BAB 18- Sambutan Sang Mertua

Erik, Juwita dan satu pria muda itu mendekat ke arah Keenan dan Fitri, mata Keenan menatap ke sembarang arah namun Fitri masih melihat setiap langkah mereka yang kian mendekat.

Fitri tersenyum lebar pada mereka, ia melepaskan tangan kanannya yang masih memegang kursi roda dan menghampiri mereka. "Pak, Bu!" sapanya hangat lalu mengulurkan tangan terutama pada Juwita, Juwita hanya membalas asal seakan jijik pada sentuhan tangan Fitri begitupun Erik yang sama sekali tak menghiraukan nya.

"Kakak, Bro!" teriak pria muda itu.

Keenan berusaha mengenali suara itu. "Yuda?" tanyanya kebingungan.

Pria itu tersenyum lalu menghampiri Keenan dan berlutut hingga tinggi mereka sejajar. "Masa lupa sama adik sendiri!" seru Pria itu yang ternyata adalah adiknya, Yuda Firdaus.

"Adik? apa mungkin ini adiknya Mas Keenan?" tanya Fitri dalam hati.

"Sorry! gue gak bisa liat lo tumbuh sebesar apa, Yud!" jawab Keenan singkat.

"Gapapa," saut Yuda dengan suara lesu, ia sejujurnya tak tega melihat kondisi kakaknya seperti sekarang ini.

Sedari tadi Yuda curi-curi pandang pada Fitri, ia bertanya-tanya dalam hatinya, "Itu istri Kak Keenan?"

Yuda menghampiri Keenan dan berbisik, "Itu istri lo, Kak?" tanyanya sangat penasaran.

Dengan sedikit keraguan dihatinya Keenan mengangguk.

"Cantik juga," celoteh Yuda.

"Mana saya tau!" celoteh Keenan.

Yuda tertawa kecil mendengar jawaban Keenan yang jutek itu.

"Ngapain Lo pulang?" tanya Keenan.

"Yaelah, nenek gue meninggal masa gue gak pulang lagian kuliah gue udah beres ngapain lama-lama disana gue di sini buat bantuin Lo lah. Sorry juga ya gue gak sempet dateng ke pernikahan Lo," seru Yuda.

Tahun ini Yuda memang baru saja menyelesaikan kuliah S-1 nya di Inggris, Ia begitu akrab dengan Keenan namun karena kesibukan studi dan pekerjaan masing-masing dari dulu mereka sudah jarang bertemu.

Tanpa mendengar apa yang mereka bicarakan, Erik hanya tersenyum melihat kedekatan kedua anaknya itu, meskipun kedua karakter anaknya yang sangat berbeda jauh kasih sayangnya tak pernah memihak.

"Keenan," sapa Erik sambil menepuk pundak anaknya.

"Sayang, kok gak bilang kamu pulang ke Jakarta?" tanya Juwita lembut.

"Iya Keenan, kalau Papah gak tanya pihak hotel mungkin Papah sama Mamah gak tau kamu pulang, Indra lagi Papah udah chat berhari-hari gak bales di telpon kadang nyaut kadang engga," seru Erik.

"Lagian Papah, nugasin orang kaya dia buat jaga saya," jawab Keenan dengan wajah datar.

Sejak kepulangannya ke Jakarta Keenan memang tak menghubungi Erik maupun Juwita, ia hanya ingin tenang di rumah pribadinya yang menyimpan sejuta kenangan bersama Sherly.

Erik menoleh ke arah Fitri. "Keenan, dia gak memperlakukan kamu dengan buruk kan?" tanya Erik.

Pertanyaan itu justru seharusnya di tujukan untuk Keenan, Erik tak tau betapa taatnya Fitri pada Keenan yang terkadang tak berperasaan.

Keenan menggelengkan kepalanya, bagaimana pun juga hatinya tidak bisa bohong. Kebaikan Fitri teramat besar jika harus di tutupi ketidakbenaran yang bisa saja ia utarakan.

"Syukurlah," seru Erik.

Juwita semakin merapat di dekat Erik, ia berbisik. Entah apa yang di bisikan Juwita pada Erik, Erik mengangguk dan mulai berbicara serius pada Keenan.

"Keenan, Papah sebenarnya gak setuju kamu tinggal di rumah Ini. Kamu pindah ke rumah kita lagi, Nak!" seru Erik.

"Pah, jangan atur saya! saya gak akan meninggalkan rumah ini sampai kapanpun," tegas Keenan.

"Keenan, ini demi kebaikan ka--" ungkapan Juwita terpotong kala Keenan tiba-tiba menyelanya.

"Cukup, Tante! udah lama saya tahan-tahan, cukup jangan pernah pedulikan hidup saya, saya gak mau berdebat!" bentaknya lagi.

Juwita tak mampu berkata-kata setelah mendengar ucapan Keenan dengan nada tingginya.

"Udah lah, Kakak Bro. Ibu gue jangan Lo bentak kali!" canda Yuda.

"Tante?" tanya Fitri heran dalam hati.

Tak adanya komunikasi yang terjalin dengan baik antara Fitri dan Keenan membuat Fitri tak tau seluk beluk keluarga Keenan yang sebenarnya.

"Iya cukup, Keenan. Mamah kamu begitu karena sayang sama kamu! Kapan kamu mau lupain Sherly kalau tinggal di sini terus!" seru Erik.

Rumah besar itu memang dibangun ketika Keenan masih bersama Sherly, Sherly pun turut andil dalam segala hal termasuk desain rumah itu. Itulah rumah impiannya ketika suatu saat sudah menikah dengan Sherly.

"Kamu gak sayang kita Keenan? kamu gak mikirin perusahaan? kalau kita tinggal serumah, Papah lebih mudah ngontrol kesehatan kamu," ungkap Erik.

"Kamu gak mau sembuh? mau terus-terusan duduk di kursi roda? ayo pindah Keenan nanti kita berobat ke dokter terbaik yang bisa nyembuhin kamu!" serunya lagi.

"Iya Kakak, Bro! ayolah! sekarang ada gue juga yang jangain lo" saut Yuda.

Cukup lama Keenan bersikukuh, ia tak kuasa jika harus meninggalkan rumah kenangannya. Tapi Fitri tiba-tiba berbisik, "Mas, maaf kalau aku ikut campur. Lebih baik kamu turuti orang tua kamu, Allah akan meridhoi mu jika orang tua mu Ridho."

Keenan tertawa kecil, namun tawa itu terkesan meledek Fitri. "Ck, gak usah so nasihatin saya!" seru Keenan.

Sekilas terlintas di pikiran Keenan, jika ia mengikuti kemauan orang tuanya, peluangnya untuk sembuh akan semakin besar dan juga tujuannya untuk bersama Sherly kembali mungkin saja bisa terwujud.

"Oke, saya mau pindah," seru Keenan.

Fitri tersenyum halus, ia mengira Keenan mendengarkan nasihatnya namun justru Fitri salah, kepindahan kali ini hanya demi tujuannya mendapatkan Sherly kembali.

...****************...

Singkat cerita, mengemas barang Keenan dan Fitri membutuhkan waktu yang lama. Sesudah magrib mereka semua pergi dari rumah itu dengan dua mobil dan tiba setelah Isya.

"Maa Syaa Allah, mewah sekali rumah ini," seru Fitri dalam hati.

Meskipun hanya dua lantai, tapi rumah Erik bisa di bilang jauh lebih luas dari rumah Keenan. Rumah itu terlihat sangat kokoh dengan tiang-tiang yang melekat, jika rumah Keenan sangat asri dengan pepohonan rindang justru rumah Erik terkesan lebih modern dengan nuansa putih megah bak istana.

Tak buru-buru memasuki kamar masing-masing, mereka berbincang di ruang keluarga. Kali ini mereka membahas nasib perusahaan travel, yang sudah beberapa tahun ini di alihkan pada Keenan sebagai pewaris utama Erik.

"Keenan, Papah rasa kondisi kamu yang seperti ini gak akan bisa memimpin perusahaan dengan maksimal, yntuk sementara biar Papah yang gantiin kamu dulu sambil nunggu kamu pulih lagi," ungkap Erik.

Keenan seolah setuju dengan keputusan Erik, bagaimana pun juga memang benar apa yang Erik sampaikan kondisinya kini tak memungkinkan untuk memimpin perusahaan sebesar itu

Erik menoleh ke arah Yuda yang sedang bersandar manja pada paha Juwita, "Yud, Papah bukannya gak percaya sama kamu! kamu baru lulus belum punya pengalaman banyak, kamu bantu Papah jadi staf atau paling engga jadi manajer dulu sambil Papah didik kamu. Lagian perusahaan kita bukan satu ada banyak perusahaan yang bisa kamu pimpin suatu saat nanti, tapi perusahaan utama kita Papah sudah serahin ke Kakak kamu!" seru Erik lagi.

Juwita menepuk bahu anaknya agar bangkit dan menjawab ucapan ayahnya.

"Iya, Pah!" jawab Yuda dengan nada yang malas.

"Yaa Allah, maafkan dosa Bapak. Ternyata kesalahannya sangat Fatal, wajar mereka membenci bapak bahkan aku," ungkap Fitri dalam hati.

Perbincangan itu mereka akhiri saat Yuda tiba-tiba meminta makan. "Mah, aku lapar!" sautnya dengan nada manja.

Karakter itu lah yang sangat membedakan Keenan dan Yuda, usia Yuda yang sudah bukan menginjak dua puluh dua tahun tapi tak jarang ia bersikap seolah anak kecil hal itu karena Juwita yang sering memanjakannya.

"Iya sayang, ayo kita makan malam!" seru Juwita dengan tatapan penuh cinta pada anak laki-lakinya itu.

"Pah, Keenan ayo kita makan!" seru Juwita lagi tanpa mengajak Fitri.

Erik mengangguk, namun Keenan hanya terdiam.

Tak dapat di pungkiri hati Fitri begitu terluka, Fitri seolah patung bagi mereka. Ia merasa kehadirannya disitu tak di hargai sama sekali, namun yang bisa Fitri lakukan hanya tersenyum dan sesekali menunduk untuk menutupi matanya yang mulai berkaca-kaca.

Juwita menggerakkan jari tangan kanannya, ia memberikan kode pada Fitri untuk menghampirinya.

Menyadari itu Fitri berbicara pada Keenan, "Mas, Mamah kamu manggil aku sebenar ya!" serunya pada Keenan.

Fitri beranjak berjalan ke arah samping dan mendekati Juwita dengan senyuman yang tak pernah lepas dari mulut manisnya. "Iya, Bu?"

Juwita tersenyum lebar. "Beberapa hari lalu, pembantu kita cuti jadi saya serahkan semuanya sama kamu ya, kamu ngerti kan maksud saya?" bisiknya dengan nada yang lembut seolah tak ada intimidasi darinya.

Fitri bukan tipe orang yang sulit memahami ucapan orang lain, ia paham betul apa yang di maksud Juwita. Tak mau dirinya dan keluarga dalam masalah ia hanya bisa tunduk di bawah perintah mertua namun rasanya seperti majikan.

"I ... iya, Bu!" jawab Fitri.

Juwita tertawa kecil, "Aduh Mamah gak khawatir bi Asmi pergi, menantu kita ini baik banget mau bantu nyiapin makan Malam," teriaknya.

Yuda refleks mencubit pinggang ibunya sambil berkata, "Mah, kok mamah berani kaya gitu sama istri Kak Keenan!"

"Dia juga gak keberatan, Keenan juga gak menghargai dia. Gak salah dong mamah manfaatin kehadirannya disini, jangan cuma mau numpang hidup aja di rumah ini!" bisiknya juga pada Yuda.

Yuda sudah tak heran lagi dengan kelakuan Juwita.

"Ngapain bisik-bisik gitu?" tanya Erik heran.

"Udah-udah, Papah juga udah laper. Benar kata istri saya pembantu kita cuti sementara ini kamu bantu kita ngurus rumah, nanti juga bi Asmi pulang kamu Fokus lagi aja jaga Keenan," ungkap Erik lagi.

"Iya, Pak!" jawab Fitri.

"Lagi-lagi Papah ke makan rayuan nenek lampir," ungkap Keenan dalam hatinya.

Meskipun menggantikan peran pembantu rumah tangga tak ada dalam kontrak pernikahan, tapi Fitri tak mau berdebat dengan mereka sebisa mungkin ia menuruti mereka.

Andai saja Keenan sudah mulai menaruh hati pada istrinya, mungkin juga Fitri tak akan di perlakukan dengan tak layak seperti itu.

"Kasian juga istri Kak Keenan," gumam Yuda dalam hati.

Di pandu jalan oleh Juwita dan Erik, Fitri berjalan menuju dapur dan mulai memasak menu sederhana menyesuaikan isi kulkas.

Erik dan Juwita memperhatikan Fitri memasak di meja makan, sementara Keenan masih berada di ruang tamu bersama Yuda.

"Bro! Lo gak kasian istri Lo di perlakukan begitu sama orang tua kita? gue tau ayahnya pantes kita benci, tapi menurut gue dia gak perlu, Kak! gue liat dia orang baik loh" seru Yuda tiba-tiba.

Kelakuan yang masih seperti anak kecil, namun sepertinya hatinya juga demikian ia bisa menilai mana yang tulus dan tidak.

"Ck, gak usah bahas dia! Lo bantu gue hubungin Sherly!" ungkap Keenan.

Bersambung....

Episodes
1 BAB 1- Pelampiasan Kepanikan
2 Bab 2- Putri Bahan Negosiasi
3 BAB 3- Goresan Tinta Pembawa Takdir
4 BAB 4- Teriakan Kekecewaan
5 BAB 5- Pandangan Negatif Mereka
6 BAB 6- Terikat Nyata
7 BAB 7- Tradisi Yang Menegangkan Bagi Mereka
8 BAB 8- Senyuman untuk bayangan Mantan
9 BAB 9- Kamar Pengantin
10 BAB 10-Kejutan Memilukan Di Malam Pertama
11 BAB 11- Ternyata Hanya Menutup Mata
12 BAB 12- Hati Yang Tulus Dan Dendam Yang Masih Membara
13 BAB 13- Memilih Ridho Suami
14 BAB 14- Foto Prewedding
15 BAB 15- Paket Misterius
16 BAB 16- Emoticon Love
17 BAB 17- Satu Pergi Tiga lainnya Datang
18 BAB 18- Sambutan Sang Mertua
19 BAB 19- Singgah Ke Firma Hukum
20 BAB 20- Berangsur-angsur menyadari Ketulusan
21 BAB 21- Niat Yang Masih Keliru
22 BAB 22- Pelukan Hangat Keenan
23 BAB 23- Diantara Dua Do'a
24 BAB 24- Tak Bisa Tidur
25 BAB 25- Mengorek Kehidupan Dan Isi Hati Fitri
26 BAB 26- Mulai Menunjukan Taring
27 BAB 27- Kekhawatiran yang terus menghantui
28 BAB 28- Cara Memastikan Sebuah Rasa
29 BAB 29- Seolah Tak Terjadi Apa-apa
30 BAB 30- Kepanikan Keenan
31 BAB 31- Gara-gara Nasi Goreng
32 BAB 32- Salah Sasaran
33 BAB 33- Ucapan Yang Tak Selesai
34 BAB 34- Perhatian Keenan Yang Coba Di Tutupi
35 Bab 35- Mulai Memudar
36 BAB 36- Senyum Itu Ibadah
37 BAB 37- Kenangan Nasi Liwet
38 BAB 38- Bukan Lagi Ke Firma Hukum
39 BAB 39- Kebetulan Yang Tidak Terduga
40 BAB 40- Sulitnya Berbicara
41 BAB 41- Mencoba Untuk Pulang
42 BAB 42- Suara Hati Keenan
Episodes

Updated 42 Episodes

1
BAB 1- Pelampiasan Kepanikan
2
Bab 2- Putri Bahan Negosiasi
3
BAB 3- Goresan Tinta Pembawa Takdir
4
BAB 4- Teriakan Kekecewaan
5
BAB 5- Pandangan Negatif Mereka
6
BAB 6- Terikat Nyata
7
BAB 7- Tradisi Yang Menegangkan Bagi Mereka
8
BAB 8- Senyuman untuk bayangan Mantan
9
BAB 9- Kamar Pengantin
10
BAB 10-Kejutan Memilukan Di Malam Pertama
11
BAB 11- Ternyata Hanya Menutup Mata
12
BAB 12- Hati Yang Tulus Dan Dendam Yang Masih Membara
13
BAB 13- Memilih Ridho Suami
14
BAB 14- Foto Prewedding
15
BAB 15- Paket Misterius
16
BAB 16- Emoticon Love
17
BAB 17- Satu Pergi Tiga lainnya Datang
18
BAB 18- Sambutan Sang Mertua
19
BAB 19- Singgah Ke Firma Hukum
20
BAB 20- Berangsur-angsur menyadari Ketulusan
21
BAB 21- Niat Yang Masih Keliru
22
BAB 22- Pelukan Hangat Keenan
23
BAB 23- Diantara Dua Do'a
24
BAB 24- Tak Bisa Tidur
25
BAB 25- Mengorek Kehidupan Dan Isi Hati Fitri
26
BAB 26- Mulai Menunjukan Taring
27
BAB 27- Kekhawatiran yang terus menghantui
28
BAB 28- Cara Memastikan Sebuah Rasa
29
BAB 29- Seolah Tak Terjadi Apa-apa
30
BAB 30- Kepanikan Keenan
31
BAB 31- Gara-gara Nasi Goreng
32
BAB 32- Salah Sasaran
33
BAB 33- Ucapan Yang Tak Selesai
34
BAB 34- Perhatian Keenan Yang Coba Di Tutupi
35
Bab 35- Mulai Memudar
36
BAB 36- Senyum Itu Ibadah
37
BAB 37- Kenangan Nasi Liwet
38
BAB 38- Bukan Lagi Ke Firma Hukum
39
BAB 39- Kebetulan Yang Tidak Terduga
40
BAB 40- Sulitnya Berbicara
41
BAB 41- Mencoba Untuk Pulang
42
BAB 42- Suara Hati Keenan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!