya sambil berkata, "Yes!"

Tak menghiraukan Jejen, lagi-lagi Fitri menatap kembali sang Ibu. Ia berlari sekitar lima langkah dan memeluk Lilis dengan sangat erat, tangis Fitri akhirnya pecah.

Bersambung..

Episodes
1 BAB 1- Pelampiasan Kepanikan
2 Bab 2- Putri Bahan Negosiasi
3 BAB 3- Goresan Tinta Pembawa Takdir
4 BAB 4- Teriakan Kekecewaan
5 BAB 5- Pandangan Negatif Mereka
6 BAB 6- Terikat Nyata
7 BAB 7- Tradisi Yang Menegangkan Bagi Mereka
8 BAB 8- Senyuman untuk bayangan Mantan
9 BAB 9- Kamar Pengantin
10 BAB 10-Kejutan Memilukan Di Malam Pertama
11 BAB 11- Ternyata Hanya Menutup Mata
12 BAB 12- Hati Yang Tulus Dan Dendam Yang Masih Membara
13 BAB 13- Memilih Ridho Suami
14 BAB 14- Foto Prewedding
15 BAB 15- Paket Misterius
16 BAB 16- Emoticon Love
17 BAB 17- Satu Pergi Tiga lainnya Datang
18 BAB 18- Sambutan Sang Mertua
19 BAB 19- Singgah Ke Firma Hukum
20 BAB 20- Berangsur-angsur menyadari Ketulusan
21 BAB 21- Niat Yang Masih Keliru
22 BAB 22- Pelukan Hangat Keenan
23 BAB 23- Diantara Dua Do'a
24 BAB 24- Tak Bisa Tidur
25 BAB 25- Mengorek Kehidupan Dan Isi Hati Fitri
26 BAB 26- Mulai Menunjukan Taring
27 BAB 27- Kekhawatiran yang terus menghantui
28 BAB 28- Cara Memastikan Sebuah Rasa
29 BAB 29- Seolah Tak Terjadi Apa-apa
30 BAB 30- Kepanikan Keenan
31 BAB 31- Gara-gara Nasi Goreng
32 BAB 32- Salah Sasaran
33 BAB 33- Ucapan Yang Tak Selesai
34 BAB 34- Perhatian Keenan Yang Coba Di Tutupi
35 Bab 35- Mulai Memudar
36 BAB 36- Senyum Itu Ibadah
37 BAB 37- Kenangan Nasi Liwet
38 BAB 38- Bukan Lagi Ke Firma Hukum
39 BAB 39- Kebetulan Yang Tidak Terduga
40 BAB 40- Sulitnya Berbicara
41 BAB 41- Mencoba Untuk Pulang
42 BAB 42- Suara Hati Keenan
Episodes

Updated 42 Episodes

1
BAB 1- Pelampiasan Kepanikan
2
Bab 2- Putri Bahan Negosiasi
3
BAB 3- Goresan Tinta Pembawa Takdir
4
BAB 4- Teriakan Kekecewaan
5
BAB 5- Pandangan Negatif Mereka
6
BAB 6- Terikat Nyata
7
BAB 7- Tradisi Yang Menegangkan Bagi Mereka
8
BAB 8- Senyuman untuk bayangan Mantan
9
BAB 9- Kamar Pengantin
10
BAB 10-Kejutan Memilukan Di Malam Pertama
11
BAB 11- Ternyata Hanya Menutup Mata
12
BAB 12- Hati Yang Tulus Dan Dendam Yang Masih Membara
13
BAB 13- Memilih Ridho Suami
14
BAB 14- Foto Prewedding
15
BAB 15- Paket Misterius
16
BAB 16- Emoticon Love
17
BAB 17- Satu Pergi Tiga lainnya Datang
18
BAB 18- Sambutan Sang Mertua
19
BAB 19- Singgah Ke Firma Hukum
20
BAB 20- Berangsur-angsur menyadari Ketulusan
21
BAB 21- Niat Yang Masih Keliru
22
BAB 22- Pelukan Hangat Keenan
23
BAB 23- Diantara Dua Do'a
24
BAB 24- Tak Bisa Tidur
25
BAB 25- Mengorek Kehidupan Dan Isi Hati Fitri
26
BAB 26- Mulai Menunjukan Taring
27
BAB 27- Kekhawatiran yang terus menghantui
28
BAB 28- Cara Memastikan Sebuah Rasa
29
BAB 29- Seolah Tak Terjadi Apa-apa
30
BAB 30- Kepanikan Keenan
31
BAB 31- Gara-gara Nasi Goreng
32
BAB 32- Salah Sasaran
33
BAB 33- Ucapan Yang Tak Selesai
34
BAB 34- Perhatian Keenan Yang Coba Di Tutupi
35
Bab 35- Mulai Memudar
36
BAB 36- Senyum Itu Ibadah
37
BAB 37- Kenangan Nasi Liwet
38
BAB 38- Bukan Lagi Ke Firma Hukum
39
BAB 39- Kebetulan Yang Tidak Terduga
40
BAB 40- Sulitnya Berbicara
41
BAB 41- Mencoba Untuk Pulang
42
BAB 42- Suara Hati Keenan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!