Reina menatap sekeliling, saking kerasnya Elora bicara dan tertawa membuat pengunjung toko menatap kearahnya. Satu persatu pengunjung toko itu menghampiri karena merasa penasaran.
Hal ini membuat Reina jadi ketakutan. Dia menatap kearah Elora dengan tatapan memohon pada kakaknya itu.
“Hentikan Elora! Semua orang memperhatikan kita. Apa kamu nggak punya malu? Upss…..urat malu kamu kan sudah putus ya? Makanya nggak tahu malu merebut suami adik sendiri.”
Elora yang emosi mendengar perkataan Reina mengangkat tangannya hendak menampar adiknya itu. Namun Bobby segera menahan Elora dan berbisik, “Tahan dirimu! Orang-orang memperhatikan kita.”
“Eh Reina! Kamu yang seharusnya malu. Aku tidak menyangka kamu akan berakhir jadi pencuri. Sudah kuduga, Varen memang tidak mampu membelikan apa-apa untukmu. Jadi kamu sampai mencuri seperti ini! Ckck!” tuduhnya lagi.
Reina semakin geram, teganya Elora menuduhnya sebagai pencuri. Reina menatap Bobby meminta pertolongan setidaknya menghentikan kegilaan istrinya itu. “Bobby….bisa tidak kamu membuat istrimu tenang? Jangan diam saja!”
Bukannya menolong, Bobby malah ikut-ikutan menuduhnya. “Reina! Kamu yang seharusnya tenang. Kenapa kamu jadi berubah seperti ini? Apa kamu kekurangan uang sampai kamu harus mencuri?”
“Dia bukan kekurangan uang, sayang. Dia memang tidak punya uang! Miskin ya tetap saja miskin!” timpal Elora mencemooh.
Reina memperhatikan semua orang yang tengah menatapnya. Dia merasa malu dengan perbuatan Bobby dan Elora yang dengan sengaja mempermalukannya.
Tatapan mereka seakan menelanjangi dirinya bahkan mereka mulai berkasak kusuk membicarakan dirinya.
“Laporkan saja ke satpam! Jangan biarkan lolos!” ujar seorang wanita yang memakai kacamata.
“Iya benar! Meresahkan saja, mungkin sudah bisa mencuri kali! Coba panggil satpam.” timpal yang lainnya lalu berbisik pada wanita disebelahnya yang menatap Reina dengan mencemooh.
Reina mulai ketakutan, dia memang tidak berniat mencuri tapi bagaimana jika satpam meminta bukti. Dia pun mengedarkan pandangannya melihat kerumunan orang yang semakin ramai.
Apa yang harus dilakukannya untuk membuktikan kalau dia tidak bersalah? Kemana sih Varen? Kenapa disaat-saat genting seperti ini dia malah tidak kelihatan? Bukankah dia yang mengajakku belanja disini? Sekarang dia malah menghilang entah kemana! Reina membatin.
Bobby mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya, “Elora, sebaiknya kita pergi. Lihatlah semua orang memperhatikan kita! Kalau nanti satpam kesini urusannya bisa panjang dan kita malah terlibat. Mendingan kita pergi saja.”
“Iya, sayang.” dia juga tidak mau jadi tontonan orang. Elora mendelik kearah adiknya.
“Memalukan! Apa salahku sampai harus mempunyai adik pencuri sepertimu!” geramnya. "Dasar tidak tahu malu!Kalau miskin ya miskin aja nggak usah sampe jadi pencuri gitu! Cih!"
Elora dan Bobby hendak pergi saat seseorang berteriak kepada mereka. “Eh mau kemana kalian? Jangan pergi! Tunggu disini sampai satpam datang. Kalian harus jadi saksi yang melihat dia mencuri!”
Elora dan Bobby saling berpandangan tak berpikir sampai kesana. Mau tidak mau mereka pun harus menunggu sampai satpam datang. Karena beberapa orang segera menghalangi mereka untuk pergi.
Reina semakin ketakutan. Dia menatap sekitarnya mencari keberadaan suaminya namun Reina tidak menemukannya. Matanya mulai berkaca-kaca. Telinganya pun sudah panas karena mendengar cemoohan orang-orang. Dia bukan orang yang tahan cercaan karena selama ini dia memang tidak pernah bergaul diluaran yang membuatnya rendah diri.
“Ini pak pencurinya. Tangkap saja dia! Penjarakan saja sekalian biar kapok!” kata seorang wanita sambil menunjuk kearah Reina.
Tatapan wanita itu sangat tajam dengan penuh kebencian entah darimaa datangnya wanita itu. “Dia tadi mau mencuri sepatu mahal pak!”
Sudut mata Reina sudah meneteskan airmata, tubuhnya gemetar dan kakinya terasa lemas. Reina ketakutan lalu berkata, “Aku bukan pencuri pak! Mereka salah menuduh orang! Periksa saja CCTV nya” bela Reina dengan suara bergetar.
“Lebih baik ibu ikut kami ke kantor.” ucap salah seorang satpam seraya mencengkeram tangan Reina. Reina menarik tangannya mencoba melepaskan cengkeraman satpam itu. Tapi bukannya lepas malah semakin kuat.
“Varen!” Reina ketakutan sehingga tanpa sadar dia memanggil nama suaminya. Reina menatap Bobby dan Elora berharap mereka akan menolongnya. Namun mereka nampak acuh dan tersenyum sinis.
“Ayo ikut!” ucap satpam yang satunya seraya menyeret tubuh Reina.
“Lepaskan! Kalian tidak boleh menuduhku tanpa bukti! Disini ada CCTV kan? Harusnya kalian melihat rekaman CCTV sebelum menuduh orang sembarangan!” teriak Reina berusaha melepaskan dirinya dari cengkeraman satpam itu.
Elora tersenyum miring melihat adiknya yang tengah diseret satpam. Dia merasa puas melihat adiknya menderita. Berbeda dengan Bobby, dia terlihat tidak tega melihat ketakutan dan pemberontakan Reina yang berusaha melepaskan diri. Tapi Bobby memilih diam karena tidak mau dituduh sebagai komplotannya.
“APA YANG KALIAN LAKUKAN! LEPASKAN DIA!” teriak seorang pria dibelakang Reina.
Kedua satpam itu segera melepaskan tangan Reina dan menunduk hormat kepada pria itu. Semua orang melirik kearah sumber suara, terlihat dua orang pria berjalan menghampiri Reina. Elora dan Bobby tercengang saat melihat salah satu dari pria itu adalah Varen.
Reina menoleh ke belakang dan meliat Varen yang berjalan kearahnya. Reina pun segera berlari kearahnya dan memeluknya dengan erat.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Varen. Tapi bukannya menjawab Reina malah menangis seraya menggelengkan kepalanya.
Varen membalas pelukan istrinya dan menatap tajam kearah Elora dan Bobby. Tatapannya bertemu dengan tatapan mereka yang nampak keheranan.
“Apa yang terjadi?” tanya pria paruh baya yang datang bersama dengan Varen dengan nada tegas. Kedua satpam itu masih menunduk. Mereka terlihat sangat ketakutan.
“Maaf, Pak! Tadi ada yang melapor jika ibu itu mencuri!” jelas salah satu satpam.
“SEMBARANGAN! Siapa yang berani menuduh keponakan saya sebagai pencuri?” bentak pria paruh baya itu dengan marah. Semua orang tercengang mendengar perkataan pria itu termasuk Elora dan Bobby.
Pria paruh baya itu menatap tajam satpam dan semua orang yang sedang memperhatikan. “Cepat katakan! Atau kalian semua akan saya tuntut!” ancamnya.
Orang-orang pun mulai ketakutan, mereka semua mengenal pria paruh baya itu yang baru saja mengancam mereka. Martin Osahar, pengacara kondang yang selalu muncul dilayar televisi. Dia juga merupakan pemilik bangunan gedung mall ini.
“Mereka yang menuduh! Suami istri itu yang bilang kalau ibu itu pencuri!” ujar seorang wanita seraya menunjuk kearah Elora dan Bobby.
“Oh jadi kalian dalangnya. saya pastikan kalian akan membusuk dipenjara! Seenaknya menuduh keponakan saya!” ucap Martin.
Elora dan Bobby saling melempar pandang, “Pak, ini hanya kesalahpahaman saja. Biar kami jelaskan kejadiannya.” tutur Bobby.
“Salah paham bagaimana? Jelas-jelas tadi kalian berdua yang bilang kalau ibu itu mencuri! Sekarang malah melempar kesalahan! Hoi kalau ngomong itu tanggung jawab dong!” ucap salah seorang pengunjung yang ditimpali pengunjung lainnya.
“Iya benar pak! Mereka juga tadi yang minta dipanggilkan satpam biar ibu ini dipenjara! Katanya mereka kalau ibu ini mereka lihat sendiri mencuri!” ujar pengunjung lainnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
martina melati
dmn ibu yg pake kacamata dg sorot mata yg melotot td
2024-04-07
1
martina melati
kykny gk mungkin bersaudara spt ini...
2024-04-07
1