“Ka—kamu beli sarapan ya?” Reina menunjuk bungkusan plastik diatas meja untuk mengalihkan.
“Aku membeli lontong sayur dan nasi uduk. Terserah kamu mau makan yang mana.”
“Aku mau lontong sayur saja.” ucap Reina cepat seraya buru-buru meraih plastik dari atas meja lalu berjalan menuju ke meja makan.
Reina ingin menjauh dari suaminya.
“Tunggu!”
Langkah Reina terhentu lalu berbalik. Keningnya mengeryit saat melihat Varen hilang dibalik pintu kamar lalu kembali lagi. Tanpa diduga Varen kembali mendekat kemudian mengalungkan tangannya keleher Reina. Wajah pria itu semakin mendekat membuat jantung Reina berdetak kencang.
Refleks Reina memejamkan matanya seraya menahan napas menunggu apa yang diharapkannya. Tangan Reina mengepal erat saat napas Varen terasa menerpa kulit wajahnya.
“Kamu cantik dengan rambut diikat begini. Aku pakaikan kalung ini, anggap saja ini hadiah dariku.” bisik Varen tepat didepan telinga Reina.
Tubuh Reina merinding merasakan udara hangat menerpa telinganya. Bibirnya tersenyum saat mendengar Varen memujinya. Namun perkataan Varen membuat Reina membuka matanya lebar-lebar, dia merasa malu sendiri dengan pemikirannya.
Ternyata Varen bukan mau menciumnya tapi mengikatkan kalung dilehernya.
Pantas saja tadi dia masuk ke kamar. Dia kesana mengambil kalung liontin berbentuk bintang. Reina mengutuki dirinya sendiri yang memalukan.
Bisa-bisanya dia membayangkan kalau Varen akan menciumnya. Dia bahkan memejamkan matanya dan menunggu ciuman itu datang.
Varen mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. “Dan ini untuk menghalangi rambutmu jatuh saat bekerja.” ucapnya seraya memasangkan jepit rambut ke bagian depan rambut Reina.
Dia semakin mengutuki sikap manis suaminya yang membuatnya semakin meleleh. Cukup sudah Varen membuat jantungnya bekerja ekstra, Reina tak mau mati muda dihari pertamanya bekerja.
Reina menarik napas dalam-dalam dan berkata, “Terima kasih.” sambil berjalan menjauhi suaminya.
Saat mendengar pintur kamar terbuka, Reina menghentikan langkahnya dan berbalik, “Varen.”
Varen pun berbalik tanpa mengucapkan satu patah katapun. Hanya keningnya saja yang mengeryit.
“Varen, bisakah kamu lebih banyak menggunakan mulutmu? Aku bisa melakukan semuanya sendiri, aku bisa memakai kalung sendiri, aku bisa menjepit rambutku juga, kamu hanya perlu memberitahuku.” gerutu Reina lalu berbalik melanjutkan langkahnya.
“Aku tidak bisa mendekatimu.” jawab Varen.
Reina kembali berbalik sambil menautkan alisnya.
“Aku tidak bisa mendekatimu jika aku mengatakan sesuatu padamu.” ucap Varen. “Dan aku tidak bisa melihat rona merah diwajahmu jika kamu melakukannya sendiri. Aku suka melihat warna merah dipipimu.” tukasnya dengan senyum manis yang baru pertama kali dilihat Reina.
Kemudian punggung Varen hilang dibalik pintu kamar. Reina mematung, tubuhnya terasa kaku dan lidahnya kelu. Dia menyentuh dadanya yang berdegup kencang, dia tersenyum lebar ternyata selain pandai membuat Reina jantungan rupanya Varen juga bisa membuatnya terkena diabetes.
Senyum manis diwajah datar Varen membuat gula darah ditubuh Reina naik dan menimbulkan rasa manis dihati dan pikirannya. Godaan Varen sangat mematikan, Reina harus berhati-hati mulai sekarang dia harus menjaga jarak sampai dua bulan kedepan. Sampai saat pernikahannya dan Varen di sahkan.
... *******...
Dengan penuh percaya diri, Reina melangkah menuju kantor tempatnya bekerja. Dia menyapa satpam yang kemarin ditemuinya dengan sopan. Saat Reina memasuki lobi, seorang resepsionis bernama Shania memanggilnya, “Ibu Reina?”
“Iya saya.” ucap Reina menoleh.
Shania tersenyum manis kemudian menghampiri Reina dengan membawa sebuah map dan name tag. “Pak Kaifan menitipkan ini untuk ibu. Katanya ibu boleh menggunakan lift khusus dengan menggunakan name tag ini. Ibu juga diminta untuk pergi ke bagian HRD.” jelas Shania memberikan map dan name tag ditangannya.
‘Bukankah lift khusus itu hanya untuk eksekutif saja? Kenapa Reina diperbolehkan memakainya? Reina juga merasa canggung saat Shania memanggilnya ibu, dia merasa sudah tua padahal umur Shania terlihat lebih tua darinya.
“Shania, panggil nama saya saja ya.” pinta Reina.
Shania mengangguk seraya tersenyum ramah.
“Shania, bukannya lift khusus hanya digunakan untuk eksekutif saja ya? Kenapa saya juga diperbolehkan memakainya?” tanya Reina yang penasaran. Karena dia merasa itu terlalu berlebihan dan dia tidak mau membuat kesalahan di hari pertama dia bekerja.
“Reina kan sekretaris Pak Verdi, jadi kamu dijinkan untuk menggunakan lift khusus. Supaya memudahkan pekerjaanmu. Kalau Pak Verdi dan Reina harus meeting diluar, tidak mungkin kan naik liftnya pisah-pisah?”
Reina menepuk jidatnya, dia merasa malu dengan pertanyaannya sendiri. Reina pun tertawa pelan, “Saya tidak berpikir sampai sana. Terima kasih Shania. Kalau begitu saya mau menemui Pak Kaifan dulu.” pamit Reina.
Reina berjalan menuju lift. Lalu menempelkan name tagnya ke pemindai di samping pintu. Seketika pintu lift terbuka lalu dia memasuki lift. Kemudian menekan tombol nomor empat, sesampainya di lantai empat Reuna segera berjalan menuju ruangan Kaifan. Dia mengetuk pintu.
“Silahkan masuk!” terdengar suara Kaifan yang mempersilahkannya masuk. Reina pun memasuki ruangan Kaifan. Tampak pria itu terperangah saat melihat penampilan Reina, kemudian dia tersenyum lebar menyambutnya. “Silahkan duduk.” ucap Kaifan.
“Mengingat pergantian sekretaris CEO yang begitu cepat jadi penandatangan kontrak kerja akan dilakukan minggu depan. Jadi selama seminggu ini jika kamu merasa kurang nyaman maka kamu diperbolehkan untuk mundur dan tidak akan dikenakan sanksi. Namun jika kontrak sudah ditandatangani, kamu harus bekerja sesuai kontrak.” jelas Kaifan.
Reina mengangguk, “Baik pak. Saya mengerti. Oh iya pak mengenai pembayaran gaji saya selama seminggu ini, apa boleh dibayar harian?” tanya Reina seraya tersenyum kering.
“Oh boleh saja! Nanti saya sampaikan pada bagian keuangan agar ditransfer harian ke rekening kamu.”
“Terima kasih pak.” ucap Reina tersenyum manis.
Kaifan balas tersenyum pada Reina. “Sepertinya cukup. Sebaiknya kamu segera ke lantai atas. Mari saya antarkan.” ucap Kaifan yang langsung bangkit dari duduknya.
Reina menolak tawaran Kaifan namun pria itu memaksa. Sebenarnya Reina merasa tidak nyaman dengan sikap ramah Kaifan. Dia merasa terganggu dengan cara Kaifan memandangnya.
Tapi Reina berusaha tidak mengindahkan perasaanya. Mungkin karena dia belum terbiasa bergaul dengan pria sehingga ada sedikit rasa khawatir dihatinya.
“Terima kasih pak. Sudah mengantar.” ucap Reuna saat tiba didepan lift.
“Sama-sama. Masuklah, saya menunggu sampai kamu pergi.”
Reina hanya tersenyum tipis. Sikap baik Kaifan membuatnya risih karena dia teringat kata-kata suaminya, “Jangan terlalu percaya pada orang. Kamu harus lebih berhati-hati. Jangan mudah berkenalan dengan orang asing apalagi menerima tawaran mereka. Banyak bahaya diluar sana yang bersembunyi dibalik wajah ramah dan senyum.”
Reina menempelkan name tagnya untuk membuka pintu lift. Saking buru-burunya dia tidak sadar jika ada orang didepannya, dan Reina hampir menabraknya.
“Maaf!” ucap Reina seraya mendongak menatap pria dihadapannya. Reina tertegun melihat netra biru didepannya, dia mundur menjauh namun lantai yang licin membuat sepatunya tergelincir.
Saat Reina hampir jatuh, sepasang tangan kokoh menahan tubuhnya. Pria bernetra biru itu dengan cepat menangkap tubuh Reina. Tangan kanannya menyangga punggung Reina dan tangan kirinya melingkar dipinggangnya. Jarak antara mereka sangat dekat hingga Reina bisa melihat dengan jelas warna manik matanya yang biru nan indah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments