*Perjanjian Muara Jerit (Pemuji)*
Garis Merak dan Swara Sesat berkuda santai menuju ke salah satu rumah santai yang ada di Pantai Segadis itu. Pemandangan langit senja sungguh indah yang didominasi warna merah muda. Sepertinya sang senja sedang kasmaran.
Matahari sudah tenggelam sepenuhnya, tinggal menuggu gelap datang memberi salam. Pantai yang sempat sangat ramai di kala matahari masih utuh di sisi barat, telah berkurang drastis jumlah pengunjungnya. Sejumlah usaha di pantai itu sudah mulai berkemas untuk pulang agar bisa beristirahat dan bercengkerama dengan anak dan istri di rumah.
Garis Merak dan Swara Sesat baru kembali dari mencari informasi tentang pembuat kapal besar di sepanjang separuh pantai. Namun, mereka hanya mendapat informasi tentang pembuat perahu ukuran kecil atau kapal berukuran kecil. Itu belum sesuai yang mereka inginkan.
Sejak dulu, Swara Sesat selalu cocok dengan Garis Merak, tidak seperti dengan yang lain, yang selalu sewot kepada lelaki gemuk itu. Padahal Swara Sesat selalu tenang pembawaannya.
Saat mereka kian dekat dengan rumah santai yang dituju, dari arah lain datang berkuda Reksa Dipa menghampiri.
“Bagaimana, Reksa? Apakah kau menemukannya?” tanya Swara Sesat lebih dulu ketika suami Garis Merak itu tiba.
“Tidak,” jawab Reksa Dipa singkat.
“Di mana?” tanya Swara Sesat lagi.
Reksa Dipa tidak menjawab, tetapi Garis Merak yang memberi isyarat tangan kepada Swara Sesat.
“Oh, tidak. Kau mencandaiku saja, Reksa,” kata Swara Sesat setelah memahami bahasa isyarat Garis Merak.
“Hihihi!” tawa Garis Merak sambil memandang suaminya yang tanpa ekspresi.
“Bagaimana dengan kalian?” tanya Reksa Dipa.
“Yang ada hanya pembuat perahu biasa,” jawab Garis Merak.
Mereka melanjutkan langkah kudanya menuju ke rumah santai tempat mereka sepakat berkumpul kembali. Di depan rumah santai yang seperti pos siskamling itu, terlihat Kurna Sagepa sedang berdiri.
“Ikan Kecil, Garis Merak sudah datang,” kata Kurna Sagepa kepada orang yang ada di dalam rumah santai yang hanya terdiri satu ruangan.
Tidak berapa lama, dari dalam rumah santai muncul sosok kecil tua, yaitu Ikan Kecil. Terkejut Garis Merak dan Swara Sesat melihat orang kecil yang bisa mereka langsung kenali.
“Ikan Kecil? Kau belum mati?” teriak Swara Sesat dengan wajah tersenyum lebar dan mata berbinar-binar.
“Hihihi!” tawa Garis Merak melihat Ikan Kecil.
Sementara Reksa Dipa diam saja, karena dia memang tidak ingat dengan orang itu, meski dulu pernah bertemu sekali saat bertempur dengan Ginari jahat dan orang-orangnya sepuluh tahun lalu.
Swara Sesat buru-buru turun dari kudanya dan berlari menghamburkan diri kepada Ikan Kecil.
“Ikan Keciiil!” teriak Swara Sesat.
“Sesaaat!” teriak Ikan Kecil pula dan berlari menyambut Swara Sesat dengan pelukannya pula. Mirip adegan sepasang kekasih penyanyi Boly-Boly.
Orang besar dan kecil itu saling berpelukan.
“Hekh!” keluh Ikan Kecil saat dipeluk oleh sahabat gendutnya. Seperti dicekik, bukan seperti dipeluk.
“Hahaha!” tawa Swara Sesat begitu senang bertemu dengan sahabatnya.
“Le-le-lepaskan! Lepaskan!” teriak Ikan Kecil sambil menepak-nepak bahu Swara Sesat.
“Hahaha!” tawa rekan yang lain melihat hal itu.
Swara Sesat buru-buru melepaskan pelukannya setelah sadar bahwa Ikan Kecil megap-megap.
“Dari mana saja kau, Tua Kecil? Hahaha!” tanya Swara Sesat sambil menepak kencang bahu Ikan Kecil, membuat orang kecil itu mengerenyit.
“Aku tetap seorang bajak laut,” jawab Ikan Kecil bangga.
“Hah! Peternak belut? Hahaha!” kejut Swara Sesat lalu menertawakan.
“Aaah, aku sikut juga nih. Sepuluh tahun berpisah, tulimu tidak kunjung sehat,” gerutu Ikan Kecil.
“Beternak belut apanya yang hebat? Nih, lihat kami. Kami menjadi Pasukan Penguasa Telaga, bertarung dengan ikan-ikan siluman rakasasa,” kata Swara Sesat sambil tepuk dada.
“Apa hebatnya berlayar di telaga. Seluas-luasnya telaga, tetap saja tidak seluas samudera,” kata Ikan Kecil.
“Daripada kau membandingkan sesuatu yang tidak pernah kau rasakan, lebih baik katakan di mana Kakek Mata Samudera,” kata Garis Merak yang sudah turun dari kudanya.
“Mata Samudera sekarang jadi Ketua Bajak Laut Elang Samudera. Dia ada di kapal sana,” jawab Ikan Kecil sambil menunjuk ke arah sebuah kapal yang jauh bersauh di lautan.
Garis Merak, Reksa Dipa dan Swara Sesat memandang ke lautan dan melihat kapal besar yang berbendera merah bergambar, tetapi tidak jelas apa gambarnya. Jangan menebak apa gambarnya!
“Itu kapal siapa?” tanya Swara Sesat.
“Itu kapal Mata Samudera!” jawab Kurna Sagepa dengan setengah berteriak kepada Swara Sesat.
“Oh, kapal Mata Samudera. Lalu di mana Mata Samudera?” kata Swara Sesat.
“Di sana! Di sana!” teriak Kurna Sagepa sambil mendelik-delik kesaal kepada Swara Sesat dan menunjuk berulang ke arah kapal di lautan.
“Tidak usah seperti itu, aku juga dengar,” kata Swara Sesat sambil mendorong wajah Kurna Sagepa. “Kalau tidak ada di sana, lalu ke mana Mata Samudera? Pasti mukanya semakin jelek karena tambah tua. Hahaha!”
“Kalian sudah dapat pembuat kapal yang kalian cari?” tanya Ikan Kecil.
“Tidak ada,” jawab Garis Merak.
“Pembuat kapal besar yang handal ada di Pantai Pendek di selatan. Ketua Mata Samudera akrab dengannya. Lebih baik kita pergi menemui Mata Samudera sekarang. Ketua pasti mau mengantar kalian langsung ke Pantai Pendek,” kata Ikan Kecil.
“Malam ini juga ke Pantai Pendek?” tanya Reksa Dipa.
“Mungkin besok pagi. Kalian bermalam di kapal saja. Kami juga ada anggota perempuan yang cantik yang masih sendiri, mungkin jodoh untuk Kurna,” kata Ikan Kecil.
Kurna Sagepa cepat mendorong belakang kepala Ikan Kecil dengan jari tangannya.
“Hahaha!” Ikan Kecil justru tertawa.
“Baiklah, kita ke kapal!” seru Garis Merak.
Maka senja itu, mereka pun naik perahu untuk sampai ke kapal Bajak Laut Elang Samudera. Sementara kuda-kuda mereka titipkan. Tentunya dengan uang jasa penjagaan.
Menumpangi satu perahu membuat ngeri-ngeri asik. Perahu melaju seperti mau tenggelam saja membelah ombak. Namun, jikapun nantinya tenggelam, mereka tidak akan merasa susah karena sudah terbiasa berenang, kecuali Legam Pora.
“Ketua! Ada rombongan asing yang datang!” teriak seorang lelaki bajak laut di Kapal Elang Biru yang berbendera merah dengan gambar elang hitam sedang terbang.
Teriakan lelaki berambut merah terbakar itu memancing rekan-rekannya yang lain datang ke pinggiran kapal untuk melihat rombongan apa yang datang. Oh ternyata rombongan manusia yang dipimpin oleh Ikan Kecil.
Seorang kakek berambut serba putih dan berpakaian hijau gelap datang pula ke pinggir kapal besar tersebut. Kakek yang masih terlihat gagah di usianya yang kepala delapan itu memiliki jenggot panjang seperut yang dikepang tiga. Alis putihnya juga tebal, menaungi sepasang matanya yang merah dan tajam. Di sabuk tebalnya, tepatnya di bagian perut, terselip sebuah pisau panjang melengkung bergagang dan bersarung biru. Kakek yang pada kedua bawah matanya ada tato taring warna kuning, itulah yang bernama Mata Samudera, Ketua Bajak Laut Elang Samudera.
Ketika melihat wajah-wajah orang di atas perahu yang datang mendekat, Mata Samudera hanya manggut-manggut.
Singkat cerita.
Kelima pendekar dari Kerajaan Sanggana Kecil telah duduk melingkar satu lingkaran dengan Mata Samudera. Di tengah-tengah mereka tersaji makanan hewan laut yang bumbunya hanya garam semata. Itu aturan Mata Samudera agar semua anggota kelompoknya memiliki karakter gampang marah dengan hanya mengkonsumsi ikan dan garam.
Sebagai sahabat lama, terlebih Garis Merak adalah putri dari mendiang sahabat kentalnya, Mata Samudera menganggap kelima tamunya sebagai tamu penting dan istimewa. Mereka pun berbagi kabar dan cerita selama sepuluh tahun yang tidak mereka lalui bersama-sama. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈
ya ampun bajak laut kok jadi peternak belut .. telinga nya benar " ngk sempurna 🤭
2023-09-06
2
ᴄᷤʜͦɪͮᴄͥʜͣɪᷡᴋͣ
Reunian nich asik nich
2023-09-02
2
◌ᷟ⑅⃝ͩ● °°~°°Dita Feryza🌺
eleh2 langitpun bisa kasmaran, apalagi aku😍🤣
2023-08-27
1