16 : Hasil Tes DNA

Johnathan memasuki ruangan pribadinya setelah selesai mengoperasi seorang pasien. Beberapa hari terakhir, ia memang sangat sibuk. Siang ini, ia memutuskan untuk istirahat sebentar di ruangannya.

"Huuh~" dokter tampan itu menghela napas lelah sambil duduk di kursi kerjanya.

Drrrt... Drrrt...

Johnathan merogoh kantung celananya saat merasakan ponselnya bergetar menandakan ada yang menelepon dirinya.

[Elvi is calling...]

Ternyata itu adalah temannya yang seorang kepala petugas laboratorium. Melihat nama Elvi membuatnya langsung teringat dengan tes DNA yang ia lakukan hampir dua minggu yang lalu. Ia benar-benar lupa dengan tes itu. Ia melakukan tes itu hanya karena penasaran, bukan karena alasan yang terlalu penting. Maka dari itu, ia bisa lupa.

"Halo, Elvi," sapa Johnathan setelah mengangkat panggilan tersebut.

"John?! Kenapa kamu gak telepon aku sama sekali sih?!" seru Elvi dengan suara kencang membuat Johnathan sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga.

"Emangnya ada apa? Ngapain aku harus telepon kamu?" tanya Johnathan bingung.

"Loh, kok kamu kedengerannya santai banget sih?! Kamu udah lihat hasil tes DNA yang aku kirim apa belum?"

Johnathan semakin bingung dengan perkataan Elvi, "hasil tes DNA yang mana? Kamu belum kasih hasil tes DNA yang waktu itu ke aku?"

"Apa maksud kamu? Aku udah minta juniorku buat kasih ke kamu beberapa hari yang lalu pas aku lagi ada urusan di luar kota," kata Elvi.

"Aku belum terima apa pun, Elvi," balas Johnathan dengan yakin.

"Gak mungkin! Dia sendiri yang bilang ke aku kalau udah taruh di meja kerjamu."

Johnathan memeriksa mejanya dengan saksama, "gak ad-- oh, ketemu!"

Johnathan mengambil sebuah amplop putih yang terselip di bawah almari yang ada di belakang kursinya.

"Suratnya ternyata jatuh di bawah almari," ucap Johnathan.

"Kok bisa? Apa ruanganmu itu gak pernah disapu sampai ada surat penting jatuh di situ gak ketahuan sampai sekarang?" celetuk Elvi.

Johnathan hanya terkekeh, "mungkin gak sengaja kelewatan."

"Ya udah, cepetan kamu buka, dan... Jangan terlalu terkejut," desak Elvi.

Johnathan yang masih berusaha membuka amplop itu sontak berhenti. Tiba-tiba, jantungnya berdegup kencang mendengar ucapan Elvi yang ambigu.

"Jangan bilang kalau hasilnya...," gumam Johnathan.

Terdengar Elvi menghela napas panjang, "buka aja, John."

Tangan Johnathan segera membuka amplop itu dengan gerakan cepat. Ia membaca isi surat hasil tes DNA tersebut. Beberapa detik kemudian, matanya membelalak karena melihat hasil tes DNA-nya dan anak bernama Bhara menunjukkan kecocokan sebesar 99,99%.

"El? Hasil ini... Beneran akurat?" ucap Johnathan masih tidak percaya.

"Sayangnya... Itu sangat akurat, John," kata Elvi dengan suara lirih, "aku tutup dulu ya teleponnya, aku harus kembali bekerja."

Johnathan terduduk di kursinya dengan lemas. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Padahal sebelumnya ia hanya iseng melakukan pemeriksaan tes DNA itu, tapi siapa sangka kalau anak yang bernama Bhara itu ternyata benar-benar anak kandungnya.

Sebagai seorang pria, ia tidak mungkin mengabaikan fakta ini dan menganggap seolah Bhara bukan anaknya. Namun, ia khawatir dengan tanggapan orang tuanya jika mereka tahu kalau anak kebanggaan mereka telah melakukan hal yang memalukan, yaitu memiliki anak di luar hubungan pernikahan.

Drrrt... Drrrt....

Panjang umur orang tua Johnathan. Ia melihat layar ponselnya dan melihat tulisan 'Ayah' terpampang di sana. Ia tahu mengapa ayahnya menelepon. Hari ini, keluarganya berencana untuk makan siang bersama di ruangan ibunya, termasuk Hendry dan Alan.

Johnathan menggeser ikon merah untuk menolak panggilan dari ayahnya tersebut. Ia akan segera pergi ke ruangan ibunya. Pria itu menghela napas panjang, ia sudah memutuskan untuk mengatakan ini semua kepada keluarganya. Ia juga sudah siap untuk menghadapi amukan ayahnya nanti.

...----------------...

Hendry dan Alan sudah berkumpul di ruangan Anjani. Sebelum tiba di rumah sakit, mereka terlebih dahulu membeli makan siang di restoran untuk dimakan bersama di rumah sakit. Alan dan Anjani sibuk menata makanan serta piring di meja, sedangkan Hendry berusaha untuk menelepon anak sulungnya agar segera datang.

"Tidak diangkat," gumam Hendry, "Sayang, apa Johnathan masih ada jadwal operasi?"

Anjani menoleh, "huh? Sepertinya tidak, dia baru aja selesai tadi. Sekarang masih waktunya istirahat."

"Tapi kenapa dia tidak segera ke sini? Bahkan, dia juga tidak menjawab teleponku," ucap Hendry bertanya-tanya.

"Biar aku yang jemput Kak John di ruangannya," ucap Alan.

Hendry dan Anjani hanya mengangguk setuju. Alan pun segera beranjak pergi untuk menuju ruangan Johnathan. Namun, belum sempat ia melangkahkan kaki untuk keluar dari ruangan ibunya, pintu ruangan itu sudah dibuka dan menampakkan Johnathan yang baru saja tiba.

"Nah, ini dia orangnya," seru Alan.

"Astaga, John. Kemana aja sih kamu? Adik kamu udah kelaparan tuh nungguin kamu," gurau Anjani.

"Loh, kok jadi aku sih, Bu? Ibu aja kali yang udah kelaparan," balas Alan.

Semua orang tertawa mendengar candaan tersebut. Johnathan juga ikut tertawa, tapi jenis tawa hambar. Bagaimana mungkin ia bisa tertawa lepas di situasi seperti ini?

"John," panggil Hendry.

"Eh, iya, Ayah," jawab Johnathan yang tersentak dari lamunannya.

"Kenapa melamun? Ayo duduk sini," ucap Hendry.

Johnathan hanya menganggukkan kepalanya, lalu berjalan menghampiri keluarganya yang sudah siap untuk makan siang. Ia mendudukkan dirinya di samping Alan, sedangkan ayah dan ibunya berada di hadapannya.

'Duh, aku belum siap, jangan sekarang,' batin Johnathan.

Ia ragu untuk menyampaikan hasil tes DNA yang sejak tadi ia bawa di saku jas dokternya. Apalagi keluargany kini sedang menikmati waktu makan bersama dengan bahagia. Ia tidak ingin merusak quality time keluarganya yang jarang sekali terjadi karena semuanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Setelah itu, Johnathan pun ikut mengambil makanan dan mulai memakannya. Mereka menikmati waktu makan siang bersama sambil mengobrol ringan. Alan banyak bercerita tentang kesehariannya di kampus, sedangkan Johnathan lebih banyak diam. Meskipun Johnathan setiap hari memang dikenal sebagai sosok yang tidak banyak bicara, tapi hari ini ia lebih pendiam lagi karena pikirannya sedang berkecamuk.

Akhirnya, acara makan siang sederhana mereka pun selesai. Anjani segera membereskan piring-piring kotor itu dan membawanya ke dapur yang ada di ujung ruang pribadinya itu. Alan menyusul ibunya untuk membantu mencuci piring. Sekarang tinggal Hendry dan Johnathan yang masih duduk di sofa.

"Jadi, apa yang mau kamu bicarakan?" ucap Hendry tiba-tiba.

"Huh?"

Johnathan bingung dengan ucapan Hendry. Sejak tadi, ia hanya diam dan tidak mengatakan apa pun kepada ayahnya. Tapi tiba-tiba saja, ayahnya berkata seperti itu seolah-olah pria itu tahu akan kegundahan anak sulungnya.

Hendry terkekeh pelan, "John, ayah sangat mengenal kamu. Hari ini kamu lebih banyak diam dan terlihat cemas. Katakan saja, ada apa?"

Johnathan terdiam. Ternyata ayahnya itu sudah mengendus bau-bau kegelisahannya. Ia ragu untuk mengatakan yang sebenarnya.

"John?" panggil Hendry meminta jawaban dari Johnathan.

Johnathan memejamkan matanya dan menghela napas panjang. Kemudian, ia meraih amplop yang berada di sakunya dan menyerahkan amplop tersebut kepada ayahnya.

Hendry menerima amplop tersebut dengan bingung, "apa ini?"

"Buka aja, Ayah," lirih Johnathan.

Meskipun tidak tahu apa isi amplop tersebut, Hendry langsung membukanya tanpa ragu. Jantung Johnathan kembali berdegup kencang seiring dengan mata Hendry yang bergulir membaca tulisan demi tulisan dari lembaran kertas di dalam amplop tersebut.

Johnathan semakin cemas saat ayahnya itu tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Sekarang ia merasa bahwa lebih baik ayahnya langsung memarahinya saja daripada bersikap seperti ini. Ia tidak tahu apa yang dipikirkan oleh pria paruh baya itu.

"Apa maksud dari semua ini, Johnathan?" tanya Hendry dengan suara yang terlampau dingin.

Johnathan berusaha menjawab pertanyaan ayahnya dengan tenang, "seperti yang ayah lihat. Itu adalah hasil tes DNA milikku dan anak itu."

Hendry terdiam sebentar, "bukan itu yang ayah tanyakan, Johnathan Adikusuma."

Johnathan tahu ayahnya pasti sangat marah sekarang karena pria itu telah menyebut nama lengkapnya.

"Bagaimana bisa," Hendry menjeda ucapannya, lalu menatap tajam Johnathan, "Bhara adalah anak kandung kamu?"

Prang!!

Johnathan dan Hendry seketika menoleh setelah mendengar suara pecahan itu. Ternyata, Anjani sudah berdiri di dekat mereka dan terkejut mendengar fakta yang tidak sengaja ia dengar. Alan yang berdiri di belakang ibunya juga sama terkejutnya.

"A-apa? A-aku pasti salah dengar," gumam Anjani.

...----------------...

Kira-kira apa yang akan dilakukan oleh keluarga Adikusuma setelah mengetahui hasil tes DNA?

Ikuti kisah mereka di chapter selanjutnya ya...

Thank you ♥♥

Terpopuler

Comments

Frando Wijaya

Frando Wijaya

ternyata bch td adalah keluarga adikusuma

2024-08-01

0

LISA

LISA

wah berarti Natasya nikah dgn Jonathan nih spy Bhara punya keluarga yg lengkap

2023-11-28

1

Iqlima Al Jazira

Iqlima Al Jazira

next thor..
senang banget dengan celotehan bhara.
di tambahin donk part bhara☺🤭

2023-07-06

4

lihat semua
Episodes
1 1 : Natasya
2 2 : Bhara
3 3 : Mama?!
4 4 : Fakta Mengejutkan
5 5 : Ke Kampus
6 6 : Kakek
7 7 : Berpisah
8 8 : Kecelakaan
9 9 : Donor Darah
10 10 : Johnathan
11 11 : Rencana Natasya
12 12 : Kerja Tambahan
13 13 : Haikal
14 14 : Kelelahan
15 15 : Permintaan Alan
16 16 : Hasil Tes DNA
17 17 : Keturunan Adikusuma
18 18 : Bermain
19 19 : Rencana Buruk
20 20 : Papa
21 21 : Berkas
22 22 : Kecewa
23 23 : Amarah
24 24 : Pertengkaran
25 25 : Buntu
26 26 : Kesepakatan
27 27 : Undangan
28 28 : Makan Malam
29 29 : Resmi
30 30 : Persidangan
31 31 : Tinggal Bersama
32 32 : Baikan
33 33 : Salah Paham
34 34 : Makam
35 35 : Komitmen
36 36 : Klarifikasi
37 37 : Keluarga Kecil
38 38 : Liburan Keluarga
39 39 : Sabrina
40 40 : Masa Lalu
41 41 : Pertemuan
42 42 : Penjelasan
43 43 : Kembali
44 44 : Cinta
45 45 : Kebenaran
46 46 : Gagal
47 47 : Ditangkap
48 48 : Malam Pilu
49 49 : Keberanian Mahasiswa Hukum
50 50 : Ada yang Aneh
51 Part 51 : Hampir
52 52 : Hakim Jujur?
53 53 : Vonis
54 54 : Berkumpul Lagi
55 55 : Omelan Istri
56 56 : Awal Ajaran Baru
57 57 : Menghilang
58 58 : Diculik
59 59 : Pencarian
60 60 : Perlawanan
61 61 : Upaya Kabur
62 62 : Belum Berakhir
63 63 : Terguncang
64 64 : Trauma
65 65 : Hari yang Suram
66 66 : Sidang (lagi)
67 67 : Pulang
68 68 : Tidak Baik-Baik Saja
69 69 : Kembali Normal
70 70 : Akhir
Episodes

Updated 70 Episodes

1
1 : Natasya
2
2 : Bhara
3
3 : Mama?!
4
4 : Fakta Mengejutkan
5
5 : Ke Kampus
6
6 : Kakek
7
7 : Berpisah
8
8 : Kecelakaan
9
9 : Donor Darah
10
10 : Johnathan
11
11 : Rencana Natasya
12
12 : Kerja Tambahan
13
13 : Haikal
14
14 : Kelelahan
15
15 : Permintaan Alan
16
16 : Hasil Tes DNA
17
17 : Keturunan Adikusuma
18
18 : Bermain
19
19 : Rencana Buruk
20
20 : Papa
21
21 : Berkas
22
22 : Kecewa
23
23 : Amarah
24
24 : Pertengkaran
25
25 : Buntu
26
26 : Kesepakatan
27
27 : Undangan
28
28 : Makan Malam
29
29 : Resmi
30
30 : Persidangan
31
31 : Tinggal Bersama
32
32 : Baikan
33
33 : Salah Paham
34
34 : Makam
35
35 : Komitmen
36
36 : Klarifikasi
37
37 : Keluarga Kecil
38
38 : Liburan Keluarga
39
39 : Sabrina
40
40 : Masa Lalu
41
41 : Pertemuan
42
42 : Penjelasan
43
43 : Kembali
44
44 : Cinta
45
45 : Kebenaran
46
46 : Gagal
47
47 : Ditangkap
48
48 : Malam Pilu
49
49 : Keberanian Mahasiswa Hukum
50
50 : Ada yang Aneh
51
Part 51 : Hampir
52
52 : Hakim Jujur?
53
53 : Vonis
54
54 : Berkumpul Lagi
55
55 : Omelan Istri
56
56 : Awal Ajaran Baru
57
57 : Menghilang
58
58 : Diculik
59
59 : Pencarian
60
60 : Perlawanan
61
61 : Upaya Kabur
62
62 : Belum Berakhir
63
63 : Terguncang
64
64 : Trauma
65
65 : Hari yang Suram
66
66 : Sidang (lagi)
67
67 : Pulang
68
68 : Tidak Baik-Baik Saja
69
69 : Kembali Normal
70
70 : Akhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!