Ceklek!
Varen membuka pintu kamar, “Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu duduk dilantai begitu?” tanya Varen yang melihat istrinya terduduk di lantai dengan wajah sedih.
“Aku mau menyiapkan baju untuk besok tapi aku bingung.” jawabnya.
Varen menatap baju-baju Reina, dia merasa kasihan pada istrinya itu. “Bersiaplah. Kita belanja!”
“Hah? Belanja?” Rea mengerjapkan matanya tak percaya. Bagaimana bisa belanja sedangkan mereka tidak punya uang lagi. Untuk ongkos pergi kerja pun Reina hanya punya uang pas-pasan.
“Iya, kita belanja. Kamu tidak mungkin pergi bekerja dengan pakaian itu, bukan? Bersiaplah aku tunggu kamu didepan.” ucapnya seraya keluar dari kamar.
“Varen! Memangnya kamu punya uang? Kita tidak bisa menghamburkan uang begitu saja. Aku bisa kok pakai baju ini! Akan kupilih yang masih bagus untuk dipakai besok.” gumamnya.
Tapi sepertinya pria itu tidak mendengar perkataan Reina karena dia sudah lama menghilang dibalik pintu kamar. Reina pun hanya bisa menautkan kedua alisnya
Lima belas menit kemudian, Reina keluar dari kamar dan saat itu dia melihat Varen tengah berbicara ditelepon didepan rumahnya. Reina berjalan menghampiri dan berdiri disamping suaminya. Saat Varen menyadari kehadiran istrinya, dia pun langsung mematikan ponselnya.
“Sudah siap?”
“Ya, ayo berangkat!” ajak Reina yang langsung disambut Varen dengan menuntun tangan Reina. Mereka masuk kedalam taksi yang sudah dipesan oleh Varen sebelumnya.
Varen menyebutkan nama sebuah mall ternama sebagai tempat tujuan mereka. Sepanjang perjalanan Varen terus sibuk dengan ponselnya. Padahal Reina sangat ingin menanyakan kemana Varen akan membawanya.
Tetapi karena dia melihat pria itu terlalu fokus dengan gadget ditangannya, Reina pun memilih untuk diam saja. Satu jam kemudian mereka tiba ditempat tujuan. Varen memasukkan ponselnya kedalam saku celananya. Lalu dia turun dari mobil dan mengulurkan tangannya, “Ayo turun.”
Reina meraih uluran tangan Varen. Kemudian mereka berjalan bergandengan tangan memasuki mall itu. Karena letak toko pakaian yang ada dilantai tiga, mereka pun menaiki eskalator. Varen mengajak Reina untuk memasuki sebuah toko pakaian yang cukup besar dan ternama.
“Jangan disini belanjanya. Harga disini mahal-mahal. Memangnya kamu punya uang untuk belanja disini?” tanya Reina yang merasa khawatir.
Dia tahu mall ini hanya menjual barang-barang berkualitas dan itu membuatnya tak tenang karena dia tidak mau menyusahkan Varen. Dia baru saja mendapatkan pekerjaan dan belum ada uang untuk belanja.
“Reina, jangan khawatir! Kamu ambil saja baju yang kamu butuhkan. Jangan pikirkan soal harganya! Yang penting, kamu pilih dan beli sebanyak yang kamu butuhkan. Aku yang akan membayarnya nanti.” ujar Varen.
Reina masih agak ragu untuk menuruti perkataan suaminya. Tapi Varen sudah lebih dulu memilihkan baju untuknya.
Varen mengambil beberapa rok, blazer, cardigan, kemeja, dress bahkan beberapa pakaian inner yang senada dengan cardigan yang tadi dipilihnya. Varen juga mengambilkan beberapa celana terusan dengan warna yang sesuai dengan kemeja pilihannya. Reina hanya bisa mengerjapkan matanya karena semua pilihan Varen sangat pas dengan seleranya.
“Apa ini sudah cukup? Sepertinya kamu juga membutuhkan beberapa tas dan sepatu.” gumamnya seakan berbicara kepada dirinya sendiri.
Varen tanpa ragu melangkah kebagian tas dan sepatu lalu melihat-lihat yang cocok untuk Reina. Wanita itu merasa canggung lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Varen lalu berbisik.
“Varen….. ini sudah terlalu banyak. Bagaimana cara kita membayarnya nanti?”
Varen tersenyum geli dengan tingkah istrinya itu.
“Pemilik toko ini mengijinkan kita mengambil apapun yang kita mau sepuas kita. Jadi kamu jangan ragu, apapun yang kamu suka ambil saja! Jangan pikirkan soal bayarnya!”
“Hah?” Reina melongo. “Memangnya kamu kenal sama pemilik toko ini?” tanyanya penasaran.
“Iya, kenal. Dia temanku. Jadi kamu tidak perlu khawatir. Kalau kamu terus diam saja aku akan mengambil semua tas dan sepatu yang aku lihat. Tak peduli ukuran atau warnya.” ancam Varen. Mendengar ucapan suaminya itu sontak membuat Reina bergegas.
Dia segera berlari ke jajaran sepatu dan tas lalu memilih yang dia sukai. Dia tidak mau Varen membuktikan ancamannya. Bisa bangkrut pemilik toko jika Varen melakukannya.
Reina berjalan menuju sepasang sepatu yang menarik perhatiannya. Saat Reina sudah mengambil sepatu itu, sebuah tangan malah merebutnya. Reina langsung menoleh menatap orang yang sudah mengambil sepatunya. “Elora?”
Flashback on
Elora dan Bobby memasuki sebuah mall. Setelah seharian berdiam dirumah akhirnya mereka memutuskan untuk pergi jalan-jalan. Ketika mereka memasuki sebuah toko tiba-tiba tatapan Elora tertuju pada seorang wanita yang sedang berdiri didepan etalase sepatu.
“Reina?” gumam Elora dengan kening berkerut memandang keberadaan adiknya. Setahu Elora, toko yang tengah dikunjungi adiknya itu adalah salah satu toko ternama.
Barang-barang yang dijualpun merupakan barang-barang mahal dan brande. Jadi wajar kalau Elora merasa heran melihat adiknya sedang berbelanja di toko yang sama dengannya.
“Sayang…...bukankah itu Reina?” tanya Elora kepada Bobby seraya menunjuk ke tempat dimana adiknya sedang berdiri sambil memilih-milih sepatu.
Bobby melihat kearah yang ditunjukkan istrinya. Matanya membulat saat menyadari jika wanita yang berdiri didepannya memang benar Reina, mantan istrinya.
“Sedang apa sih dia disini? Emangnya dia punya duit untuk belanja di toko ini?” Bobby balik bertanya.
Setelah memastikan bahwa wanita itu memang Reina, kedua orang itupun memutuskan untuk menghampiri. Tampak Reina sedang memegang sepasang sepatu berwarna coklat yang terlihat sangat mahal.
Dengan secepat kilat, Elora merebut sepatu itu dari tangan Reina.
Reina menoleh menatap orang yang sudah mengambil sepatunya.
Flashback off
Elora tersenyum mencibir, “Ternyata benar. Itu kamu ya? Ngapain kamu disini?”
Reina memutar matanya dengan jengah, diantara semua pengunjung toko dia tidak pernah berharap akan bertemu dengan manusia-manusia tak bermoral didepannya ini. Bobby dan Elora yang terlihat bergandengan tangan dengan mesra tersenyum sinis padanya.
“Kamu sedang belanja ya?” tanya Bobby mencemooh.
“Bukan! Aku sedang masak sayur! Dasar bodoh! Kalian tidak lihat ini dimana? Tentu saja aku sedang belanja? Punya mata nggak dipakai, otak dibekukan makanya pertanyaan pun nggak bermutu.” sambungnya tak kalah sinisnya.
“Hah? Apa kamu bilang? Kamu tuh yang bodoh! Mau aja dibodoh-bodohin sama kita! Cih! Hahaha memangnya kamu punya uang? Jangan coba-coba bohong deh. Paling kamu cuma mau ngutil, iyakan? Hayo ngaku saja! Orang miskin seperti kamu uang darimana belanja disini?” tuduh Elora.
“Jaga mulutmu! Seenaknya saja menuduh orang. Mau aku punya uang atau tidak, itu bukan urusan kalian! Mulut tuh dicuci bersih biar kalau ngomong yang keluar nggak comberan! Bau!” ujar Reina hendak berbalik, namun Elora langsung mencekal tangannya dengan kuat.
“Tunggu! Sudah tertangkap basah mau mencuri sekarang kamu mau kabur begitu saja? Jangan harap!”
“Apa sih Elora? Lepas! Jangan menuduh orang sembarangan! Aku bukan pencuri! Memangnya kamu punya bukti kalau aku mencuri? Jangan nuduh sembarangan ya? Kamu tuh yang pencuri! Pencuri suami orang! Dasar tidak tahu malu!”
Elora tergelak. “ Hahahaha! Makin pintar kamu ngomong sekarang ya? Mana ada pencuri yang ngaku? Jangan ngeles deh kamu! Dengar ya Reina, aku tidak pernah mencuri suamimu! Kami sama-sama suka dan mencintai! Dasar diri dong kamu tuh istri nggak berguna!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments