Natasya baru saja menyelesaikan makan siangnya. Sebenarnya, tidak bisa disebut makan siang juga sih, karena hari sudah menjelang sore. Kini, Natasya kembali berbaring di kasur ruang kesehatan. Rencananya ia akan istirahat sebentar, sembari menunggu Alan yang tadi berjanji akan mengantarnya pulang. Sahabatnya itu masih berada di kelas untuk mengikuti jadwal kuliah terakhir pada hari itu. Sayang sekali, Natasya melewatkan jadwal kelas terakhir karena tubuhnya masih terlalu lemas.
Ketika sedang berbaring dan memejamkan matanya, samar-samar Natasya bisa mendengar langkah kaki seseorang mendekati dirinya. Ia mengira bahwa orang itu adalah Alan, maka dari itu ia pun langsung membuka matanya.
"Udah selesa--"
Natasya membelalakkan matanya terkejut ketika melihat bahwa orang yang berdiri di hadapannya bukanlah Alan, melainkan Haikal. Sama seperti sebelumnya, tatapan serta senyuman Haikal tampak mengerikan di mata Natasya. Ia pun langsung bangun dan duduk di atas kasurnya.
"Kak Haikal?! Ngapain kamu ke sini?!" sungut Natasya.
Amarah gadis itu memuncak saat melihat Haikal. Ia selalu teringat akan penghinaan yang dilontarkan oleh mahasiswa itu beberapa hari yang lalu.
"Aku cuma mau lihat kondisi kamu, Natasya," ucap Haikal dengan tenang.
Natasya berdecih, "cih, gak usah sok baik di depan aku. Aku gak sudi lihat wajah kamu."
Mendengar ucapan kasar Natasya, bukannya tersinggung, laki-laki itu malah tertawa kecil seolah sedang meremehkan Natasya.
"Natasya," panggil Haikal dengan suara rendah, "kamu susah banget ya buat didekati. Asal kamu tahu, sifatmu yang kayak gini justru bikin aku makin tertantang."
Natasya hanya bisa menatap laki-laki yang sedang berdiri di depannya itu dengan tatapan tidak percaya. Ia jengkel sekali dengan Haikal yang tidak pernah berhenti untuk mendekatinya walaupun sudah ia tolak berkali-kali.
"Udah gila kamu, Kak!" seru Natasya.
Haikal terkekeh pelan, "aku emang udah gila, dan kamu adalah penyebab aku gila."
Haikal melangkahkan kakinya perlahan agar semakin mendekat kepada Natasya. Hal itu membuat Natasya memundurkan tubuhnya dan bersikap waspada.
"J-jangan mendekat," ucap Natasya yang entah mengapa ia menjadi was-was sekarang.
Haikal menghentikan langkahnya, lalu menatap mata Natasya dalam-dalam.
"Natasya, kenapa kamu keras kepala?" kata Haikal dengan suara pelan.
"Lihat diri kamu sekarang? Kamu terlihat sangat, sangat menyedihkan," imbuh Haikal mencoba merayu Natasya, "kalau kamu mau menerima tawaranku, aku bisa kasih kamu banyak uang."
"Diam...," lirih Natasya dengan geram.
"Kamu gak lupa sama apa yang aku tawarin ke kamu waktu itu, kan, Natasya?" tanya Haikal.
"Diam...," geram Natasya dengan suara pelan.
"Tidur sama aku dan aku kasih kamu bayaran berapapun yang kamu minta."
"AKU BILANG DIAM!"
Srett!!
Buagh!!
Natasya sangat terkejut karena sesaat setelah ia berteriak, tiba-tiba ada yang menarik Haikal dan meninju wajahnya hingga laki-laki kurang ajar itu jatuh tersungkur.
"Alan?" gumam Natasya melihat Alan dengan wajah marahnya.
Ya, sahabat Natasya itulah yang tadi meninju wajah Haikal. Ia baru saja masuk ke ruang kesehatan untuk mengajak Natasya pulang. Tapi saat ia mendekati kasur Natasya, bertepatan dengan Haikal yang mengatakan sesuatu yang sangat menyulut emosinya.
Alan menarik kasar kerah kemeja Haikal membuat laki-laki itu berdiri.
"Berani-beraninya kamu ngomong kayak gitu sama Natasya?!" teriak Alan kepada Haikal.
Haikal tersenyum miring sambil menahan rasa sakit di rahangnya akibat pukulan Alan yang tidak main-main.
"Kenapa? Kamu gak terima? Hei, kamu ini cuma sahabatnya Natasya, jangan sok-sokan jadi pahlawan kesiangan buat dia," ejek Haikal kepada Alan.
Emosi Alan semakin meluap mendengar perkataan Haikal yang sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah. Ia sudah mengangkat tangannya yang mengepal bersiap untuk melayangkan pukulan kepada Haikal lagi. Namun, Natasya buru-buru turun dari kasur dan menahannya.
"Alan!" teriak Natasya sambil memegangi tangan sahabatnya.
Alan menoleh ke arah Natasya, sedangkan gadis itu menggelengkan kepala sambil menatapnya dengan tatapan memohon.
"Jangan diterusin lagi," lirih Natasya.
Alan menghela napas kasar, lalu menghempaskan tubuh Haikal membuat laki-laki itu terhuyung ke belakang.
"Cukup, Alan. Mending kita pulang aja," ucap Natasya dengan pelan.
Alan menatap nyalang Haikal, "dasar laki-laki gak tahu malu! Berani banget rendahin perempuan. Pengecut!"
Setelah puas menghardik Haikal, Alan pun pergi bersama Natasya meninggalkan ruang kesehatan. Sementara itu, Haikal hanya menatap kepergian mereka dengan geram. Natasya sangat sulit untuk didapatkan, dan Alan, sahabat gadis itu selalu melindunginya membuat Haikal semakin kesulitan untuk mendekati Natasya.
...----------------...
Malam hari di kediaman Adikusuma, seluruh anggota keluarga berkumpul di meja makan untuk makan malam bersama. Mereka memiliki juru masak pribadi yang memasak untuk mereka sehari-hari. Hal ini karena Anjani yang harus menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengurus rumah sakit, sehingga ia tidak memiliki waktu untuk mengurus pekerjaan rumah tangga, bahkan untuk memasak sekalipun.
Untung saja, Hendry adalah suami yang pengertian. Ia tidak menuntut istrinya untuk meninggalkan karirnya demi mengurus pekerjaan rumah tangga. Lagipula, keluarga Adikusuma memiliki kekayaan yang melimpah, jadi mereka lebih memilih untuk mempekerjakan banyak asisten rumah tangga.
Acara makan malam ini berlangsung tenang seperti biasa. Mereka makan dalam diam, hanya ada suara sendok dan garpu yang berdentingan.
"Eum... Ayah," panggil Alan memulai pembicaraan membuat semua orang menoleh ke arahnya.
"Iya, ada apa, Al?" tanya Hendry.
Alan tampak berpikir sebelum mengutarakan isi pikirannya, "ayah gak ada pekerjaan tambahan lagi buat Natasya?"
Hendry mengernyitkan dahinya bingung, "kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu?"
"Aku kasihan sama Natasya. Dia udah cari banyak banget pekerjaan tambahan biar bisa dapat uang yang banyak buat adopsi Bhara," lirih Alan.
Hendry menghela napas panjang, "ayah juga kasihan sama dia, Al. Tapi sebagai asisten dosen dan asisten pribadi ayah, dia sudah bekerja sangat banyak untuk ayah. Kalau ayah nambah pekerjaan dia lagi, itu namanya eksploitasi, dia bisa kelelahan."
"Tapi sekarang Natasya udah mengeksploitasi dirinya sendiri, Yah. Dia udah ambil banyak pekerjaan tambahan dari mana aja, tapi itu semua masih kurang katanya," keluh Alan.
"Ibu kemarin ketemu sama dia di rumah sakit. Kantung matanya tebal sekali, anak itu pasti kurang tidur," kata Anjani.
"Kenapa Natasya memaksakan diri? Harusnya dia tahu kalau banyak uang aja belum cukup buat adopsi seorang anak, kan?" ucap Johnathan bertanya-tanya.
"Natasya paham banget tentang itu, Kak John. Tapi dia keras kepala, dia tetap bakal ngelakuin segala cara buat adopsi Bhara," jawab Alan.
"Apa gak ada cara lain buat bantu Natasya, Yah?" tanya Alan kepada Hendry.
"Cara apa lagi, Alan?" ujar Hendry lelah dengan paksaan anak bungsunya, "kalau ayah bisa membantu Natasya, pasti sudah ayah lakukan. Tapi ayah hanya bisa membantunya sebatas ini saja."
"Eum.... Mungkin 'bicara' sama seseorang untuk mempermudah proses pengadopsian?" kata Alan dengan nada ragu.
"Maksud kamu menyuap orang dalam?" seru Hendry, "jangan bercanda, Alan. Ayah tidak akan pernah melakukan hal seperti itu."
Alan hanya menundukkan kepalanya lemas. Ia hanya berniat untuk membantu sahabatnya. Ia sudah tidak tahan melihat Natasya kelelahan setiap hari.
"Sayang," panggil Anjani kepada Alan, "ibu tahu niat kamu baik, tapi kemampuan kita untuk menolong Natasya hanya sebatas ini. Lebih baik kamu berdoa saja supaya Natasya diberi kemudahan oleh Tuhan dan berhasil untuk mengadopsi Bhara."
Alan hanya tersenyum kecil menanggapi ucapan ibunya. Memang benar bahwa ia tidak bisa membantu apa-apa untuk Natasya, selain ikut mencari pekerjaan untuk gadis itu.
Johnathan yang duduk di sebelah Alan dan melihat adiknya murung itu, kemudian berinisiatif untuk menyemangatinya. Ia pun menepuk pelan bahu adiknya sambil tersenyum lembut.
"Yang penting kamu udah punya niat baik buat bantuin teman kamu itu. Kakak udah bangga banget sama kamu," ucap Johnathan.
Alan juga hanya membalasnya dengan tersenyum. Ia tidak merasa lega sama sekali sebelum benar-benar menemukan solusi untuk membantu Natasya. Sejak kejadian gadis itu pingsan tadi pagi, Alan semakin khawatir dengan kondisi sahabatnya itu.
...----------------...
Hai semuanya....
Kalian suka gak sama novel ini??
Kalau suka, tolong kasih like dong 😉
Tapi kalau menurut kalian novel ini ada atau banyak kurangnya, tolong kasih komentar dan sarannya 😊😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Frando Wijaya
menang kenyataan kn? lo tuh pengecut 😏
2024-08-01
0
Itha Fitra
klu kluarga johnatan tau,bhw bhara tuh anak kandung ny john.gmn reaksi mreka ya..
2023-12-26
0
Lena Sari
bagus kok Thor,semangat yaa
2023-12-12
1