Bab 18

Sementara di sekolah, Nadine dan Aqila menatap kedua pria yang duduk disebelah sisi kiri mereka. Makanan bakso yang mereka pesan sudah ada di hadapan mereka, Nadine menatap mereka yang sangat lahap sekali memakan makanan itu sampai dirinya dan Aqila mengabaikan makanannya sendiri, seperti sudah kenyang sekali.

"Enak ternyata ya." ucap Zaidan.

Aqila memasang muka tidak percaya dengan ucapan Zaidan, maksudnya enak itu apa? Jelas bakso yang mereka makan itu enak sekali bahkan lebih enak dari makanan kantin yang sekolah mereka berikan, serasa kurang micin.

"Kenapa kalian kayak baru makan ini?" tanya Aqila yang membuka suara.

"Selama 2 tahun lebih kita makan di kantin sekolah, ternyata enak juga kantin murah ini." celetuk Rangga.

"Ih!" umpat Nadine dengan kesal. Padahal beberapa menit yang lalu perutnya berbunyi meminta makan, setelah kedatangan dua makhluk disebelahnya memakan bakso dengan lahap seketika selera makannya menjadi hilang.

Tak terasa bel berbunyi, bakso yang dipesan Nadine dan Aqila masih banyak. Anak murid yang di kantin juga buru-buru untuk masuk ke kelasnya masing-masing, saat Nadine dan Aqila berdiri tangan mereka ditahan oleh pria yang berada di sebelahnya.

"Habisin.." ucap Rangga.

"Ka Rangga aja yang habisin, aku mau ke kelas." balas Nadine.

Aqila juga menatap heran pada Zaidan, "Kenapa sih? Kita kenal?" tanya Aqila dengan nada sewotnya.

"Kita emang ga kenal, seenggaknya habisin makanannya." jawab Zaidan.

Aqila dan Nadine pun duduk, dia mengaduk makanannya. Jam pelajarannya pasti sedikit lagi mau mulai, mana gurunya galak lagi. Ah! Rasanya Nadine ingin memiliki jurus menghilang saja, agar bisa langsung masuk ke kelas saat ini juga!

Rangga dan Zaidan juga memesan bakso lagi, hanya sekitar 5 menit mereka berempat akhirnya menghabiskan bakso tersebut.

Ternyata saat mereka masuk kelas, guru tersebut belum masuk ke kelas yang membuat mereka sangat lega sekali saat itu tapi tidak dengan hatinya yang membuatnya sangat menggerutu sekali karena tingkah yang dilakukan oleh Rangga membuat kami tidak nyaman dikelas sendiri.

"Gimana rasanya makan sama ka Rangga? Enak?" sindiran halus itu terdengar dari ujung kelas, kumpulan perempuan yang memandang aku dan Aqila dengan sinis.

"Resep dukunnya sini dong, biar kayak lo deket sama ka Rangga ga dilabrak sama ka Sarah?!" celetukan itu yang membuat kuping ku panas sekali karena jelas sekali sindiran itu tertuju pada Nadine.

Aqila yang ingin bangkit langsung Nadine cegah, "Jangan, nanti Bu Nana masuk." lirih Nadine.

Tak berapa lama guru galak yang bernama bu Nana pun masuk, sedangkan Nadine hanya mengatur nafasnya. Tangannya sudah gemetar sekarang, anxiety sudah mulai kambuh sekarang tapi untungnya Nadine bisa mengontrolnya sendiri dengan 'Semuanya baik-baik aja' yang ia tanamkan dalam otaknya.

~'~

Dirumah sakit yang terus di sibukkan oleh handphone membuat pria itu tidak sadar ada yang memperhatikannya dari brankar rumah sakit yang perempuan itu tiduri. Sudah dari setengah jam yang lalu, Chika diam dan memilih untuk memperhatikan kekasihnya itu.

"Arggh!" sentakan keras dari Iqbal membuat pria itu berdiri dan membanting handphonenya ke sofa, dia mengusap wajahnya dengan kasar.

Iqbal hanya kesal karena Nadine mematikan telepon genggamnya sesaat setelah menghubunginya sebanyak 10 kali, dia hanya ingin berbicara lewat telepon kalau situasinya memang sulit sekali. Chika terus memperhatikan pria yang berdiri di hadapannya dengan berjalan kanan dan kiri.

Tak berlangsung lama, Iqbal merasa seperti ada yang memperhatikan dirinya dan pria itu tentu menatap Chika yang ternyata sedang memperhatikan dirinya. Iqbal berdeham dan lalu mendekat, saat Iqbal ingin mengusap tangan wanita itu, Chika bergeser untuk menghindari sentuhan itu.

"Why?" tanya Iqbal pelan.

Chika menatap intens mata kekasihnya, lalu menggelengkan kepalanya. Hari ini Chika harus menjaga moodnya dengan baik karena hari itu akan kedatangan ayah kandungnya. Iqbal memilih untuk menghubungi ayah Chika terlebih dahulu karena hanya pria itu yang mengangkat teleponnya, sedangkan ibunya Chika hanya dikirimkan pesan.

Ini juga kali pertamanya Iqbal bertemu salah satu orangtua Chika, selama 10 bulan lebih berpacaran membuat pria itu menutup dirinya untuk dikenalkan oleh keluarga Chika dan sementara Chika dengan inisiatifnya sendiri memilih untuk memasuki ranah keluar Iqbal. Chika memang unik sekaligus wanita yang menakutkan bagi Iqbal.

"Aku mau kamu jaga mood, aku ga mau pas papa ku datang untuk pertama kalinya di rumah sakit ini malah kamu moodnya kayak gini." ucap Chika menatap lurus ke depan.

Iqbal menghirup nafasnya dalam-dalam, dia mengusap puncak kepala Chika sekilas lalu dirinya ijin untuk keluar hanya sekedar membeli kopi. Tangannya yang masih di kasih penyangga karena sakitnya yang terhitung mau 2 hari itu. Chika menatap punggung pria yang sudah menghilang dari ruangannya, Chika terus menahan air matanya.

"Maaf, aku harus ngelakuin hal nekat ini biar kamu tau.. kalau aku ga bisa hidup tanpa kamu, bee.." batin Chika dengan buliran air mata.

~'~

Di Semarang, Yudha dan sang istri sangat cemas ketika kemarin malam mendapatkan kabar bahwa Chika, anak kandung suaminya itu kecelakaan. Marliana Diantara, perempuan yang berhasil menuai luka batin Chika tercoreng. Memang hubungan mereka salah, berawal dari rekan kerja dan berakhir perselingkuhan.

Awalnya Marliana yang sering dipanggil Liana itu tidak menerima tawaran Yudha untuk menjalin hubungan, ketika dirinya sangat tau bahwa Yudha sudah memiliki istri dan anak perempuan. Sebanyak bujukan, Yudha pemilik perusahaan properti itu sukses memiliki Marliana, perempuan muda, pintar, dan cantik membuat hati Yudha sangat amat nyaman bersama wanita itu.

"Apa Chika akan menerima aku mas?" tanya Marliana saat mereka sudah di mobil menuju bandara.

Setelah bercerai, dan akhirnya menikah, mereka akhirnya memilih tinggal jauh yaitu di Semarang. Sayangnya, saat ini mereka sudah  menuju 10 tahun lebih pernikahan belum di karuniai anak. Yudha sangat tidak masalah, baginya yang sekarang dirinya sangat bahagia tinggal bersama wanita yang ia cintai.

Hal tersebut juga membuat Marliana aktif bekerja di kantor barunya yang berada di Semarang, mengurus pabrik jilbab yang sudah ditahap ekspor maupun impor.

Yudha menggenggam tangan sang istri, Yudha juga selalu menanamkan pada Marliana bahwa dirinya yang lebih salah disini. Dirinya juga belum di maafkan, tapi kami akan berusaha untuk meraih maaf itu.

"Chika yang aku kenal itu sangat baik, dia pasti sudah menerima kamu." balas Yudha yang mengusap punggung tangan istrinya itu.

Marliana tersenyum sekilas, dia meneteskan air mata ketika mengingat kejadian beberapa tahun lalu. Melihat istri dan anak Yudha yang meminta pria itu tidak pergi, sempat juga Marliana meminta Yudha untuk mengakhirinya hubungan mereka, tapi Yudha tidak mau. Yudha yang sadar dengan tubuh istrinya yang bergetar akhirnya memilih menepikan mobilnya, dia menarik pelan pipinya yang sudah banjir air mata.

"Sayang, jangan membuat perasaan itu muncul lagi. Ini kedua kalinya kamu bertemu Chika bukan? Kamu harus menjadi ibu sambung yang baik untuknya, aku juga yakin dia akan memaafkan kita dan terlebih kamu." ucapan itu begitu lembut, Marliana menatap mata suaminya, sapuan lembut di pipinya membuat Marliana menutup matanya sebentar dan menghela nafasnya untuk agar tetap tenang.

"Udah tenang?" tanya Yudha. Marliana menganggukkan kepalanya, mereka pun akhirnya bergegas ke bandara.

Kecantikan hati Marliana lah yang membuat Yudha setia sampai saat ini. Setelah menikah, Marliana memilih membuka bisnisnya dari modal yang Yudha berikan, mampu membuat bisnis itu berkembang sangat pesat. Marliana seperti paket komplit, kalau mamanya Chika dahulu hanya mempunyai hobi menghabiskan uangnya saja.

~'~

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!