Johnathan Adikusuma
Johnathan Adikusuma, atau yang biasa dipanggil John oleh keluarganya. Ia adalah putra sulung dari keluarga Adikusuma. Ia adalah seorang pria cerdas dan tampan. Yah... Tentu saja, gen Adikusuma memang tidak bisa diragukan.
Berbeda dengan adiknya, Alan, yang tertarik dalam bidang hukum, Johnathan mengikuti jejak sang ibunda yang berkecimpung di bidang kesehatan. Kuliah kedokteran di salah satu universitas ternama di Indonesia, kemudian melanjutkan pendidikan spesialis besah. Ia pun lulus pendidikan spesialis bedah di usia 26 tahun. Dan selama satu tahun ini, ia sudah memiliki profesi sebagai dokter bedah di rumah sakit milik ibunya, yaitu di Rumah Sakit Medika Anjani.
Johnathan bukanlah pria yang suka 'macam-macam'. Ia tidak pernah terlibat dalam pergaulan bebas, setidaknya itu yang diketahui oleh keluarganya. Terakhir kali ia menjalin hubungan asmara adalah dengan mantan kekasihnya saat kuliah S2 dulu.
Kehidupannya sebagai dokter bedah berjalan biasa saja, tidak ada yang spesial. Hingga suatu hari, ia diberi tahu oleh seorang perawat bahwa ada seorang anak yang membutuhkan donor darah darinya. Johnathan sangat terkejut karena selama ini belum pernah ia menemui seseorang dengan golongan darah yang sama dengannya.
Meskipun ia hanya diam dan memberikan darahnya begitu saja, tetapi muncul begitu banyak pertanyaan di benaknya mengenai anak yang bernama Bhara itu. Apalagi saat mengetahui latar belakangnya yang cukup menyedihkan. Dibuang oleh orang tuanya sendiri dan dirawat di panti asuhan. Ia juga cukup heran mengapa Bhara selalu ditemani oleh teman dari adiknya yang bernama Natasya.
...----------------...
Natasya duduk di samping brankar yang ditempati oleh Bhara. Ini sudah pukul 9 malam, tetapi mata anak itu masih setia terpejam.
"Bhara...," lirih Natasya, "kamu belum mau bangun, Nak. Katanya rindu sama mama."
Air matanya kembali menetes, "mama udah datang, Sayang. Bhara gak mau ketemu sama mama, ya?"
Tidak ada jawaban yang terdengar. Tubuh anak kecil itu masih belum menunjukkan pergerakan sama sekali.
Karena fokus memandangi wajah teduh Bhara, Natasya tidak menyadari bahwa ada seseorang yang sudah berdiri di sampingnya.
"Natasya."
Gadis yang dipanggil namanya itu tersentak dan menoleh seketika.
"Eh, Dokter Johnathan."
Johnathan tersenyum lembut, "maaf, sepertinya saya mengejutkan kamu, ya?"
"Eum... Iya, hehe, saya agak kaget tadi," ucap Natasya sambil tertawa canggung.
"Dokter tidak sibuk kah? Kenapa ada di sini?" tanya Natasya.
"Saya baru saja menyelesaikan operasi, setelah ini sudah tidak ada jadwal lagi. Saya cuma mau mampir sebentar untuk menjenguk Bhara," jawab Johnathan.
Natasya menganggukkan kepalanya paham, lalu kembali melihat Bhara, "huh... Kenapa Bhara masih belum bangun juga, ya?"
Johnathan melirik ke arah Natasya, gadis itu bersikap benar-benar seperti ibu kandung dari Bhara. Ia pun tersenyum kecil.
"Itu wajar, Natasya. Kondisi Bhara kritis, jadi kemungkinan dia akan pingsan dalam waktu yang cukup lama," kata Johnathan.
"Berapa lama?" tanya Natasya sambil menatap Johnathan bertanya-tanya.
Johnathan tertegun dengan tatapan mata gadis itu. Bola mata coklat gelapnya terlihat begitu indah. Tapi, Johnathan segera berdeham untuk menepis pikirannya.
"Ekhm, eum... Kalau kondisinya pulih dengan cepat, mungkin besok dia sudah bangun."
Natasya menghela napas panjang, "saya harap Bhara benar-benar bangun besok."
Johnathan hanya diam sambil berdoa dalam hati supaya anak kecil itu segera sadar. Keheningan kembali melanda ruang ICU itu, dua orang dewasa yang ada di sana hanya diam memandang Bhara dengan tatapan sendu. Mereka hanyut dalam pikiran masing-masing.
"Kalau begitu, saya tinggal dulu ya, Natasya," ucap Johnathan.
Natasya menoleh, lalu berdiri dari duduknya, "oh, iya Dokter, terima kasih sudah menjenguk Bhara."
Johnathan hanya mengangguk, lalu pergi meninggalkan ruang ICU. Sedangkan Natasya, gadis itu memutuskan untuk bermalam menemani Bhara di rumah sakit.
...----------------...
Cklek
Johnathan menutup pintu ruang ICU dari luar. Setelah keluar dari ruangan itu, raut wajahnya tiba-tiba berubah menjadi serius. Kemudian, dokter muda itu berjalan cepat menuju ke suatu tempat. Tujuannya hanya satu, yaitu instalasi laboratorium.
Sesampainya di sana, ia langsung masuk ke dalam ruang laboratorium dan menemui salah seorang petugas laboratorium yang terlihat sibuk dengan pekerjaannya.
"Bagaimana?" tanya Johnathan secara tiba-tiba.
Seorang petugas lab yang sedang melakukan pekerjaannya tersentak dengan kedatangan Johnathan.
"Astaga! ngagetin aja kamu, John!," keluh petugas perempuan itu.
"Bagaimana hasilnya?" tanya Johnathan lagi.
Perempuan itu memutar bola matanya malas, "belum ada 24 jam, dan kamu udah minta hasilnya, John? Cih, yang benar saja."
Johnathan mendengus kesal, "aku udah terlalu penasaran, El."
"Lebih baik kamu diam aja, John. Aku masih sibuk bekerja," ketus perempuan itu.
"Kasar sekali sih," cibir Johnathan.
"Bisa-bisanya kamu minta aku buat ngerjain tes DNA cuma gara-gara kamu penasaran sama anak itu," dumal perempuan itu dengan nada kesal, "kalau bukan anak pemilik rumah sakit, udah aku tolak mentah-mentah permintaanmu itu. Kamu pikir pekerjaanku gak banyak, hah?!"
Johnathan terkekeh, "ayolah, Elvi. Kamu kan temanku, jangan kayak gitu dong."
Sebagian besar tenaga kesehatan di rumah sakit ini sangat menghormati Johnathan karena ia adalah putra dari direktur rumah sakit. Pengecualian untuk beberapa orang, termasuk petugas laboratorium bernama Elvi tersebut. Perempuan itu tidak segan dengan Johnathan karena mereka sudah berteman sejak berada di bangku universitas.
Petugas lab bernama Elvi itu hanya berdecih kesal.
"Jadi, kamu pikir anak itu adalah anakmu?"
Pertanyaan Elvi membuat senyum Johnathan luntur, "aku juga gak tau, El. Aku cuma khawatir kalau ternyata anak itu benar-benar ada hubungannya denganku."
"Tapi, sejauh yang aku tahu, mantan kekasihmu itu gak pernah hamil, kan?" tanya Elvi.
Johnathan menggelengkan kepalanya, "dia juga gak pernah ngomong apa-apa tentang kehamilan pas dulu dia mutusin aku. Tapi, segala sesuatu bisa aja terjadi, kan?"
Flashback
Johnathan duduk bersandar di kursi yang telah disediakan untuk pengambilan darah. Di lengannya sudah terpasang selang untuk mengambil darah. Ia harus segera memberikan darahnya untuk didonorkan kepada anak kecil yang bernama Bhara.
Sedari tadi, ia hanya diam dengan dahi mengernyit karena memikirkan sesuatu. Meskipun golongan darahnya termasuk sangat langka, tapi bukan hal yang aneh jika ada seseorang yang memiliki golongan darah yang sama dengannya, bukan?
Namun, entah mengapa, Johnathan merasa ada sesuatu yang aneh. Ini adalah pertama kalinya ia bertemu seseorang yang memiliki golongan darah sama sepertinya. Ia sudah membulatkan tekatnya untuk mengikuti kata hatinya.
"Pak Adam," panggilnya kepada perawat laki-laki yang sedang mengambil darahnya.
"Iya, Dokter. Ada apa?" tanya Pak Adam.
"Tolong nanti serahkan sampel darah saya dan sampel darah anak itu ke laboratorium ya," kata Johnathan.
Pak Adam mengernyitkan dahinya bingung, "darah Dokter Johnathan memang akan diuji terlebih dahulu di lab. Tapi kenapa dokter meminta darah penerima juga dikirim ke lab?"
"Saya ingin melakukan tes DNA."
Mata Pak Adam langsung melotot karena terkejut.
"Tidak ada maksud apa-apa, Pak," ucap Johnathan mengetahui kebingungan perawat itu, "saya hanya penasaran saja."
Pak Adam hanya bisa menuruti ucapan dari dokter muda itu tanpa banyak bertanya lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Frando Wijaya
bila mantan kekasih lo hamil Dan lo bpkny...mka bs aja mantan kekasih lo gk segan2 buang anak lo Dan mantan kekasih lo jg
2024-08-01
0
sihat dan kaya
Eun Woo... doktor tampan...
2024-07-27
0
Dewa Dewi
makin seru nih
2024-02-17
0