“Tidak pak! Itu tidak benar sama sekali. Kami tidak bilang dia pencuri. Mereka saja yang salah dengar dan malah memanggil satpam.” bantah Elora yang sudah mulai resah dengan situasi yang berbalik. Terdengar suara sorakan pengunjung pada Elora dan Bobby. Mereka bahkan mulai berkasak kusuk membicarakan kedua orang itu.
Rahang Varen mengeras, dirinya bergemeletuk, wajah Varen memang nampak datar namun tatapannya menyiratkan kemarahan. Reina tidak mau lagi berada ditempat itu.
Dia berbisik pada Varen, “Aku mau pergi saja. Kepalaku pusing!”
“Baiklah.” ucap Varen merenggangkan pelukannya tanpa melepaskan tubuh istrinya.
“Apa yang harus kita lakukan kepada mereka?” tanya Martin seraya menoleh kepada Varen.
“Wanita itu kakak perempuan istriku! Blacklist saja dia dari tempat ini!” jawab Varen dengan nada dingin, dia pun segera pergi membawa Reina meninggalkan kakak dan kakak iparnya yang terpelongo tak percaya kalau mereka akan di black list.
Orang-orang semakin memojokkan Elora dan Bobby. Tatapan mereka seolah menghakimi keduanya.
“Huhhh dasar manusia nggak punya hati! Menuduh adik sendiri mencuri! Cuih!”
“Aaaahhhh! Dasar kalian ini ya manusia menjijikkan! Adik sendiri dituduh mencuri! Dasar kejam!”
“Memalukan sekali perbuatan kalian!”
“Syukur deh mereka di black list dari tempat ini! Kalau bisa di semua mall mereka ini di blacklist!”
“Ada ya manusia seperti mereka, tega sekali pada adik sendiri! Huuuu…...manusia brengsek!”
Elora tidak kuat lagi mendengar hujatan dari orang-orang. Dia pun menarik tangan Bobby lalu keluar meninggalkan toko. Suara sorakan pun menggema mengiringi kepergian mereka yang merutuki perbuatan Elora dan Bobby.
Dengan langkah cepat, akhirnya Elora dan Bobby mencapai mobil. Elora sangat geram karena merasa dipermalukan belum lagi dia malah di black list dari mall itu. Padahal hanya mall itu yang menjual barang-barang bagus dan branded.
“Kurang ajar! Bisa-bisanya Reina mempermalukan aku!” umpatnya.
Bobby mendelik, “Kamu sendiri yang lebih dulu mempermalukan Reina dengan menuduhnya mencuri. Sekarang kita malah masuk daftar black list pula! Aaahhhh” Bobby yang kesal mengacak-acak rambutnya sambil memaki penuh amarah. “Kamu juga sih bicara sembarangan.”
Elora menatap geram suaminya. “Kenapa kamu malah jadi membelanya? Bukankah tadi kamu juga ikutan menuduhnya mencuri? Kamu ini gimana sih? Nggak konsisten banget jadi orang!”
Bobby terdiam, “Sudahlah! Lagian kamu memangnya tidak tahu kalau toko itu milik paman Varen?”
Giliran Elora yang terdiam. Selama menikah dengan Varen, dia tidak pernah mengenal keluarga Varen seorang pun. Elora hanya tahu kalau Varen adalah cucu Ginto Saskara yang selama ini tinggal diluar negeri dan baru kembali ke Indonesia. Varen bahkan tidak pernah bercerita tentang keluarganya.
“Kalau dia mempunyai paman kaya raya seperti Martin Osahar, seharusnya Varen juga kaya, bukan?” gumam Bobby.
“Apa jangan-jangan selama ini Varen menyembunyikan kekayaannya dari kamu? Kamu bahkan tidak tahu pekerjaannya apa? Lagipula ya selama ini dia tinggal di luar negeri berarti dia berasal dari keluarga berada dong?” tambahnya lagi.
Elora terhenyak mendengar ucapan suaminya. Dia memang tidak pernah peduli untuk mengorek kehidupan Varen saat mereka masih suami istri karena dia terlalu kesal dengan sifat pemalasnya.
Elora malah lebih memfokuskan diri untuk mendapatkan Bobby. Memikirkan semua kemungkinan itu membuat Elora mengumpat dirinya sendiri.
‘Sial! Kalau memang Varen kaya raya! Itu berarti aku sudah melepaskan telur emas dalam genggamanku! Aku harus segera mencari tahu tentang Varen! Ada benarnya juga apa yang dikatakan Bobby, pasti dia berasal dari keluarga kaya jika dia mempunyai paman sekaya Martin Osahar?’ batinnya yang mulai bergejolak.
Sementara itu Reina dan Varen pulang diantarkan oleh Martin. Sepanjang jalan Reina menangis dan tidak mau melepaskan diri dari dekapan suaminya. Reina takut kalau orang-orang akan kembali menyerengnya jika dia berada jauh dari suaminya. Setelah lelah menanagis, Reina pun tidur dalam pelukan suaminya.
Seakan merasakan ketakutan Reina, Varen melingkarkan tangannya di tubuh Reina. Dia mendekap Reina tanpa melepasnya sedetikpun. Saat merasakan napas Reina mulai teratus, Varen menundukkan wajahnya menatap lekat wajah sembab istrinya. Wajah Varen terlihat datar namun sorot matanya yang redup menggambarkan kekhawatiran.
Dengan lembut, Varen menyapukan ibu jarinya ke wajah Reina menghapus sisa airmata diwajah istrinya. Martin melirik Varen dari pantulan kaca spion dihadapannya. Bibirnya tersenyum melihat perhatian yang diberikan Varen kepada istrinya.
“Kamu menyukainya?” tanya Martin.
Varen mengalihkan pandangannya membalas tatapan Martin lewat kaca spion didepannya. Walau mulut Varen tidak bicara namun Martin bisa menangkap dalam sorot mata Varen.
“Maksudku, kamu sepertinya tertarik kepada wanita cengeng itu.” jelas Martin terkekeh.
Varen tetap tak merespon, dia memalingkan wajahnya kesamping. Memperhatikan kendaraan-kendaraan yang lewat disamping kiri mobilnya.
Martin kembali melirik Varen, “Oh iya, bagaimana bisa kamu berakhir dengannya? Bukankah kamu menikahi kakaknya?” tanya Martin lagi.
Varen memutar kepalanya melayangkan tatapan tajam pada Martin. “Fokus saja menyetir. Dan jangan banyak bertanya!”
Mendengar ucapan Varen, membuat Martin pun bungkam. Dia menutup mulutnya hingga mereka sampai ditujuan. Martin berhenti tepat didepan rumah Varen.
Dia menatap bangunan tua itu dengan tatapan nanar. “Varen….kamu tinggal disini? Kalau kamu tidak punya tempat tinggal, kamu bisa---”
Tanpa mengucapkan sepatah katapun Varen keluar dari mobil seraya membopong tubuh istrinya.
“Ck! Dia tidak berubah sama sekali. Masih tidak sopan dan sedingin bongkahan es.” gerutu Martin. Tiba-tiba senyum Martin mengembang saat melihat pintu rumah Varen yang terbuka lebar. “Mungkin aku salah.” gumamnya seraya turun dari mobil dan membawa semua barang belanjaan milik Reina.
Dengan penuh semangat, Martin melangkahkan kakinya kedalam rumah tapi sesampainya dia didalam rumah, dia menatap miris isi rumah yang Varen tempati itu. Tiba-tiba pintu sebuah kamar terbuka. Varen keluar dari dalam kamar lalu menatap Martin yang berdiri sambil menjinjing semua barang belanjaan Reina yang lumayan banyak.
“Belum pergi? Malam semakin larut dan aku ingin beristirahat.” ucapnya lalu memutar tubuhnya untuk kembali ke kamar. Sebelum menutup pintu, dia berkata “Letakkan saja barang-barangnya disitu! Jangan lupa tutup pintu depan.” Varen pun masuk kekamar dan menutup pintu.
Martin mengepalkan kedua tangannya, dia kesal dengan kata-kata Varen yang secara tidak langsung mengusirnya. Martin pun meletakkan tas belanjaan Reina dengan kasar lalu segera melangkah keluar dari rumah Varen. “Dasar tidak sopan!” umpatnya menutup pintu dengan kasar.
...*****...
Keesokan paginya, Reina terbangun karena badannya terasa pegal. Tubuhnya terasa berat terutama pada bagian pinggang dan kakinya, perlahan dia membuka matanya lebar saat merasakan hembusan napas menerpa wajahnya. Dia menoleh untuk melihat orang yang berada disampingnya.
Reina membungkam mulutnya yang hampir berteriak. Wajahnya memerah melihat jarak antara dirinya dan Varen yang begitu dekat. Jantungnya berdetak kencang tidak karuan saat Varen menghilangkan jarak diantara mereka. Tangan Varen membelit erat pinggang Reina dan kakinya membelit kaki Reina.
Dia memperlakukan Reina layaknya sebuah guling, wajah Reina semakin memanas saat merasakan sesuatu yang keras menyentuh pahanya. Dia memejamkan mata seraya menggigit bibirnya.
Dia memikirkan cara untuk bisa melepaskan diri dari dekapan suaminya. Reina tidak mau mengganggu tidur Varen tapi dia juga tidak mau tidur berdekatan dengannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
martina melati
hahaha... wanita cengeng... knp y wanita mudah menangis?
2024-04-07
1