Kantuk Fitri seketika hilang karena berita buruk itu, sakit hatinya pada Keenan tak terasa lagi setelah di tutupi kepanikan yang luar biasa.
"Kalau gitu ayo Pak kita kesana."
"Kemana?" tanya Indra konyol.
"Astaghfirullah, ke Mas Keenan Pak." sempat-sempatnya Fitri menjawab pertanyaan Indra.
Fitri berlari sekencang mungkin sampai melupakan sendalnya yang masih di mushola, bahkan Indra yang berusaha menyusul justru tertinggal jauh.
Ucapan Indra ternyata benar, dari kejauhan Fitri melihat sekitar tiga orang pria berada di luar kamar Keenan dengan asap tipis yang keluar dari kamar itu.
Fitri panik tak karuan. "Pak, bagaimana Mas Keenan? kenapa pintunya belum di buka juga?"
"Dari tadi saya coba buka pintunya susah Mba, makanya saya sama ajudannya pak Keenan cari orang buat dobrak pintunya. Alhamdulillahnya ada Pak satpam ini," ujar petugas hotel yang tadi bertemu dengan Fitri saat hendak pergi ke Mushola.
"Kalau gitu ayo pak, mudah-mudahan bisa kebuka," saru Fitri.
Sama paniknya dengan Fitri mereka bertiga mendobrak pintu itu berulang kali, petugas hotel tak mau tamu istimewanya kecewa pada mereka.
"Ya Allah, semoga Mas Keenan baik-baik aja. Kalau dia kenapa-kenapa aku pasti di salahin dan takutnya berimbas ke bapak," lirih Fitri dalam hati.
Seolah do'a Fitri langsung di ijabah oleh Allah.
Brug
Pintu kamar Keenan akhirnya berhasil terbuka.
Tak berpikir panjang Fitri berlari kedalam mendahului para pria itu.
"Eh Mba, jangan gegabah!" teriak satpam hotel.
Dan benar saja api melalap habis hampir seisi ruangan, asap putih menyelimuti kamar Keenan. Sulit sekali bagi Fitri melihat sekelilingnya, asap yang mengepul membuat matanya perih dan dadanya sesak.
Baru beberapa langkah Fitri tersandung hingga terjatuh.
"Aww ..." lirih Keenan yang ternyata terbaring di atas lantai.
"Tolong ..." ucap Keenam yang hampir tak bersuara.
Entah mengapa Keenan tiba-tiba terbaring hampir di dekat pintu, ternyata kursi rodanya pun berada di dekatnya.
Keenan merasakan seperti berada dalam situasi antara hidup dan mati.
"Uhuk ... uhuk ... Mas, Mas Keenan kamu baik-baik aja kan? bertahan Mas!"
Dengan penglihatannya yang semakin kabur tak membuat Fitri menyerah ia berusaha mengangkat Keenan ke atas kursi roda yang hampir terbalik.
Sadar badannya tak kuasa memindahkan Keenan Fitri berteriak, "Tolong!"
Satu pegawai hotel lalu di susul Indra membantu Fitri membawa Keenan keluar kamar, sementara satpam lainnya berjibaku memadamkan api agar tidak merembet kemana-mana.
"Uhuk ... uhuk ..." nafas Keenan mengeluarkan banyak asap, beruntungnya mereka berhasil membantu Keenan tepat waktu jika tidak entah apa yang akan terjadi pada pewaris perusahaan Erik itu.
"Kita bawa Pak Keenan ke rumah sakit Mba," seru pegawai Hotel.
"Ayo Pak, kita angkat Mas Keenan!"
Tak nyaman bagi Keenan mendengar kata rumah sakit, tempat itu adalah mimpi buruk nya beberapa hari yang lalu.
"Saya gak mau kerumah sakit!" keluh Keenan.
"Mas Keenan, ini demi kebaikan kamu ayo Mas kita ke Rumah Sakit," saut Fitri yang berusaha meyakinkan Keenan.
"Iya Pak betul kata mereka, mending Bapak kerumah sakit aja," saut Indra.
"Saya bilang gak mau ya gak mau." Dengan kondisi nyawa yang hampir di ujung tanduk masih saja Keenan keras kepala.
"Ini semua salah kalian! kemana aja kalian hah? udah tau saya gak bisa apa-apa, uhuk uhuk" keluh Keenan.
Beberapa menit sejak kepergian Fitri, tenggorokan Keenan terasa kering dan seret. Suara yang ia habiskan untuk memaki-maki Fitri membuatnya sangat haus, susah payah sekali dia berusaha duduk di kursi roda hingga berhasil namun tak sengaja menyenggol lilin sampai menyambar gorden kamar itu.
Keenan berusaha keluar tapi karena keterbatasan penglihatan, bukannya membuka pintu justru malah menguncinya rapat hingga terjebak seorang diri.
Bagi pihak hotel baru kali ini mereka mendapat tamu VVIP yang sikapnya seperti Keenan, sikap yang tak mudah mereka hadapi.
Tak sadar akan kelalaiannya, ia seolah lempar batu sembunyi tangan.
"Mau saya tuntut hotel ini? saya bayar mahal untuk mendapat pelayanan maksima, tapi ini yang saya dapat?"
"Ternyata sifat Mas Keenan seperti ini, semoga aja suatu saat kamu bisa berubah Mas ...." Fitri bergumam dalam hatinya.
"Kamu juga Indra, heran saya ... Kemana aja kamu hah? mau saya pecat?"
Indra mengernyitkan dahinya lalu mencoba membela diri. "Bapak gak akan bisa pecat saya, saya kan anak buahnya Pak Erik. Terus wajar juga Pak saya pergi masa iya saya harus bermalam di kamar pengantin."
Petugas hotel berusaha menahan tawa setelah mendengar ucapan Indra.
Jawaban Indra itu tampak nyeleneh tapi mampu membuat Keenan yang emosian itu terdiam."Sial! ni orang bener juga," gumamnya dalam hati.
"Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya Pak, atas ketidaknyamanannya," celoteh petugas hotel itu.
Tak mau ancaman Keenan menjadi nyata, petugas itu dengan rendah hati berusaha memohon belas kasihan Keenan padahal tak sepenuhnya mereka bersalah. "Kami akan menyiapkan kamar lain Pak, pastinya kejadian tadi gak akan terulang kembali. Mba Fitri, kami mohon untuk terus menemani Pak Keenan! kami akan berjaga dari luar."
"Terserah!" jawab Keenan jutek.
"Gak usah nyiapin kamar baru, saya mau kembali ke kamar yang semula aja!" seru Keenan lagi.
Singkat cerita Indra membatu Keenan yang kini sudah berada di kamar hotel VVIP yang semula ia tempati sejak pertama kali ke Bandung.
Indra berniat pergi keluar kamar lalu berbisik pada Fitri. "Mba Fit, jangan pergi-pergi lagi ya," seru Indra.
"Iya Pak," jawab Fitri ramah.
Kejadian tadi mampu membuat rasa sakit di hati Fitri berangsur-angsur hilang, misinya kini hanya memastikan Keenan baik-baik saja.
Fitri membawa segelas air hangat untuk Keenan, namun sayang mata Keenan tertutup rapat.
"Mas Keenan ... aku bawain kamu minum, kamu tidur Mas?" tanya Fitri.
Keenan tak menjawab, ia terbaring masih dengan setelan pesta pernikahannya tadi yang bau asap. Kemeja putih celana mocca masih melekat di tubuh Keenan namun ia sudah tak mengenakan Jas dan dasinya lagi.
"Syukurlah kamu tidur, Mas Keenan ... sejak tadi banyak yang ingin aku ucapkan sama kamu ... tapi aku gak berani," ucap Fitri tiba-tiba.
Biasanya Fitri bergumam dengan hatinya sendiri, entah mengapa kini ia ingin mengutarakan semuanya di saat Keenan tertidur.
"Setelah aku pikir berulang kali, sepertinya diantara kita harus ada yang mengalah pada kenyataan. Mengetahui sifat kamu seperti tadi aku ragu kamu akan menjadi pihak yang mengalah itu Mas, seandainya memang tidak bisa tak apa biarlah aku mencoba berkorban untuk menebus dosa bapak padamu. Karena memang sudah seharusnya mungkin," ungkap Fitri perlahan.
Fitri terdiam sejenak.
"Mas ... aku merasa sangat bersalah atas dosa yang bapak lakukan pada hidup kamu, jika boleh aku jujur sebenarnya aku pun sama seperti kamu ... belum bisa menerima pernikahan ini. Namun secara agama dan negara kita sudah menjadi suami istri Mas, sebagai orang yang beragama aku tak mau lalai akan kewajibanku sebagai istri. Izinkan aku meraih syurga-Nya lewat ketaatan dan bakti ku padamu Mas bukan hanya karena kontrak pernikahan yang menjerat kita," ungkapnya lagi.
Tak di sangka Fitri yang biasanya terlihat sebagai wanita lemah dan jarang berbicara, kini seolah berubah menjadi sosok wanita dewasa. Keadaan lah yang menuntunnya seperti itu.
"Apa memang seharusnya seperti itu?" gumam Keenan dalam hati.
Ternyata sedari tadi, Keenan belum benar-benar tidur.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments