“Setelah bercerai biasanya seorang wanita harus menunggu masa iddahnya selesai. Untuk memastikan apakah dirinya hamil atau tidak. tapi---kamu menikahiku tanpa mempedulikan itu. Jadi, aku ragu apakah pernikahan kita ini sah atau tidak?” jelas Reina seraya memainkan jarinya.
“Apa kamu sedang mencari alasan karena tidak mau aku sentuh?” tuduh Varen seenaknya.
Tubuh Reina langsung menegang mendengar perkataan Varen. Dia sudah menduga jika suaminya akan berpikiran macam-macam. Namun sebuah pernikahan harus dijalankan dengan benar dengan memperhatikan hukum agama yang sudah ditetapkan. Tidak bisa asal-asalan seperti yang ayahnya perintahkan.
“Bukan begitu, aku hanya ingin pernikahan kita sah baik secara agama maupun hukum.” jawab Reina.
“Lalu mau kamu itu apa?”
“Bisakah kamu menunggu selama empat puluh hari atau sekitar dua bulan? Setelah itu barulah kita menikah kembali secara resmi?”
Reina menggigit bibirnya, degup jantungnya sangat kencang menunggu jawaban dari suaminya. Reaksi Varen benar-benar sulit untuk diperhitungkan. Raut wajahnya terlihat datar tanpa kemarahan ataupun kekesalan sedikitpun didalamya. Justru jantung Reina semakin berdebar saat Varen berjalan menghampirinya.
“Berikan tanganmu.” pintanya.
“Untuk apa?” Reina mengeryit bingung.
Bukannya menjawab, Varen malah menarik tangan istrinya. Reina tertegun saat Varen membuka kalungnya lalu memasangkan cincin ke jari manisnya.
“Aku tidak bisa memberimu mahar yang pantas untuk pernikahan kita hari ini. Tapi aku akan mengusahakan yang terbaik untuk pernikahan kita dua bulan lagi. Ini adalah cincin milik mendiang ibuku, anggap saja sebagai cincin pertunangan. Tolong jangan sampai hilang!” ucapnya.
Reina merasa terharu mendengar ucapan suaminya. Cincin yang Varen berikan memang tidak semahal cincin kawin dari Bobby tetapi sikap dan perkataan Varen membuat cincin itu terasa lebih berharga dari cincin yang Reina punya sebelumnya.
“Terima kasih.” hanya dua kata itu saja yang bisa dia ucapkan.
Keesokan harinya Chandra, Indira, Elora dan Bobby baru saja tiba dirumah. Acara resepsi berakhir tengah malam jadi mereka pun akhirnya memutuskan untuk tidak pulang dan menginap di hotel. Karena kelelahan, mereka pun duduk santai di ruang tengah yang tampak sepi itu.
Indira meletakkan paper bag yang dibawanya diatas meja. Dia membawa pulang sisa souvenir untuk diberikan kepada Reina dan Varen. “Bik Misna!” panggil Indira. Begitu namanya disebutkan, wanita paruh baya itu segera berlari menghampiri majikannya.
“Iya nyonya.” sahutnya dengan napas terengah-engah.
“Buatkan minuman.” perintah Indira yang dijawab Bik Misna dengan mengangguk. Lalu wanita paruh baya itu berbalik hendak kembali kedapur tetapi dia kembali di panggil oleh majikannya.
“Bik….sekalian panggilkan dulu Reina dan suaminya yang pemalas itu.” ujar Indira memerintah.
Misna memutar tubuhnya seraya menautkan kedua alisnya dan berkata, “Nona Reina dan Tuan Varen ya nyonya?” tanya Misna menegaskan perintah majikannya itu.
“Iya, Reina dan Varen. Panggilkan mereka sekarang juga!” jawab Indira seraya duduk di sofa. Tapi dia kembali menatap pembantu itu yang masih berdiri tak bergeming.
“Kenapa masih diam saja? Cepat panggilkan mereka!” bentak Chandra yang mulai kesal dengan sikap lelet pembantunya itu.
“Tapi, Tuan, Nyonya! itu---Nona Reina dan Tuan Varen kan sudah pergi dari rumah ini.” ucap Misna.
“Apa? Mereka pergi?” pekik Elora, Bobby, Chandra dan Indira pun kaget mendengar kepergian dua orang itu.
Misna pun mengangguk, “Iya. Semalam mereka pergi dengan membawa koper.”
“Ma...cepat periksa semua barang berharga kita. Siapa tahu mereka pergi dengan membawa kabur barang-barang berharga kita! Aneh aja sih, mereka berani pergi padahal tidak punya uang! Bisa saja mereka mencuri barang berharga kita untuk modalnya.” ucap Elora panik.
“Iya kamu benar juga! Bisa saja mereka mencuri barang-barang dirumah ini.” sahut Indira ikutan panik lalu dia menatap suaminya. “Pa! Coba papa cek ke kamar Reina! Apa saja yang dia bawa dari kamarnya. Mama mau mengecek perhiasan mama dulu.” ujar Indira pada suaminya.
“Oke ma.” sahut Chandra. Mereka pun pergi meninggalkan ruang tengah.
Sangat miris dan keterlaluan memang keluarga Reina. Bukannya mereka mengkahwatirkan keadaan Reina, mereka justru menuduh hal yang tidak benar. Bobby mengusap dadanya yang terasa berdebar. Tiba-tiba muncul kekhawatiran terhadap mantan istrinya itu. “Reina kamu pergi kemana?”
...****...
Di rumah tua, tampak Reina berkutat dengan bahan makanan di tangannya. Tadi pagi dia membeli bahan makanan pada tukang sayur yang kebetulan lewat didepan rumahnya. Dia juga membeli beberapa kilo beras. Reina merasa bersyukur masih punya sedikit uang sehingga dia bisa membeli bahan makanan.
Setelah selesai memasak, dia menata makanannya diatas meja makan. Walaupun rumah tua yang mereka tempati itu tidak sebagus rumah keluarganya tapi untungnya barang-barang dirumah itu lengkap sehingga Reina tidak perlu membeli perlengkapan untuk rumahnya,
Semua peralatan masak, peralatan makan bahkan peralatan berkebun pun semuanya tersedia. Dan anehnya, semua alat-alat itu bersih dan juga layak pakai. Seolah-olah selalu ada orang yang merawat barang-barang tersebut.
Reina melirik suaminya yang baru keluar dari kamar. Wajahnya terlihat segar dengan rambut yang masih basah dan bau wangi bodywash tercium dari tubuhnya.
“Kamu masak? Darimana kamu mendapatkan bahan makanan ini?” tanya Varen seraya menatap heran semua makanan diatas meja.
“Kebetulan tadi ada tukang sayur lewat, jadi aku beli lauk dan beras,” jawab Reina.
“Memangnya kamu punya uang?” Varen mengeryitkan dahinya menatap Reina.
“Ada dua ratus ribu rupiah. Dan sekarang sisa seratus lima puluh ribu lagi.” jawab Reina.
“Simpan saja sisanya. Aku belum bisa memberimu uang! Untuk bahan makanan biar aku saja yang membelinya.” kata Varen.
Reina hendak mendebat namun pria itu terlebih dulu menyelanya, “Aku akan mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan kita.” tuturnya.
“Baiklah kalau begitu sekarang kita makan.” ajak Reina.
Varen menarik kursi disamping Reina lalu duduk. Reina pun duduk lalu mengisi piring suaminya dengan nasi dan lauknya. “Sayurnya mau dipisah atau tidak?” tanya Reina.
Bukannya menjawab, Varen malah menatap lekat wajah istrinya. Terlihat beberapa kerutan dikeningnya. Dia menatap Reina dengan ekspresi yang serius.
“Mau dipisah atau tidak?” tanya Reina lagi.
“Disatukan saja.” jawab Varen dengan cepat.
Reina pun menyendokkan sayur lalu menyiramkannya keatas nasi. Kemudian dia menyodorkan piring itu didepan suaminya sambil tersenyum.
“Terima kasih.” ucap Varen dengan suara pelan.
Varen menatap makanan dihadapannya. Makanan dengan lauk sederhana, sayur sopdan tempe goreng saja yang menjadi menu makan mereka hari ini.
Reina menautkan alisnya saat dia melihat Varen hanya memandangi makananya saja.
“Kenapa? Apa kamu tidak cocok dengan lauknya?” tanya Reina, tadi dia hanya membeli bahan sop dan tempe karena hanya itu saja yang tersisa di tukang sayur.
Varen menggeleng, “Tidak! Bukan begitu. Aku menunggu nasinya dingin dulu.”jawabnya seraya menguarkan nasi dipiringnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
hmmm kenala
Dasar Elora keterlaluan kamu. Maling teriak maling
2023-07-12
2