BAB 14- Foto Prewedding

Dalam mobil mewah itu tak ada suara ataupun obrolan, sempat Indra menyetel musik lalu dia bernyanyi mengikut melodinya namun di hentikan Keenan. Keenan tak suka kebisingan.

Sementara itu Fitri mengantuk matanya terasa begitu berat, sampai tak sengaja ia tertidur. Posisi badannya yang duduk tegak itu runtuh terhempas kebelakang hingga mengenai jok mobil, kebetulan sekali tikungan jalan membuat mobil berbelok hingga membuat kepala Fitri bersandar pada pundak Keenan.

Sontak Keenan tak sudi dan berniat membangun Fitri, Indra yang sedari tadi melihat pasangan itu dari kaca mobil tersadar setelah mengetahui gelagat Keenan yang akan bertindak kejam pada Fitri. "Sutt ... Pak bos, kasian jangan di bangunin!" seru Indra dengan suara pelan.

"Kurang ngajar berani-beraninya kamu main perintah-perintah saya!" bentak Keenan.

"Mungkin Mba Fit kecapean Pak Bos, kasih waktu lah tidur sebentar!" bujuk Indra.

Fitri terlelap dalam tidur, bahu Keenan terasa nyaman baginya.

Kring kring ... kring kring

Suara handphone berbunyi dari dalam tas kecil yang ada di atas paha Fitri. Saking kencang dan bunyi berulang, Fitri terbangun seketika. "Astaghfirullah, maaf Mas ..." lirih Fitri yang baru saja menyadari ia tertidur di pundak suaminya.

"Makanya, jangan tidur sembarang! syukur-syukur saya gak bangunin kamu," celoteh Keenan.

Kring kring ... kring kring

Handphone Fitri terus berbunyi.

Fitri membuka resleting di tas selempang kecil miliknya, ia mengambil handphone yang sempat terselip. "Ibu?" ucap Fitri spontans saat melihat layar handphone.

"Mas Keenan, aku izin angkat telpon ibu ya?"

"Terserah!" jawab Keenan singkat.

Fitri menggeser ikon berwarna hijau di handphone nya, refleks ia memposisikan handphone itu dekat telinga kirinya. "Assalamu'alaikum, bu."

"Wa'alaikumsallam, Neng kamu teh masih di hotel yang semalan Kan?" tanya Lilis lewat sambungan telpon.

"Bu, Maafin Neng ... gak pamit langsung sama ibu dan bapak, Neng berangkat ke Jakarta hari ini," jawab Fitri pelan.

"Kenapa atuh Neng? meni buru-buru kamu teh belum bawa baju, apa gak di bolehin sama suami kamu? dia jahatin kamu gak, Neng?" tanya Lilis khawatir.

Fitri baru menyadari bahwa ia tak membawa baju ganti satu helai pun. "Astaghfirullah bisa-bisanya aku gak sempet bawa baju, gimana ini!" gumam Fitri dalam hati.

"Neng," panggil Lilis lagi.

"I ... iya bu." Mata Fitri memutar ke atas mengingat pertanyaan Lilis tadi. "Enggak, bu. Ibu jangan khawatir Alhamdulillah Mas Keenan baik sama Neng," jawab Fitri terpaksa berbohong ia tak mau ibunya kepikiran.

Keenan yang bersebelahan mendengar jelas ucapan Fitri meskipun tak mendengar perkataan Lilis, tapi dengan mudahnya ia memahami apa yang mereka bicarakan. "Kenapa dia bohong? kenapa dia menutupi perlakuan buruk saya pada nya?" tanya Keenan dalam hati.

"Bener Neng? Alhamdulillah. Ibu teh mau nanyain ari kamu udah bilang belum ke sekolah? tadi ibu teh ketemu pak kepala sama ustadz Reyhan tapi ibu teh gak berani bilang apa-apa!"

"Gapapa bu, biar Neng aja nanti yang telpon untuk izin ke pak kepala, walaupun mungkin telat tapi gapapa Neng usahain."

"Yaudah, Neng hati-hati ya jaga diri. Inget! Neng hidup di lingkungan baru harus jaga sikap terutama sama suami dan mertua gak boleh bersikap buruk walaupun Neng belum ikhlas menerima semuanya. Ibu sebenarnya berat melepaskan Neng teh apalagi suami Neng sama keluarganya emang gak menyukai kita Neng bahkan mungkin mereka teh benci sama kita, tapi da gimana lagi Neng berserah Ke Allah nya. Ibu do'ain Neng!" ungkap Lilis terisak.

Mendengar kata-kata Lilis dadanya terasa sesak, dengan suara yang tertahan ia mencoba untuk berbicara. "I ... iya bu, Neng pasti inget nasihat ibu. Ibu baik-baik di sana kalau ada apa-apa kabarin Neng bu, salam juga buat si bapak!"

Mereka mengakhiri obrolannya, tak berkata-kata lagi Fitri menyandarkan kepalanya pada kaca mobil air mata menetes perlahan.

Sama halnya dengan Keenan, sedari tadi Indra menguping pembicaraan Fitri namun ia tak mengerti seolah memperhatikan orang bicara sendiri, ia pun cuek dan kembali fokus untuk menyetir.

...****************...

Beberapa Jam menempuh perjalanan Bandung-Jakarta akhirnya mereka sampai di rumah pribadi Keenan.

Tit

Kelaksok mobil Keenan berbunyi.

Dua pria berseragam satpam membuka gerbang rumah itu, lalu satu wanita berbadan gemuk yang tak lain adalah asisten rumah tangga Keenan ikut menyambutnya di depan.

Indra memarkirkan mobil Keenan di dekat taman, ia berlari ke toilet belakang rumah Keenan karena kebelet buang air kecil. Sementara itu Fitri membuka pintu mobil. "Mas aku keluar dulu, nanti aku bantu kamu turun!"

Fitri Keluar dari mobil, sontak kedatangan wanita asing seperti Fitri membuat tiga karyawan Keenan itu bertanya-tanya

"Siapa wanita itu?" tanya bi Euis pada dua satpam yang berdiri bersebelahan dengannya.

"Saya juga gak tau bi," saut satu satpam yang berkepala pelontos.

Wajar mereka bertanya-tanya, mereka hanya tau kondisi fisik Keenan pasca kecelakaan tapi sama sekali tak tau kisah dramatis yang di lalui Keenan, Fitri juga Sherly.

Kini Keenan sudah berada di atas kursi roda di dorong perlahan oleh Fitri, tiga karyawan itu menghampiri mereka.

"Pak Keenan kita turut prihatin sama kondisi bapak, semoga cepat sembuh ya pak," ungkap satpam yang tinggi besar.

"Iya tuan, Bibi juga khawatir pas denger berita ini dari tuan besar!" ungkap bi Euis.

"Oh iya tuan, mana non Sherly nya?" tanya bi Euis polos.

Lagi-lagi nama Sherly terngiang di telinga Fitri, ia bertanya-tanya seperti apa sosok Sherly itu juga sedalam apa cinta Keenan padanya.

"Gak akan lama lagi dia pasti kembali ke rumah ini, Bi!"

"Syukurlah tuan," saut Euis dengan wajah berbinar.

Deg

Hati Fitri tersayat, meskipun ia belum memiliki perasaan cinta pada Keenan tapi entah mengapa mendengar itu hatinya begitu terluka. Wajar saja, mungkin Fitri merasa tak di anggap sebagai seorang istri oleh Keenan.

"Bibi gak nyentuh yang sudah saya siapkan selama ini kan?" tanya Keenan memastikan.

"Ya engga atuh tuan, mana Bibi berani ... lagian Bibi gak bisa masuk!" jawabnya tegas.

Euis heran melihat Fitri mematung di belakang Keenan sambil memegang bagian kursi roda. " Oh iya tuan ini siapa? oh jangan-jangan ART yang mau nemenin bibi?" tanya Euis dengan mata yang mulai melototi Fitri.

"Bisa di bilang begitu, Bi!" jawab Keenan dengan wajah datar.

Fitri tersenyum setelah mendengar ucapan Keenan, ia tak mau menangis di hadapan banyak orang. Fitri juga tersenyum ke semua karyawan Keenan.

"Ya Allah, sehina itukah hamba di mata Mas Keenan?" gumam Fitri dalam hati.

"Aduh seneng kalau gitu bibi tidur gak sendiri lagi, mana masih muda cantik lagi," puji Euis namun dengan nada yang seolah menghina.

Euis menghampiri Fitri matanya terbuka begitu lebar, melototi Fitri dan meliriknya dari atas sampai bawah, bibirnya cemberut laku ia berbisik, "Inget ya, pembantu baru harus nurut sama saya!"

Tak mau berdebat, sambutan mengerikan dari Euis itu ia abaikan dan hanya membalas dengan senyuman.

"Bi, tolong bukain pintunya cepet!" seru Keenan.

"Iya tuan, Bibi bantu bukain pintunya ya."

Fitri mendorong Keenan kembali sambil menaikan bola matanya berharap air mata tak jatuh di pipinya, Fitri melihat kiri kanan rumah Keenan yang amat luas dan di kelilingi banyak tanaman juga bunga yang bermekaran.

Sementara itu, Bi Euis berjalan mendahului mereka, dan membuka pintu rumah yang terbuat dari kaca itu.

Selain suasana yang sejuk dari pepohonan, rumah Keenan sangatlah nyaman tak terdengar suara kendaraan yang lalu lalang seperti halnya di kota-kota, wajar saja Keenan sangaja membangun rumah yang jauh dari pusat kota.

Fitri di buat bengong melihat rumah Keenan dengan desain yang unik namun terkesan elegan, hampir semua bagian rumah itu terbuat dari kaca sampai matahari memancarkan sinarnya hingga ke sela-sela rumah.

Saat memasuki rumah itu Fitri di buat salah Fokus, ia melihat foto berukuran besar yang terpampang jelas di ruang tama. Fitri memperhatikan, ternyata itu adalah Foto Prewedding Keenan dan Sherly.

"Apa itu Sherly yang di maksud mereka? cantik sekali, wajar kamu gak bisa lupain dia, Mas. Lagi-lagi aku merasa bersalah, seandainya bapak gak nabrak kamu mungkin saja kalian kini sudah bersama, maafin aku Mas Keenan ...." lirih Fitri dalam hati.

Dari arahan Keenan Fitri menaiki Lift rumah itu ke lantai tiga, lantai pribadi Keenan yang tak bisa di datangi sembarang orang.

Teng

Pintu lift terbuka.

Fitri di buat kagum lagi melihat kemewahan rumah Keenan, ia mengantar Keenan ke kamar pribadinya.

Krek

Pintu kamar Keenan terbuka perlahan.

Suasana kamar itu sama seperti kamar pengantin, namun kali ini jauh lebih romantis. Foto-foto Sherly dan Keenan yang tak terhitung jumlahnya di pajang pada dinding kamar itu, hingga Fitri melihat bunga indah yang di susun menjadi nama Sherly dan Keenan.

Mata Fitri melirik ke sebrang tempat tidur, ia melihat banyak sekali baju perempuan berjejer rapi dalam lemari kaca transparan, sepatu tas dan make up tak luput dari pandangan Fitri.

"Dengerin saya, jangan pernah menyentuh barang yang saya siapkan untuk Sherly! saya sengaja menyiapkan ini sekian lama, saya yakin Sherly pasti datang kepelukan saya lagi," ungkap Keenan.

Fitri tak menjawab, ia hanya bergumam dalam hatinya. "Yaa Allah, hamba tidak bisa berkata-kata lagi."

"Ngerti gak?" desak Keenan.

"I ... iya Mas ..." lirih Fitri.

Sementara itu di lantai satu Euis sedang menyiapkan makan siang dan cemilan untuk Keenan, tiba-tiba Indra datang mengambil pisang goreng di piring dekat Euis.

Sontak Euis kaget. "Ya ampun Mas Indra, saya kira siapa!"

"Hehe, pak bos sama istrinya mana? udah naik?" tanya Indra tak jelas karena mulutnya penuh makanan.

"Apaan Ndra? yang jelas ngomongnya!" seru Euis yang membelakangi Indra karena sibuk mencicipi sup ayam buatannya.

Indra pun meneguk segelas air putih hingga makanannya tertelan semua. "Saya tanya, pak bos sama istrinya udah ke atas belum?" tanya Indra lagi lebih jelas.

Euis terdiam mencerna ucapan Indra.

"Apa kamu bilang? istrinya? saya gak salah denger?" tanya Euis tak menyangka.

Bersambung...

Episodes
1 BAB 1- Pelampiasan Kepanikan
2 Bab 2- Putri Bahan Negosiasi
3 BAB 3- Goresan Tinta Pembawa Takdir
4 BAB 4- Teriakan Kekecewaan
5 BAB 5- Pandangan Negatif Mereka
6 BAB 6- Terikat Nyata
7 BAB 7- Tradisi Yang Menegangkan Bagi Mereka
8 BAB 8- Senyuman untuk bayangan Mantan
9 BAB 9- Kamar Pengantin
10 BAB 10-Kejutan Memilukan Di Malam Pertama
11 BAB 11- Ternyata Hanya Menutup Mata
12 BAB 12- Hati Yang Tulus Dan Dendam Yang Masih Membara
13 BAB 13- Memilih Ridho Suami
14 BAB 14- Foto Prewedding
15 BAB 15- Paket Misterius
16 BAB 16- Emoticon Love
17 BAB 17- Satu Pergi Tiga lainnya Datang
18 BAB 18- Sambutan Sang Mertua
19 BAB 19- Singgah Ke Firma Hukum
20 BAB 20- Berangsur-angsur menyadari Ketulusan
21 BAB 21- Niat Yang Masih Keliru
22 BAB 22- Pelukan Hangat Keenan
23 BAB 23- Diantara Dua Do'a
24 BAB 24- Tak Bisa Tidur
25 BAB 25- Mengorek Kehidupan Dan Isi Hati Fitri
26 BAB 26- Mulai Menunjukan Taring
27 BAB 27- Kekhawatiran yang terus menghantui
28 BAB 28- Cara Memastikan Sebuah Rasa
29 BAB 29- Seolah Tak Terjadi Apa-apa
30 BAB 30- Kepanikan Keenan
31 BAB 31- Gara-gara Nasi Goreng
32 BAB 32- Salah Sasaran
33 BAB 33- Ucapan Yang Tak Selesai
34 BAB 34- Perhatian Keenan Yang Coba Di Tutupi
35 Bab 35- Mulai Memudar
36 BAB 36- Senyum Itu Ibadah
37 BAB 37- Kenangan Nasi Liwet
38 BAB 38- Bukan Lagi Ke Firma Hukum
39 BAB 39- Kebetulan Yang Tidak Terduga
40 BAB 40- Sulitnya Berbicara
41 BAB 41- Mencoba Untuk Pulang
42 BAB 42- Suara Hati Keenan
Episodes

Updated 42 Episodes

1
BAB 1- Pelampiasan Kepanikan
2
Bab 2- Putri Bahan Negosiasi
3
BAB 3- Goresan Tinta Pembawa Takdir
4
BAB 4- Teriakan Kekecewaan
5
BAB 5- Pandangan Negatif Mereka
6
BAB 6- Terikat Nyata
7
BAB 7- Tradisi Yang Menegangkan Bagi Mereka
8
BAB 8- Senyuman untuk bayangan Mantan
9
BAB 9- Kamar Pengantin
10
BAB 10-Kejutan Memilukan Di Malam Pertama
11
BAB 11- Ternyata Hanya Menutup Mata
12
BAB 12- Hati Yang Tulus Dan Dendam Yang Masih Membara
13
BAB 13- Memilih Ridho Suami
14
BAB 14- Foto Prewedding
15
BAB 15- Paket Misterius
16
BAB 16- Emoticon Love
17
BAB 17- Satu Pergi Tiga lainnya Datang
18
BAB 18- Sambutan Sang Mertua
19
BAB 19- Singgah Ke Firma Hukum
20
BAB 20- Berangsur-angsur menyadari Ketulusan
21
BAB 21- Niat Yang Masih Keliru
22
BAB 22- Pelukan Hangat Keenan
23
BAB 23- Diantara Dua Do'a
24
BAB 24- Tak Bisa Tidur
25
BAB 25- Mengorek Kehidupan Dan Isi Hati Fitri
26
BAB 26- Mulai Menunjukan Taring
27
BAB 27- Kekhawatiran yang terus menghantui
28
BAB 28- Cara Memastikan Sebuah Rasa
29
BAB 29- Seolah Tak Terjadi Apa-apa
30
BAB 30- Kepanikan Keenan
31
BAB 31- Gara-gara Nasi Goreng
32
BAB 32- Salah Sasaran
33
BAB 33- Ucapan Yang Tak Selesai
34
BAB 34- Perhatian Keenan Yang Coba Di Tutupi
35
Bab 35- Mulai Memudar
36
BAB 36- Senyum Itu Ibadah
37
BAB 37- Kenangan Nasi Liwet
38
BAB 38- Bukan Lagi Ke Firma Hukum
39
BAB 39- Kebetulan Yang Tidak Terduga
40
BAB 40- Sulitnya Berbicara
41
BAB 41- Mencoba Untuk Pulang
42
BAB 42- Suara Hati Keenan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!