“Pak Verdi?” ucap Kaifan dengan membelalakkan matanya menatap pria dihadapannya.
Suara Kaifan menyadarkan Reina, dia pun langsung berdiri dan Verdi melepaskan tangannya dari tubuh Reina.
“Terimakasih.” ucap Reina lalu berjalan kebelakang Verdi. Sebelum pintu lift tertutup, Reina melihat Kaifan tersenyum kepadanya. Reina benar-benar merasa risih dan jijik dengan sikap pria itu.
“Apa harus saya yang menekan tombol lift untuk kamu?” suara dingin Verdi menyadarkan Reina dari lamunannya. Dia menepuk keningnya lagi, dia ingat tadi Kaifan memanggil pria itu dengan nama Verdi, itu berarti pria itu adalah Verdi Kenzie, atasannya. CEO tempatnya bekerja sekarang. Bagaimana bisa dia lupa tentang pria ini yang dia temui waktu itu?
“Maaf pak!” ucap Reina seraya melangkah maju untuk menekan tombol lift nomor empat delapan. Lift pun melaju cepat menuju lantai atas. Saat lift berhentu, pintu lift terbuka lalu Verdi melangkah keluar sambil berkata tanpa menatap Reina,
“Jangan ulangi lagi.”
“Maaf?” Reina mendongak menatap atasannya dengan tatapan tidak mengerti.
“Jangan pernah berpikir lama hanya untuk menekan tombol lift. Dan jangan mengumbar senyum kepada karyawan pria. Kamu disini untuk bekerja bukan untuk mengumbar senyum kepada pria.” ujar Verdi kemudian melangkah pergi menuju ke ruangannya.
Reina masih tercengang dengan kata-kata bosnya, “Mengumbar senyum? Aku hanya bersikap sopan bukan mengumbar senyum! Menyebalkan sekali sih?” Reina tersinggung dengan tuduhan bosnya. Dengan menghentakkan kakinya dia pergi ke meja kerja lalu meletakkan tasnya di dalam laci meja bagian bawah.
“Reina buatkan saya kopi! Takarannya dua sendok kopi, satu sendok gula, 150ml susu cair dan 100ml air panas. Ingat baik-baik takarannya dan jangan pernah salah! Kamu harus siapkan kopi setiap pagi untuk saya. Pastikan kopi sudah ada dimeja kerja saya setiap pagi saat saya sudah datang. Kamu mengerti?” ujar Verdi memberikan perintah pada sekretaris barunya itu.
“Baik pak. Saya akan mengingatnya baik-baik. Saya buatkan dulu kopinya.” Reina melangkah keluar dari ruangan bosnya menuju ke pantry, tak lama secangkir kopi pun dia bawakan kembali untuk bosnya itu. Tapi saat Verdi menyesap kopi itu, dia langsung menyemburkannya.
“Apa yang kamu buat? Ini tidak sesuai dengan apa yang saya minta!” ujar Verdi dengan dingin.
“Sa---saya membuat sesuai takaran yang bapak berikan.” jawab Reina gugup.
“Buatkan lagi!” perintah Verdi.
Kini Reina berada di pantry untuk membuatkan kopi untuk bosnya. “Dua sendok kopi, satu sendok gula, 150ml susu cair dan 100ml air panas. Kamu harus mengingatnya baik-baik.” kata-kata Verdi yang terus tergiang-giang ditelinga Reina membuat telinganya panas karena sudah lebih sepuluh kali Verdi mengulangnya sampai Reina hapal racikan kopi kesukaan Verdi.
Verdi Kenzie, CEO Kenz Corp yang seharusnya Reina hormati berubah menjadi pria yang paling dia benci karena sikapnya yang dingin dan kasar. Tidak hanya menuduh Reina mengumbar senyum, dia juga memarahi Reina karena kopi yang diseduhnya tidak sesuai dengan selera Verdi.
Padahal bahan kopi yang Reina buat sudah sesuai dengan takaran yang Verdi inginkan, tapi untuk kesekian kalinya kopi itu berakhir di tempat sampah. Entah kopi seperti apa yang Verdi inginkan. Tapi Reina mulai kesal kepada bos-nya itu. Tampan-tampan tapi galak! Begitulah Reina mengutuki Verdi didalam hatinya.
“Dua sendok kopi, satu sendok gula, 150ml susu cair dan 100ml air panas.” ucap Reina memastikan kembali semua bahan yang akan diraciknya sudah sesuai dengan takaran.
Reina mencampur semua bahan menjadi satu lalu mengaduknya. Setelah jadi, dia meletakkan diatas nampan lalu membawanya kepada Verdi.
Reina mengetuk pintu ruang CEO kemudian masuk kedalam ruang kerja bosnya yang luas dan nyaman dengan perasaan tak menentu. Khawatir jika kopi ini juga akan berakhir seperti kopi-kopi lainnya. Reina meletakkan cangkir kopi yang dibawanya dengan hati-hati. Sudah sebelas kali Reina bolak-balik mengantarkan kopi.
Kali ini adalah kopi yang kedua belas yang dia antarkan. Dia berdoa semoga Verdi menyukai kopinya kali ini. Verdi mengangkat cangkir kopi dihadapannya, lalu menyeruput kopinya. Kening pria itu langsung mengeryit saat merasakan kopi buatan Reina.
“Apa kamu tuli ya? Atau kamu bodoh? Kenapa kamu tidak bisa mengingat takaran bahan yang saya sebutkan? Harus berapa kali saya ulangi baru kamu paham?”
Kata-kata tajam Verdi menusuk hati Reina hingga membuat matanya panas dan berkaca-kaca. Verdi memang kasar, tidak cukup menuduh Reina dan memarahinya, dia juga menyebutnya tuli dan bodoh.
Reina mengertakan pegangannya pada nampan ditangannya hingga buku jarinya memutih. Dia kesal dan sakit hati pada ucapan bosnya itu.
Ingin rasanya dia memaki balik tapi mengingat ini adalah hari pertamanya bekerja dan dia sangat membutuhkan pekerjaan ini, Reina berusaha bersabar dan menahan dirinya.
Tapi setelah memikirkannya Reina pun tak ingin diam, kali ini dia memberanikan dirinya untuk mempertanyakan kesalahannya pada bosnya yang tidak punya hati nurani itu.
“Maaf pak. Saya sudah membuat kopi dengan takaran yang bapak sebutkan. Dua sendok kopi, satu sendok gula, 150ml susu cari dan 100ml air panas. Semuanya sudah sesuai lalu apa yang salah dengan kopinya? Kopi seperti apa yang bapak inginkan?” tanya Reina dengan suara bergetar karena menahan tangis.
Verdi menegakkan posisi duduknya lalu melipat kedua tangannya didepan dada. Kedua maniknya menatap Reina dengan tajam, “Saya tahu takarannya sudah benar tapi bukan itu yang saya inginkan! Buatkan lagi!” perintah Verdi dengan suara dingin. Dia menatap Reina dengan tajam yang membuat wanita itu semakin ketakutan.
Reina menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan, mencoba untuk menghilangkan rasa kesal dan sakit hatinya. Verdi benar-benar pria paling kasar dan paling menyebalkan yang pernah Reina kenal.
“Baik pak.” jawabnya. Kemudian dia mengambil cangkir kopi diatas meja lalu keluar dari ruangan bosnya.
Andai Reina tidak ingat bagaimana usaha Varen yang sudah mendukungnya untuk bekerja, mungkin saat ini juga Reina sudah menyerah dan memilih mundur dihari pertamanya bekerja. Tapi, Reina tidak mau mengecewakan Varen hanya karena sikap bosnya yang menjengkelkan.
Dia melangkah menuju ke pantry saat akan membuka pintu Felix memanggilnya. “Rei….kamu bekerja disini? Bagaimana pekerjaanmu? Semuanya baik-baik saja kan?” tanya Felix tanpa rasa canggung sedikitpun seakan dia dan Reina sudah saling kenal lama.
Padahal baru kemarin Reina mengenal pria itu dan pria itu juga yang menawarkan pekerjaan ini padanya.
Reina menghela napas sambil mengangkat nampan ditangannya, “Saya sudah membuat kopi dua belas kali. Tapi pak Verdi masih meminta saya membuatnya. Saya bingung, sebenarnya kopi seperti apa yang Pak Verdi inginkan?” keluh Reina.
“Hah? Verdi minum kopi?” Felix terlihat kaget. Reina langsung menganggukkan kepalanya.
“Verdi punya penyakit lambung! Seharusnya kamu tidak memberinya kopi.”
Reina menautkan alisnya.” Tapi tadi pak Verdi minta dibuatkan kopi!”
“Mungkin Verdi sedang mengujimu. Apa kamu tidak membaca buku panduan yang kamu terima? Seharusnya disana tercatat riwayat kesehatan Verdi.” ujar Felix terkekeh.
Reina tersenyum miring, dia memang belum membaca buku panduan itu.
“Ya sudah, kamu buatkan minum untuknya. Aku mau melaporkan tugasku dulu.” ucap Felix lalu melenggang pergi menuju keruangan Verdi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Inah Ilham
sek....sek.....jangan" si verdi ini... jangan"....
si iku, makane wajahe mirip 🤔🤔🤔
2023-06-19
1