Sanggana 6 Perjanjian Muara Jerit
*Perjanjian Muara Jerit (Pemuji)*
Santra Buna adalah seorang pemuda tampan yang khas dengan hidung mancungnya yang kokoh. Dia berkulit sawo matang. Rambutnya gondrong sebahu yang sebagian diikat oleh ikat rambut berwarna emas. Dia yang berpakaian ungu keungu-unguan tampil bersih, rapi, asri dan bahkan wangi. Jika tidak percaya, coba dekati. Pakaiannya yang terdiri dari beberapa lapis tidak mengaburkan fisiknya yang atletis dan kekar.
Santra Buna selalu menjaga penampilan. Berkeringat sedikit, dia harus mencari air untuk membersihkan wajah dan ketiaknya. Berdebu sedikit, dia harus berhenti dulu untuk cuci muka. Kumal sedikit, dia harus ganti baju. Karenanya, wajar jika dia membawa sebuah peti kayu warna alami di kudanya, tepatnya di belakang punggunya. Peti itu sudah dimodif sehingga mudah untuk dipasang di punggung kuda, sekaligus menjadi sandaran bagi punggung Santra Buna.
Ada dua kuda yang menyertainya. Kedua kuda itu ditunggangi oleh dua lelaki berusia separuh abad lebih tiga tahun. Usianya sama, tetapi tanggal lahirnya tidak janjian. Keduanya berpakaian serba putih.
Lelaki berhidung pesek, tetapi berkumis tebal bernama Jago Jantan. Adapun lelaki bermata sipit dan berkumis tipis bernama Jampang Kawe. Keduanya menyandang senjata berupa kapak bermata dua bergagang pendek yang diselipkan di pinggang belakang. Kedua lelaki itu adalah bodyguard bagi Santra Buna.
Ketiga lelaki itu berasal dari sebuah kota pelabuhan yang bernama Bandakawen. Santra Buna adalah syahbandarnya.
Namun, saat ini mereka jauh dari laut. Saat ini mereka berada di Sanggara, ibu kota Kerajaan Sanggana Kecil. Kota Sanggara adalah kota megah yang bangunannya di dominasi oleh bangunan batu dengan atap berunsur kayu. Jalanan kotanya pun teratur rapi dan rata, menunjukkan bahwa tata letak pembangunan ibu kota itu sudah direncanakan dengan baik sebelumnya. Sangat berbeda ketika melihat lingkungan permukiman di beberapa kadipaten yang telah mereka lewati sebelumnya.
Ibu kota Sanggara adalah kota yang ramai oleh kegiatan perekonomian dengan tingkat mobilitas warganya yang tinggi. Terlihat pula banyak orang-orang yang berpakaian ala-ala pendekar dan prajurit pun selalu terlihat keberadaannya dalam melaksanakan tugas.
Ketika Santra Buna dan kedua pengawalnya berpapasan dengan prajurit patroli, para prajurit itu cukup memandangi sisi kanan pinggang mereka, di mana ada menggantung potongan papan kecil sebesar genggaman berwarna kuning. Papan khusus itu adalah tanda bahwa mereka adalah tamu dari luar negeri.
Ketiga kuda itu berjalan santai di jalan utama Ibu Kota. Santra Buna semata-mata ingin menikmati keindahan kota moderen tersebut.
Bukti bahwa kota itu adalah kota yang aman, bisa dilihat dari keberadaan anak-anak yang bermain bebas tanpa pengawasan orang tua, adapula sekelompok wanita muda yang berjalan di pinggir jalan sambil bersenda gurau, yang ketika melihat Santra Buna berlalu, mereka semakin heboh dengan tawa ramainya tapi bersifat malu-malu. Rupanya di masa itu sudah ada cikal bakal geng gosip di kalangan wanita.
Ketampanan Santra Buna memang cukup mencuri perhatian, terkhusus bagi para wanita, tanpa pembatasan usia.
Mereka juga tidak luput dari pandangan sejumlah pendekar, karena memang mereka adalah orang asing yang belum pernah dilihat sebelumnya muncul di kota tersebut.
Tanpa terasa, Santra Buna, Jago Jantan dan Jampang Kawe tiba di depan Gerbang Naga, gerbang utama benteng Istana. Mereka tepatnya berposisi di atas jembatan kayu tebal dan kokoh. Di bawahnya adalah parit yang mengelilingi benteng Istana.
Kepada prajurit penjaga Gerbang Naga, Santra Buna harus menunjukkan selembar lontar sebagai surat izin dari Gerbang Macan Langit, gerbang utara Ibu Kota. Setelah memeriksa surat izin tersebut, ketiganya harus menunggu izin dari dalam Istana karena kedatangan dan niat mereka harus disampaikan lebih dulu ke Istana.
Setelah menunggu selama durasi tidur siang, sampai-sampai harus berjemur di bawah terik, akhirnya Santra Buna diizinkan memasuki benteng dan mereka dikawal oleh dua prajurit dengan berjalan kaki. Tamu di larang berkuda di dalam benteng Istana. jadi kudanya harus dituntun.
Ternyata tidak semuda yang dibayangkan. Santra Buna baru bisa bertemu dengan Prabu Dira Pratakarsa Diwana dua hari setelahnya, itupun setelah dia bertemu dengan Mahapatih Batik Mida.
Santra Buna diarahkan menuju ke Perpustakaan Alam Semesta, ruang baca Prabu Dira.
Inilah untuk pertama kalinya Santra Buna yang tetap dikawal oleh kedua pengawalnya bertemu dengan Prabu Dira Pratakarsa Diwana, yang memiliki nama pendekar Joko Tenang.
Saat itu, Prabu Dira didampingi oleh Riskaya yang cantik jelita. Wanita yang disebut-sebut kembaran Permaisuri Serigala versi besar tersebut, menjabat sebagai Kepala Pengawal Prabu. Usianya sudah tiga puluh limat tahun, tapi masih gadis perawan dan orisinil.
Di pinggir ruangan ada empat pelayan wanita yang berdiri berjejer dalam posisi kepala menunduk. Sementara prajurit jaga ada di luar perpustakaan tersebut.
“Hamba Santra Buna, syahbandar di kota pelabuhan Bandakawen. Sembah hormat hamba, Gusti Prabu,” ucap Santra Buna sembari turun berlutut menghormat pada jarak sepuluh langkah dari meja besar sang prabu. Jago Jantan dan Jampang Kawe juga turun berlutut menghormat.
Di dalam hati, Santra Buna takjub melihat ketampanan Prabu Dira.
Prabu Dira memiliki kulit terang yang putih bersih. Wajahnya yang berbibir merah memiliki kulit sehalus wanita, sangat minim kerutan, seolah-olah dia ber-make up. Saat itu Prabu Dira tampil santai dengan pakaian warna cokelat susu, tanpa mahkota atau perhiasan. Rambut sepunggungnya tergerai lurus. Jika dilihat dari belakang, pasti orang akan menyangkanya dia seorang wanita. Karismanya tetap terlihat kuat meski tanpa atribut keprabuannya.
Namun, jangan coba-coba membandingkan ketampanan Prabu Dira dengan Santra Buna.
“Permaisuri itu begitu cantik. Tidak salah jika aku benar-benar mengimpi-impikan mereka,” batin Santra Buna yang juga mengagumi kejelitaan Riskaya.
“Bangkitlah, kalian semua!” perintah Prabu Dira seraya tersenyum ramah.
Santra Buna dan kedua pengawalnya bergerak bangkit. Setelah berdiri, Santra Buna memberanikan diri untuk memandang wajah Riskaya sejenak. Itu gestur yang ditangkap oleh mata Prabu Dira.
“Selamat datang di Istana Sanggana Kecil, Syahbandar. Maaf, telah membuat kalian menunggu beberapa hari. Aku harap kau melewati waktumu dengan baik di sini,” ujar Prabu Dira sebagai sambutan.
“Kami sangat berterima kasih, Gusti. Kami merasa dijadikan tamu yang sangat istimewa selama dua hari ini. Kami senang di sini. Dan terima kasih karena Gusti Prabu sudah sudi bertemu kami yang hanyalah orang biasa,” ucap Santra Buna. Dia menyembunyikan kekecewaannya karena selama dua hari di wisma tamu dia tidak pernah bertemu dengan seorang pun permaisuri yang dimiliki sang prabu.
“Tamu adalah raja kedua bagi sebuah kerajaan. Aku tahu tentang Pelabuhan Bandakawen yang menjadi pelabuhan utama di wilayah laut selatan. Hanya disayangkan, aku baru kali ini bisa bertemu dengan pemiliknya,” kata Prabu Dira sembari terus tersenyum. “Silakan Syahbandar menyampaikan tujuan penting yang dibawa.”
“Sebelumnya aku memohon maaf kepada Gusti Prabu, karena apa yang akan aku sampaikan mungkin akan membuat Gusti marah. Namun, apa yang akan aku sampaikan adalah ungkapan hati yang selama bertahun-tahun aku pendam dan impikan. Aku sudah mengutarakannya kepada Permaisuri Geger Jagad saat kami bertemu di Bandakawen....”
“Oooh, kau sudah bertemu dengan permaisuriku?” tanya Prabu Dira sebagai basa basi, memotong kata-kata tamunya.
“Benar, Gusti. Gusti Permaisuri Geger Jagad sudah merestuiku datang ke sini untuk menyampaikan langsung rahasia yang aku pendam selama bertahun-tahun,” tandas Santra Buna.
“Jika rahasia hati itu telah membuat batinmu tertekan, maka sampaikanlah. Aku berjanji tidak akan marah,” kata Prabu Dira, tetap tersenyum.
“Terima kasih, Gusti Prabu. Aku sangat mengimpi-impikan ingin menikahi salah satu permaisuri dari Delapan Dewi Bunga,” ujar Santra Buna.
Melebar sepasang mata Prabu Dira, tapi senyum tetap mekar di bibirnya. (RH)
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Sambil menunggu Si Joko up, silakan baca novel Author yang lain:
Alma3 Ratu Siluman.
Rugi1 Perampok Budiman.
Rugi2 Darah Pengantin Pendekar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Idrus Salam
Sungguh tindakan terlalu berani meminta istri seseorang yang memiliki segalanya, tapi bukankah yang terlalu itu tidak dianjurkan, bahkan sebaiknya layak untuk dihindari...
2024-10-14
1
🇸𝗘𝗧𝗜𝗔𝗡𝗔ᴰᴱᵂᴵ🌀🖌
aku pingin mendekati tapi tak berdaya
2024-06-20
1
◌ᷟ⑅⃝ͩ●ιиɑ͜͡✦Amita Sahara ⍣⃝కꫝ
Kak Dewi Bunga? wah wahh pasti cantik e😍😍😍
2024-03-01
0