"Ke sini kamu!" Dengan sorot mata datar, Chris menyuruh Shakila untuk keluar dari tempat persembunyiannya.
Shakila mengangguk paham, meski dirinya begitu panik, namun dia tak mau menunjukkan sikap aslinya di hadapan Bu Sinta, satu-satunya dosen wanita yang memperlakukannya dengan begitu baik. Dengan langkah berat ia mengerakkan kedua tungkai kakinya menghampiri Chris dan Sinta.
Shakila langsung menundukkan kepalanya seketika kala ditatap begitu intens oleh Chris.
Suasana mendadak canggung. Shakila dapat mendengar suara isakan tangis Sinta masih menggema ditelinganya.
"Chris, aku harap kamu bisa mempertimbangkan lagi keputusanmu," ucap Sinta kemudian sambil meraih tangan Chris.
"Tidak, sudah aku katakan kamu bukan tipeku!" Chris menepis cepat tangan Sinta.
Sinta kembali menitihkan airmatanya.
Mendengar hal itu hati Shakila terenyuh, seakan dapat merasakan apa yang tengah dirasakan dosennya saat ini. Namun, dia sedikit heran mengapa ada sensasi perih di lubuk hatinya terdalam, saat tanpa sengaja melihat Sinta memegang tangan Chris barusan, tetapi Shakila tak dapat menjelaskan perasaan apakah itu.
"Pak! Jangan kasar donk sama cewek! Bapak kejam banget sih! Ayo lah Pak terima aja pernyataan cinta Bu Sinta, kasihan Bu Sinta nanti jadi perawan tua loh." Shakila reflek mengangkat wajahnya. Dia tak tega saat Sinta tak kunjung berhenti menangis.
Tentu saja sebagai seorang wanita, Shakila menjunjung tinggi, woman suport woman, dia akan membela dosennya itu, walaupun hatinya sekarang sakit, entah karena apa.
Mendengar perkataan wanita yang ia sukai itu, alis mata Chris terangkat sedikit. "Terima?" Helaan berat berhembus dari hidung Chris setelahnya. Bisa-bisanya Shakila menyuruh dia menerima cinta dari wanita lain. Padahal hatinya saat ini hanya milik Shakila. Chris sedikit heran mengapa Shakila belum juga ingat dengan kejadian di lift kala itu. Seandainya saja ingatan Shakila sudah kembali, ia berencana akan menyatakan perasaannya pada Shakila.
"Iya, diterima donk Pak. Bapak nggak boleh gitu, ayo sekarang terima cintanya Bu Sinta!" kata Shakila menggebu-gebu, berharap Chris menerima cinta dosennya itu.
Chris menggeleng cepat. "Tidak! Lebih baik kamu diam, Shakila. Ini urusan orang dewasa, sebaiknya sekarang kamu pergi ke laboratorium ikut teman-temanmu yang lainnya belajar," sahutnya penuh penekanan.
"No!" Shakila langsung melipat kedua tangannya di dada lalu mengangkat angkuh dagunya. "Sebelum Bapak menerima cinta Bu Sinta! Shakila nggak mau pergi!"
Lagi dan lagi Chris menghembuskan kasar napasnya.
"Sudahlah Shakila, sepertinya Ibu memang bukan tipenya." Sedari tadi Sinta hanya dapat mendengarkan perdebatan antara Shakila dan Chris. Sesekali dia menarik ingusnya karena kelamaan menangis tadi. Walau hatinya hancur berkeping-keping karena cintanya di tolak, tapi kini dia berusaha menerima keputusan Chris.
"Ibu tidak boleh menyerah! Shakila akan membantu Ibu untuk mendapatkan cinta dari pria mesum ini!" Shakila menunjuk tepat di depan wajah Chris sambil menjijitkan kakinya karena tubuh dosennya begitu tinggi seperti pohon kelapa.
Mendengar kata mesum, Sinta mengerutkan dahi seketika. Sementara Chris tersenyum smirk melihat tingkah Shakila yang semakin hari semakin menggemaskan.
"Mesum?" Chris menebak jika Shakila sudah mengingat kejadian tempo lalu, hal itu dapat dia lihat dari pancaran mata Shakila yang menyiratkan sedikit kegugupan. Mungkin Shakila saat ini sedang teringat ciuman panas yang mereka lakukan pada malam itu, tebaknya.
"Iya mesum! Jadi sekarang Bapak harus menerima cinta Bu Sinta, nanti Bapak menyesal, dia wanita yang sangat cantik dan berpendidikan! Banyak pria di luar sana yang berbondong-bondong mendekatinya!" seru Shakila.
"Tapi Shakila, selama ini tidak ada pria yang mau mendekati Ibu," sergah Sinta seketika sambil tersenyum getir.
Shakila melirik sekilas lalu berkata,"Aish, anggap saja ada Bu!"
Sinta hanya mengangguk saja, meski dirinya tidak setuju sama sekali.
Shakila mengalihkan pandangannya. "Pokoknya Shakila nggak mau tahu, Bapak harus terima cintanya Bu Sinta!" katanya berusaha membujuk Chris.
"Tidak, Bapak tidak mau!" Chris menolak dengan tegas.
"Harus mau!"Shakila memaksa Chris lagi.
"Tidak!"
"Harus!"
Shakila dan Chris saling berteriak satu sama lain. Beruntung saja sekarang, mereka di tempat yang jarang dilalui mahasiswa lainnya.
Semenit pun berlalu keduanya masih berseteru, sama-sama tak mau mengalah dan tetap pada pendirian awalnya.
"Tidak!"
"Harus!"
Sementara, Sinta menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat mahasiswi dan pria yang sukai saling berdebat satu sama lain, tanpa ada yang mau mengalah sama sekali. Saat mendengar suara keduanya yang semakin melengking nyaring.
"Diam!!!" Sinta berteriak dengan sangat keras, hingga dirinya pun menutup sendiri kedua telinganya.
Dengan raut wajah terkejut, Chris dan Shakila serempak menoleh.
"Cukup! Hentikan semua ini, hiks, hiks, hiks... Mengapa kalian berdebat! Aku memang tidak pantas untuk dicintai..." Air mata Sinta kembali mengalir dengan sangat deras. Dadanya nampak naik dan turun, meratapi kisah cintanya yang tragis.
"Tapi Bu–" Shakila menatap nanar Sinta seketika.
"Cukup Shakila, sudahlah!" Tak mau berdiri lama-lama di dekat pria pujaannya, Sinta mulai menggerakkan kakinya, sebelum melangkah dia sempat melirik Chris sekilas. Yang nampak tampan dan rupawan, walau wajahnya kaku dan datar sekali.
"Hiks, hiks, hiks...." Sinta mulai berlari sambil sesekali menoleh ke arah Chris.
Dari jarak beberapa meter, terdengar musik soundtrack film uttaran, neneknya tapasya, di youtube, yang kebetulan disetel oleh penjaga kampus. Pria tua itu sedang menyesap rokoknya sambil mendengarkan musik tersebut.
Tung, tung, tararara, rararara, dung, aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!
Sinta berlari ala-ala India. Akan tetapi, dia tak tahu di hadapannya sekarang, sebuah kulit pisang tergeletak tak berdosa di atas tanah.
Bruk!
Karena Sinta sesekali menoleh ke belakang, alhasil ia pun terjatuh ke depan hingga menampakan pakaian dalamnya berwarna pink. Sebab rok yang ia gunakan sekarang tak terlalu panjang.
"Hiks, hiksss, hikssss!" Sinta menangis histeris saat melihat Chris menatapnya datar di ujung sana. Sinta menangis kencang, bukan karena sakit ataupun diputuskan cinta, tapi karena Malu. Iya, malu, karena terjatuh di depan pria yang dia sukai, apalagi pakaian dalamnya sampai terlihat tadi. Sedangkan Shakila hanya melonggo melihat dosennya terjatuh, masih loading.
"Hiks, hikss, hiks...." Secepat kilat Sinta bangkit berdiri lalu kembali berlari dengan sangat lincah. Meninggalkan Chris dan Shakila masih terdiam membisu, menyaksikan adegan yang terjadi dalam hitungan detik itu.
Di sisi lain, dari kejauhan Ricko memperhatikan dengan seksama interaksi mereka barusan. Sedari kemarin Ricko dan Ricki menyamar menjadi tukang sapu di kampus.
"Hmm, apa sebaiknya aku memberitahu Nona Gissel untuk datang kemari." Ricko menaiki sedikit topinya.
"Jangan gila Bang, untuk apa menyuruh Nona Gissel kemari, memangnya kenapa?" Ricki menghentikan gerakan tangannya. Dia menaruh gagang sapu di dekat pohon.
"Lihatlah, bos dan wanita itu selalu berduaan, aku tidak mau mereka sampai jatuh cinta." Ricko menunjuk ke depan seketika.
Ricki menoleh lalu tersenyum lebar. "Justru itu bagus, Bang. Kamu ini ada-ada saja Bang!" ucapnya, tak setuju dengan pendapat saudara kembarnya itu.
Ricko tersenyum sinis sejenak. "Ck! Bagus apanya! Nona Gissel lah yang pantas menjadi pendamping Mister. Sudahlah! Aku malas berdebat denganmul! Kamu tidak akan mengerti!" serunya sambil melangkah cepat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
lily
kaya bukan seorang dosen tpi lebh kek anak kecil yg GK dibolehin minum essss ,,, pdhl sudah berumur hrusnya lebh bijak menanggapinya tpi aku salut dia berani nembak dluan
2024-05-19
0
Zia_Lin
ngabrut banget Wei😂
2024-01-08
1
YuWie
wis dikasih backsound malahhh tiboo..piye tho sin sin
2023-08-11
0