Natasya terus berjalan menuju ke pusat informasi. Sedangkan anak kecil bernama Bhara itu semakin mengeratkan pelukannya di leher Natasya.
"Permisi, Mbak," ucap Natasya kepada petugas di pusat informasi.
"Iya, Kak. Ada yang bisa saya bantu?" jawab petugas itu.
"Jadi begini, Mbak. Saya tadi menemukan anak ini sendirian di dalam toilet yang ada di ujung sana. Sepertinya dia terpisah dengan orang tuanya," jelas Natasya.
Petugas itu melihat Bhara yang sedang meringkuk dan menyembunyikan wajahnya di leher Natasya.
"Emm... Apakah kakak tau siapa nama anak ini?" tanya petugas itu.
"Oh iya, namanya Bhara," jawab Natasya.
Petugas itu tersenyum, "baik, Kak. Tunggu sebentar ya, biar saya cek dulu di daftar penumpang."
Petugas itu mengetikkan sesuatu di komputer, tapi kemudian dahinya mengernyit saat tidak menemukan apa yang sedang ia cari.
"Tidak ada penumpang atas nama Bhara, Kak," kata petugas itu, "tunggu sebentar ya, akan saya sampaikan berita kehilangan di pengeras suara dulu."
Natasya hanya menganggukkan kepalanya. Tangannya mengusap-usap punggung anak yang sedang ia gendong saat ini. Bhara tidak tidur, tetapi ia juga enggan untuk menegakkan tubuhnya dan hanya bersandar pada Natasya.
[Selamat siang, Bapak/Ibu yang terhormat. Kami telah menemukan seorang anak laki-laki bernama Bhara. Jika anda datang bersama Bhara, harap untuk segera datang ke pusat informasi.]
Natasya menghela napas panjang saat mendengar pengumuman itu, ia berharap orang tua dari anak ini segera datang untuk menjemputnya.
"Tunggu sebentar ya, Bhara. Sebentar lagi orang tuamu pasti datang," lirih Natasya kepada Bhara.
Dahi Natasya mengernyit bingung saat ia merasakan gerakan pelan Bhara di bahunya yang seperti menggelengkan kepalanya. Sangat pelan, hingga ia tidak yakin apakah gelengan itu adalah jawaban dari Bhara atas ucapannya barusan atau hanya sebuah gerakan random dari anak itu.
"Sudah saya siarkan pengumuman untuk para pengunjung di bandara. Kakaknya duduk dulu saja, sambil menunggu orang tuanya datang," ucap petugas itu kepada Natasya.
Setelah itu, Natasya pun duduk di kursi yang disediakan di area pusat informasi tersebut. Ia berniat untuk meletakkan Bhara di sampingnya agar anak itu bisa duduk sendiri, tetapi anak itu malah mengeratkan pegangannya di leher Natasya.
"Bhara gak mau duduk sendiri?" tanya Natasya dengan lembut.
Kemudian, ia merasakan gelengan lemah dari Bhara. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk tetap memangku Bhara.
...----------------...
Sudah 30 menit ia menunggu di pusat informasi. Bahkan, petugas tadi sudah menyiarkan pengumuman anak hilang sebanyak tiga kali, tetapi belum ada tanda-tanda kedatangan dari orang tua Bhara.
"Permisi, Mbak. Ini gimana ya? Udah setengah jam, tapi orang tuanya belum datang juga. Saya khawatir kalau ternyata anak ini tidak hanya tersesat di sini," ujar Natasya kepada petugas itu.
"Iya, Kak. Coba kita tanyakan sesuatu kepada Bhara," kata petugas itu merasa ada yang janggal dengan situasi tersebut.
Natasya menggeleng pelan, "tidak bisa, Mbak. Saya sudah berusaha bertanya tentang keberadaan orang tuanya dari tadi, tapi Bhara sama sekali tidak mau mengatakan apa pun."
Petugas itu berpikir sejenak, "kalau begitu, biar saya laporkan hal ini dulu kepada polisi bandara. Sepertinya ini bukan kasus 'tersesat' biasa."
Natasya hanya mengangguk, lalu kembali duduk sambil memeluk Bhara yang ada di pangkuannya. Tidak lama kemudian, dua orang petugas polisi datang menghampiri Natasya. Petugas dari pusat informasi tadi juga turut menghampiri Natasya di tempat duduk.
"Permisi, apakah ini adalah anak hilang yang tadi dilaporkan?" tanya polisi itu.
"Iya, Pak," jawab petugas pusat informasi.
Kemudian polisi laki-laki mengisyaratkan sesuatu kepada polwan yang datang bersamanya. Lalu, polwan itu pun berlutut untuk menyejajarkan tubuhnya dengan Bhara.
"Halo, Bhara," ucap polwan itu dengan ramah, "lihat sini sebentar, Sayang."
Bhara yang masih memeluk erat leher Natasya, perlahan-lahan menoleh ke arah polwan itu.
"Kamu tadi kesini sama siapa, Nak?" tanya polwan itu.
Bhara hanya diam.
"Emm... Sama mama kamu? Atau sama ayah kamu?" lanjut polwan itu.
Dan Bhara tetap diam, lalu anak itu kembali menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Natasya.
"Kalau begitu, kita akan melakukan pengecekan CCTV di area bandara," ujar polisi laki-laki.
"Tunggu sebentar!" cegah Natasya, "sepertinya Bhara kelaparan. Apakah saya boleh membawanya untuk pergi mencari makan dulu?"
"Boleh, tapi kami harus meminta KTP anda terlebih dahulu," jawab sang polisi, "bukan bermaksud mencurigai anda, tapi ini sudah menjadi prosedur keamanan."
Kemudian, Natasya meraih dompet di saku celananya, lalu menyerahkan KTP miliknya.
"Ini KTP saya, nama saya Natasya. Saya tidak akan membawa Bhara kemana-mana, hanya mencari makan di dekat sini saja."
Setelah mendapat persetujuan dari pihak kepolisian bandara, Natasya pun menggendong Bhara menuju restoran yang terletak tidak jauh. Ia memesan dua porsi nasi goreng, lalu menempati salah satu meja kosong di restoran tersebut.
"Bhara lapar ya? Tadi perutnya bunyi krucuk-krucuk gitu lho," goda Natasya kepada anak itu.
Bhara hanya menatapnya dengan polos tanpa tertawa sama sekali. Natasya pun mendudukkan Bhara di kursi sebelahnya.
"Bhara bisa makan sendiri?" tanya Natasya yang dibalas anggukan oleh Bhara.
Baru ingin memakan makanannya sendiri, tapi Natasya melihat tangan Bhara yang gemetar saat ingin menyendokkan nasi ke mulutnya. Anak itu terlihat sangat tidak bertenaga.
"Sini kakak suapin aja, ya," ucap Natasya mengambil alih sendok di tangan kecil Bhara.
Natasya dengan telaten menyuapi Bhara. Selama disuapi, anak itu terus menatap mata Natasya dengan tatapan yang polos. Entah mengapa, ditatap seperti itu, membuat hati Natasya terasa nyeri, seolah ia merasakan rasa sakit yang terpendam dalam diri Bhara.
...----------------...
Hari sudah menjelang malam, Natasya masih menemani Bhara di pusat informasi. Sementara pihak kepolisian sedang berusaha untuk mencari informasi terkait Bhara.
"Kak Natasya," panggil salah satu polisi, "kami tidak bisa menemukan informasi mengenai orang tua dari Bhara."
Natasya pun merasa bingung, "bagaimana mungkin? Bapak sudah cek CCTV, kan?"
Polisi itu mengangguk, "benar kami sudah mengecek CCTV. Tapi kami tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang membawa Bhara ke toilet tempat anda menemukannya tadi. Terakhir kali Bhara terekam oleh kamera CCTV adalah saat ia berjalan di area lobi bersama dengan seseorang dengan pakaian serba hitam."
"Pakaian serba hitam?" tanya Natasya.
"Iya, dan kami belum bisa mengidentifikasi siapa orang itu. Karena setelah masuk ke lobi bandara, ia langsung pergi begitu saja," jelas polisi itu.
"Bagaimana dengan pemeriksaan identitas Bhara? Kita pasti bisa mengetahui siapa orang tuanya dari data kependudukan, bukan?" kata Natasya.
Polisi itu menghela napas panjang, "kami sudah mencoba melakukannya. Tetapi ternyata, data kelahiran Bhara tidak pernah didaftarkan ke pemerintah. Itu artinya ia tidak memiliki akta kelahiran dan kita tidak bisa melacak siapa orang tuanya."
Natasya terkejut dengan pernyataan itu. Informasi tentang Bhara akan susah didapatkan jika ia tidak terdaftar dalam data kependudukan.
"Untuk sekarang, kami akan membawa Bhara terlebih dahulu sembari melakukan pencarian lebih lanjut," ujar polisi tersebut, "dan terima kasih, karena Kak Natasya sudah membantu menjaga Bhara."
Natasya hanya menganggukkan kepalanya. Ia merasa agak berat hati saat akan menyerahkan Bhara kepada pihak kepolisian. Tapi apa boleh buat, bukan wewenangnya untuk ikut campur dalam kasus ini. Posisinya sekarang hanyalah seorang warga sipil yang tidak sengaja menemukan anak yang hilang, dan yang berwenang untuk mengurus anak itu adalah pihak yang berwajib.
Polwan tadi sudah ingin mengambil Bhara yang ada di gendongan Natasya, tetapi anak itu tidak mau melepaskan pelukannya kepada Natasya sedikit pun.
"Emm... Bhara, ikut sama ibu polisi dulu, ya," ucap Natasya lembut.
Bhara hanya menggelengkan kepalanya. Natasya melirik kepada polwan itu untuk meminta bantuan.
"Ayo, Bhara. Ikut sama ibu dulu, nanti kita cari keluargamu," kata polwan itu sambil berusaha menarik tubuh Bhara.
Bhara berusaha menolak saat polwan itu ingin menggendongnya.
"Hiks... Hiks..."
Semua orang mulai gelagapan saat mendengar Bhara yang mulai menangis.
"Eh, Bhara, jangan menangis, ibu polisi gak jahat kok," ucap polisi itu.
Bhara pun mendongakkan wajahnya untuk menatap mata Natasya, lalu berujar lirih, "mama..."
"Eh?! Mama?!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Itha Fitra
scepat itu kah,natasya mnjd mama muda?
2023-12-26
1
Shofia Gorden Palangkaraya
yg
2023-12-10
0
LISA
Wah Natasya dipanggil Ma2 sama Bara
2023-11-28
0