BAB 13- Memilih Ridho Suami

Keenan mengernyitkan dahinya, ia berpikir semakin kesini Fitri semakin berani. "Jangan aneh-aneh, mau apa kamu?" tanya Keenan masih dengan nada yang ketus.

Fitri membuang nafas pelan, berharap Keenan dapat mengabulkan permintaannya. Sebelum berbicara ia menyimpan sarapannya di atas meja terlebih dahulu. "Mas ... sebelum aku ikut kamu ke Jakarta, aku mau mampir ke rumah ibu dan bapak. Satu lagi Mas aku harap siang ini kita bisa mampir juga ke madrasah, sejujurnya aku belum sempat mengundurkan diri aku gak enak sama kepala sekolah dan guru yang lain," ungkap Fitri menjelaskan.

"Madrasah? apa mungkin dia seorang guru?" tanya Keenan penasaran dalam hatinya.

Keenan berpikir sejenak, mana mau ia menginjakkan kaki di rumah Jejen.

Fitri masih berusaha meyakinkan Keenan. "Mas ... mungkin permintaan aku ini terasa berlebihan, maafin aku Mas! aku gak mau ibu khawatir karena gak pamitan dulu, aku juga mau liat murid-murid sebelum aku pergi."

Keenan bergumam lagi dalam hatinya."Benar saja ... ternyata dia seorang guru agama, pantesan dia berjilbab."

Keenan berpikir keras, Ia bingung mengapa Jejen dan Fitri seperti dua orang yang memiliki kepribadian yang sangat bertolak belakang. Sama seperti Erik dulu, awalnya Keenan mengira Fitri tak akan jauh berbeda dengan Jejen.

Karakter Fitri yang lembut, nada bicaranya yang sopan belum lagi statusnya yang merupakan seorang guru agama membuat Keenan penasaran bagaimana kehidupan Fitri sebenarnya.

Namun, lagi-lagi kebencian masih menyelimuti jiwanya, meskipun penasaran bagaimana kehidupan Fitri di lingkungannya tapi sepertinya Keenan masih enggan untuk mengabulkan permintaan istrinya.

Menyadari Keenan terus termenung tanpa tau apa yang ada pikirannya, Fitri memanggil Keenan kembali. "Mas!"

Dan benar saja, Keenan tak mau menuruti kemauan Fitri. "Saya gak peduli sama urusan kamu, yang jelas saya mau pulang hari ini. Kamu mau ikut saya atau engga ya terserah!"

Kata-kata pedas terus keluar dari mulut Keenan. "Lagian bisa-bisanya kamu gak memikirkan perasaan saya, mana sudi saya harus ke rumah kamu bertemu dengan pria brengsek itu!"

Baru saja satu malam memantapkan niatnya untuk mencoba bersabar, pagi ini Fitri sudah di buat sakit hati lagi oleh ucapan Keenan.

Ingin sekali rasanya Fitri menangis meratapi nasib pilu itu, tapi tekadnya sudah bulat ia akan berusaha menjadi istri sholehah sebagai penyempurna keimanan dan ketakwaannya pada sang pencipta.

Fitri tersenyum, itulah jurus ampuh Fitri untuk menutupi kesedihannya. "Gapapa Mas ... aku gak akan pergi kok kalau kamu gak izinin, biar nanti aku kabarin mereka lewat handphone aja."

Keenan mulai mengeluarkan kata-kata andalan nya. "Terserah!"

Bagi Fitri Hatinya menjadi tempat paling efektif untuk berkeluh kesah ataupun menguatkan diri sendiri dari semua rasa sakit yang ia rasakan. "Ya Allah, hamba yakin Engkau tak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan hamba. Iringi lah setiap langkah hamba dengan kesabaran yang tiada batas wahai Tuhan yang maha penolong."

"Sebelum berangkat, kamu sarapan dulu Mas aku udah bawain," seru Fitri.

Fitri membuka dua porsi sarapan yang tadi di bungkusnya. "Aku gak tau selera kamu Mas, jadi aku cuma ngambil roti sama susu aja nanti kalau ada yang kurang aku ambil lagi."

Gadis rumahan seperti Fitri sebenarnya tak biasa sarapan gaya barat seperti itu, ia hanya meniru yang pernah di liatnya di tv-tv tentang bagaimana orang-orang kaya itu sarapan.

"Terselah lah, cepet bantu saya makan!"

Fitri mengambil sedikit demi sedikit roti sobek yang isinya selai coklat dan strawberry itu, dengan telaten ia menyuapi suaminya. "Buka mulutnya Mas, a ..."

"Gak usah kaya anak kecil kali!" ketus Keenan.

"Iya maaf, Mas."

Meski hanya sepotong roti yang di makannya, Keenan tampaknya menikmati sarapan, itu terlihat dari raut wajah Keenan yang tak seseram biasanya.

"Siapin obat saya, saya lupa lagi malam gak sempet minum obat gara-gara kamu!" celoteh Keenan.

Tak mau melawan, Fitri hanya pasrah pada lontaran kata Keenan yang tak berperasaan. Keenan memang dingin, pelit sekali mengutarakan kata-kata namun sekalinya berbicara justru kata-kata berbisa yang keluar dari mulutnya.

"Iya, Mas. Dimana obat nya?" tanya Fitri serius.

"Biasa papa nyimpen di laci bawah meja, coba cari!"

Sigap Fitri membuka laci kayu yang kebetulan tepat di depan kakinya, akhirnya ia menemukan kotak putih berisi obat-obatan Keenan yang tak terhitung jumlahnya.

"Awas jangan sampai salah ambil, awas juga kalau kamu sengaja," celoteh Keenan lagi.

Hati-hati sekali Fitri mengambil satu persatu obat Keenan sesuai petunjuk yang tercantum, beberapa pil obat di telan seketika oleh Keenan.

Keenan mengerutkan dahinya, menahan rasa pait dari obat itu. "Tak peduli obat sepait apapun yang saya konsumsi setiap hari, asal bisa sembuh saya rela. Mungkin dengan saya sehat Sherly akan kembali lagi!" gumam Keenan dalam hati.

Cinta Keenan pada Sherly teramat dalam, motivasinya untuk sembuh adalah karena wanita itu. Keenan ingin pulih seperti sedia kala dan mendapatkan hati Sherly lagi.

"Mas, kamu kenapa?" tanya Fitri yang seketika membuyarkan lamunan Keenan.

Keenan hanya menjawab Fitri singkat. "Enggak!"

"Panggil Indra kesini!" seru Keenan.

"Ma ... mau apa Mas?" tanya Fitri keheranan.

"Gak usah banyak tanya, cepet!"

Fitri mengangguk lalu menghampiri Indra kembali namun sayang Indra tak ada di depan kamar.

"Mas, Pak Indranya gak ada," ungkap Fitri apa adanya.

Keenan mulai memasang wajah garangnya lagi, tatapannya begitu tajam bibirnya tertutup rapat, dada bidangnya terlihat menghela nafas kencang.

Fitri yang sedari tadi memperhatikan Keenan bertanya kembali. "Mas, ada apa?"

Keenan memukul selimut yang masih menutup sebagian tubunya dan ia pun bergumam, "Ini semua gara-gara pria bejad itu! mungkin saya gak akan semenderita ini ... papah juga ngapain nugasin manusia aneh itu untuk saya! mau mandi dan ganti baju saja susah!"

"Manusia aneh? siapa maksud Mas Keenan? aku atau Pak Indra," gumam Fitri dalam hati.

"Kamu mau mandi Mas? a ... aku bantu kamu," ungkap Fitri yang sebenernya begitu ragu.

"Ck, gak sudi saya."

Beberapa hari kebelakang Keenan tak pernah semarah ini, hari-harinya ia lalui dengan lamunan. Namun kini Fitri seolah pelampiasan dendam Keenan pada Jejen, itulah mengapa Keenan begitu berani memperlakukan Fitri dengan buruk.

"Mas, kesalahan bapak sama kamu mungkin memang tidak bisa termaafkan. Kehadiran aku pun tidak bisa mengembalikan semua yang hilang, aku sadar itu Mas. Tapi aku mohon izinkan aku perlahan menjadi penebus dosa bapak seandainya kamu tidak pernah menganggap aku ini istri mu," ungkap Fitri sampai berderai air mata.

Keenan terdiam lama, ia seolah tersentak oleh kata-kata Fitri.

"Kalau gitu aku cari pak Indra lagi Mas," ungkap Fitri lalu berniat pergi.

Namun tiba-tiba Keenan menghentikan langkah Fitri. "Tu ... tunggu! bantu saya ganti baju, saya mau mandi di rumah aja."

Fitri menatap wajah suaminya. "Ya Allah, begitu berat rasa mencoba terus bersabar menghadapi Mas Keenan ... kuatkan lah hamba Yaa Allah."

Kedua lengan Fitri satu persatu membuka kancing baju, Keenan tampak badannya begitu sixpack wajar saja Keenan selalu menyempatkan olah raga di saat rutinitas kesibukannya.

Atas arahan Keenan Fitri mengambil baju ganti yang tergantung di lemari hotel, ia melihat kemeja berwarna hitam yang sepertinya cocok untuk Keenan.

Hati-hati sekali Fitri memakaikan baju, berkali-kali ujung kerudung pashminanya terjatuh ke pundak Keenan.

"Udah Mas," saut Fitri dengan nada pelan.

"Bantu saya nyiapin barang-barang! gak usah lama-lama kita pergi dari sini."

Singkat cerita Fitri membenahi barang bawaan Keenan ke dalam koper, walaupun selalu kesusahan ia memapah Keenan ke atas kursi roda dan mendorongnya keluar kamar.

"Pagi Pak Keenan, Mba Fitri!" sapa pegawai berambut pendek.

Suara itu tak asing bagi Fitri, otaknya berputar mencoba mengingat kembali. Bener saja itu suara karyawan yang menggunjing saat sedang di toilet.

Fitri tak pendendam, ia membalas sapaan itu dengan sopan dan senyuman tulusnya. "Pagi Mba."

Fitri menebarkan senyuman di wajah cantiknya pada setiap karyawan hotel yang menyapanya, sementara Keenan hanya memasang wajah datar.

Kini Fitri dan Keenan sudah berada di lantai bawah setelah menaiki lift, di bantu beberapa petugas mereka mencari Indra akhirnya Indra di temukan di toilet sedang buang air besar.

Indra menghampiri mereka dan menyapa. "Pak, Mba Fit!"

"Mba Fit! Mba Fit! dari mana aja kamu?" bentak Keenan.

Bukannya takut Indra menjawabnya di sertai tawa. "Hehe, biasa Pak memenuhi panggilan alam."

"Hu ..." Keenan membuang nafas pelan.

"Terserah lah, saya mau pulang hari ini siapin mobil!" seru Keenan.

Beruntungnya kali ini pikiran Indra tak loading seperti biasanya. "Siap Pak bos," ucap Indra sambil bergaya hormat bak seorang abdi negara.

Tak lama mobil Lamborghini berwarna gray menghampiri mereka, akrab dengan suara mobil miliknya Keenan menyuruh Fitri bergegas. "Ayo cepet bantu saya masuk!"

Fitri mendorong kursi roda yang di duduki Keenan tepat ke samping mobil mewah itu, menyadari dua orang petugas hotel mengantarkan sampai ke depan mobil Fitri berpamitan. "Pak .... kami permisi dulu, terimakasih atas semuanya!" seru Fitri.

Petugas itu hanya mengangguk dan tersenyum lalu membantu Fitri memapah Keenan ke dalam mobil tak lupa memasukan koper besar berwarna hitam ke dalam bagasi mobil. Kini Keenan duduk bersebelahan dengan Fitri.

Selama perjalanan, Fitri menunduk lesu ia tak bergeming dengan pemandangan indah yang di lewatinya sepanjang jalan.

"Ibu ... bapak ... Hesti ... dede ... maafin teteh gak pulang dulu. Kalian baik-baik di Bandung. Bu, Neng mau ikhtiar menjadi istri Sholehah seperti ibu, semoga bapak gak nyakitin ibu" gumam Fitri dalam hati lalu terisak pelan.

Kepergiannya menyayat luka hati Fitri, ia khawatir Lilis akan menjadi pelampiasan Jejen jika dia tak ada.

"Adek-adek ... maafin teh Fit gak pamitan dulu, semoga kalian jadi anak pintar Sholeh dan Sholehah," gumamnya lagi.

Kini Fitri menoleh ke samping kanannya, ia manatap jalan. "Entah bagaimana kehidupanku di sana, semoga Allah selalu menyertakan rahmatnya. Selamat tinggal Bandung ...."

Sama hal nya dengan Fitri, Keenan sibuk dengan pikiran dan lamunannya sendiri. "Kota ini menyisakan luka untuk saya dan kamu Sherly. Kini saya kembali, saya harap kamu masih bisa memberikan saya kesempatan untuk bersama. Saya akan berjuang untuk sembuh," ungkap Keenan dalam hati.

Bersambung....

Episodes
1 BAB 1- Pelampiasan Kepanikan
2 Bab 2- Putri Bahan Negosiasi
3 BAB 3- Goresan Tinta Pembawa Takdir
4 BAB 4- Teriakan Kekecewaan
5 BAB 5- Pandangan Negatif Mereka
6 BAB 6- Terikat Nyata
7 BAB 7- Tradisi Yang Menegangkan Bagi Mereka
8 BAB 8- Senyuman untuk bayangan Mantan
9 BAB 9- Kamar Pengantin
10 BAB 10-Kejutan Memilukan Di Malam Pertama
11 BAB 11- Ternyata Hanya Menutup Mata
12 BAB 12- Hati Yang Tulus Dan Dendam Yang Masih Membara
13 BAB 13- Memilih Ridho Suami
14 BAB 14- Foto Prewedding
15 BAB 15- Paket Misterius
16 BAB 16- Emoticon Love
17 BAB 17- Satu Pergi Tiga lainnya Datang
18 BAB 18- Sambutan Sang Mertua
19 BAB 19- Singgah Ke Firma Hukum
20 BAB 20- Berangsur-angsur menyadari Ketulusan
21 BAB 21- Niat Yang Masih Keliru
22 BAB 22- Pelukan Hangat Keenan
23 BAB 23- Diantara Dua Do'a
24 BAB 24- Tak Bisa Tidur
25 BAB 25- Mengorek Kehidupan Dan Isi Hati Fitri
26 BAB 26- Mulai Menunjukan Taring
27 BAB 27- Kekhawatiran yang terus menghantui
28 BAB 28- Cara Memastikan Sebuah Rasa
29 BAB 29- Seolah Tak Terjadi Apa-apa
30 BAB 30- Kepanikan Keenan
31 BAB 31- Gara-gara Nasi Goreng
32 BAB 32- Salah Sasaran
33 BAB 33- Ucapan Yang Tak Selesai
34 BAB 34- Perhatian Keenan Yang Coba Di Tutupi
35 Bab 35- Mulai Memudar
36 BAB 36- Senyum Itu Ibadah
37 BAB 37- Kenangan Nasi Liwet
38 BAB 38- Bukan Lagi Ke Firma Hukum
39 BAB 39- Kebetulan Yang Tidak Terduga
40 BAB 40- Sulitnya Berbicara
41 BAB 41- Mencoba Untuk Pulang
42 BAB 42- Suara Hati Keenan
Episodes

Updated 42 Episodes

1
BAB 1- Pelampiasan Kepanikan
2
Bab 2- Putri Bahan Negosiasi
3
BAB 3- Goresan Tinta Pembawa Takdir
4
BAB 4- Teriakan Kekecewaan
5
BAB 5- Pandangan Negatif Mereka
6
BAB 6- Terikat Nyata
7
BAB 7- Tradisi Yang Menegangkan Bagi Mereka
8
BAB 8- Senyuman untuk bayangan Mantan
9
BAB 9- Kamar Pengantin
10
BAB 10-Kejutan Memilukan Di Malam Pertama
11
BAB 11- Ternyata Hanya Menutup Mata
12
BAB 12- Hati Yang Tulus Dan Dendam Yang Masih Membara
13
BAB 13- Memilih Ridho Suami
14
BAB 14- Foto Prewedding
15
BAB 15- Paket Misterius
16
BAB 16- Emoticon Love
17
BAB 17- Satu Pergi Tiga lainnya Datang
18
BAB 18- Sambutan Sang Mertua
19
BAB 19- Singgah Ke Firma Hukum
20
BAB 20- Berangsur-angsur menyadari Ketulusan
21
BAB 21- Niat Yang Masih Keliru
22
BAB 22- Pelukan Hangat Keenan
23
BAB 23- Diantara Dua Do'a
24
BAB 24- Tak Bisa Tidur
25
BAB 25- Mengorek Kehidupan Dan Isi Hati Fitri
26
BAB 26- Mulai Menunjukan Taring
27
BAB 27- Kekhawatiran yang terus menghantui
28
BAB 28- Cara Memastikan Sebuah Rasa
29
BAB 29- Seolah Tak Terjadi Apa-apa
30
BAB 30- Kepanikan Keenan
31
BAB 31- Gara-gara Nasi Goreng
32
BAB 32- Salah Sasaran
33
BAB 33- Ucapan Yang Tak Selesai
34
BAB 34- Perhatian Keenan Yang Coba Di Tutupi
35
Bab 35- Mulai Memudar
36
BAB 36- Senyum Itu Ibadah
37
BAB 37- Kenangan Nasi Liwet
38
BAB 38- Bukan Lagi Ke Firma Hukum
39
BAB 39- Kebetulan Yang Tidak Terduga
40
BAB 40- Sulitnya Berbicara
41
BAB 41- Mencoba Untuk Pulang
42
BAB 42- Suara Hati Keenan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!