Sarita memilih untuk berdiam diri di kamar setelah tau jawaban suaminya yang begitu menyakitkan. Iya, dirinya memang tidak bisa menggantikan posisi Cahaya dimana pun. Tapi bukannya berhak dirinya ikut dalam posisi itu? Walaupun sedikit?
Selama ini Sarita menghalalkan segala cara, dengan menulis surat wasiat yang ia tulis dengan tangannya sendiri berhari-hari agar tulisan itu mirip dengan tulisan Cahaya. Setelah dia berhasil masuk dan mengubah statusnya menjadi istri, hidup Sarita menjadi berubah tapi tidak dengan hati suaminya.
••
"Bisa kamu lupain wanita itu mas? Bisa kamu hargai keberadaan ku disini?" ucap Sarita dengan mata yang berkaca-kaca.
Gionino menelan silvanya, dia melepaskan cekalan tangan itu dan menjauhkan tubuhnya. "Kamu masih saja membahas ini? Kamu menyuruh ku untuk melupakan istri ku?" tanya Gionino yang masih berusaha untuk menahan emosinya.
"Aku juga istri mu, aku istri mu yang nyata sekarang! Cahaya sudah meninggal, aku yang mengurus mu, mas! Aku juga yang melahirkan Hanasya!" kini Sarita tidak bisa mahan air matanya.
"Bisa kamu lupakan dia? Ha?"
Gionino mengusap wajahnya dengan kasar, "Maaf aku tidak bisa, bagiku Cahaya masih tetap ada di hati ku." balas Gionino yang langsung melenggang pergi .
Sarita berteriak, dia menghempaskan beberapa guci kecil yang ada di kamarnya membuat benda itu pecah berantakan.
••
Sarita yang tadinya bermood baik ingin memperindah kukunya, kini semuanya berantakan. Sarita meringkuk di atas kasur, rambutnya sangat berantakan, dan matanya yang bengkak mengesankan begitu malang nasibnya. Sarita menatap kosong jendela besar kamarnya yang matahari sudah mulai terbit.
Ketukan pintu kamar membuat sarita mengerjapkan matanya, "Maaf nyonya.. Di bawah ada tamu, katanya adik nyonya Sarita." ucap bi Imah yang ada di luar kamar.
Sarita yang mendengar itu segera bangkit, dia menatap kaca rias miliknya. Menatap datar wajahnya yang terpantul di kaca besar itu, hanya sedikit polesan di pipi dan dibawah mata untuk menutupi mata bengkaknya sehabis menangis.
Adik Sarita yang baru pulang studi di Jerman akhirnya pulang, adik laki-laki satu-satunya bernama David Wijaya. Perempuan itu menyambut hangat sang adik dengan senyuman palsu, adiknya yang baru berumur 24 tahun itu akhirnya pulang setelah menyelesaikan studi S1-nya di jerman. Memang agak telat, tapi dirinya mampu untuk menyelesaikan itu dan baru pulang setelah mendapatkan pekerjaan yang ia mau di Indonesia.
"Apa kabar ka?" tanya David mencium kedua pipi kakak perempuannya itu.
David yang bertubuh tinggi itu membuat Sarita sedikit kesulitan, badannya juga sangat besar sampai Sarita hanya terperangah karena terakhir dirinya bertemu Davis kurus sekali.
"Kamu? Kamu kenapa ga bilang sama kakak kalau sudah pulang, biar kakak bisa jemput kamu." ucap Sarita.
"Surprise.. Aku kan sudah lebih dari 3 tahun ga pulang kayaknya, jadi aku kasih kakak kejutan lah sedikit."
Sarita tersenyum, kehadiran sang adik memang membuat hatinya membaik sedikit. "Kayaknya bukan 3 tahun, tapi kayaknya hampir mau 8 tahun lebih kamu di sana! Betah ya? Saking betahnya sampe ga inget tahunnya!"
David hanya menyengir saja sambil menggaruk palanya belakangnya yang tidak gatal itu, dia membawa sang adik duduk di ruang tamu, bi Imah juga menyiapkan kue serta teh hangat untuk David.
"Oh ya ka, Hanasya mana?"
"Sekolah lah, kamu datangnya ke pagian!"
David hanya menyengir, akhirnya kakak dan adik itu berbincang terus menerus. Usulan Sarita meminta David untuk menginap, laki-laki itu akan menempati kamar Hanasya, sedangkan Hanasya ikut tidur di kamarnya karena Gionino sedang perjalanan ke luar kota.
"Ka, aku mau tidur. Jetlag banget, tidur sejam sampai dua jam doang di pesawat rasanya ga enak banget." eluh David.
Sarita akhirnya memilih untuk David tidur di atas. "Kamar Hanasya di atas, ka Ita mau ke mall dulu! Mau belanja, sekalian perawatan." ucap Sarita.
David menganggukkan kepalanya dan langsung bergegas ke lantai atas yang terdapat 2 kamar, sejenak David menepuk dahinya karena dia lupa menanyakan kamar panakannya itu dimana. Hiasan pintu juga sama yaitu berwarna pink, akhirnya David berlenggang masuk ke salah satu kamar yang ternyata tertata sangat rapih.
"Rapih banget untuk anak umur 11 tahun bisa serapih ini.." gumam David yang menjatuhkan tubuhnya ke kasur empuk milik Nadine dan akhirnya pria itu langsung tertidur dengan sangat nyenyak.
~'~
Sementara Nadine menatap handphonenya yang sedaritadi berdering menampilkan nama Iqbal tertera disana, dia sangat marah sekarang bahkan Aqila menatap tingkah Nadine sekarang dengan sedotan yang masih berada di mulutnya.
"Kesian tuh di anggurin!" sahut Aqila.
"Biarin, gue lagi males." jawab Nadine yang mendapatkan helaan nafas saja.
Sesaat bakso dan mie ayam pesanan mereka datang, cacing diperut akhirnya sudah menemukan makanan mereka. Nadine memilih men-silent handphonenya yang terus berbunyi agar mereka fokus dalam makannya. Sedikit berbincang dengan Aqila, akhirnya sampai di titik Aqila meminta menceritakan kejadian kemarin bersama Rangga.
"Ke panti asuhan yang ternyata punya keluarganya, udah cuma ke situ aja." ucap Nadine.
"Udah cuma begitu aja?"
Pertanyaan itu hanya dijawab dengan anggukan kepala Nadine saja. "Oh ya, La. Gue udah pernah cerita ga sih sama lo yang tentang ka Rangga ternyata pemilik kafe tempat gue kerja." ucap Nadine pelan.
Aqila melebarkan matanya, "Serius? Kok lo ga pernah cerita?"
"Gue aja baru tau pas dia ke kafe, atasan gue pun tunduk sama dia. Maybe, itu kafe keluarganya dan bukan punya dia."
Aqila mengangguk, "Iya jelas, dia orang kaya dan pasti punya beberapa resto yang mereka milikin. Tapi buat apa dia buka usaha resto sekecil itu kalau keluarganya aja udah konglomerat?"
Nadine terdiam. Iya juga yang dikatakan Aqila ada benarnya juga, kafe tempatnya bekerja itu kecil dan peruntungannya pun jauh lebih sedikit dengan penghasilan keluarga Rangga. Kalau pun keluarga Rangga membuka resto atau kafe, tidak mungkin sekecil kafe tempatnya bekerja.
Beberapa siswi perempuan berteriak-teriak, dan hal itu membuat Nadine serta Aqila bergenyit heran. Oh ternyata kedatangan Rangga yang berhasil membuat kantin yang kami juluki sebagai kantin murah ini menjadi berisik, tidak biasanya pria dan salah satu temannya itu datang ke kantin ini, biasanya mereka juga makan di kantin yang khusus di sediakan oleh sekolah.
Rangga datang bersama Zaidan, mereka ternyata sepupu. Ibunya Zaidan adik dari ayahnya Rangga, mereka memiliki bisnis yang berbeda namun berkembang sangat pesat baik luar negeri maupun dalam negeri. Zaidan perawakannya hampir sama dengan Rangga, tapi pria itu terkenal lebih pendiam dari teman-temannya yang lain, kulitnya yang putih bersih, serta rambutnya yang ikal tapi tertata rapih, serta tingginya yang lebih pendek sedikit dari Rangga.
Dua pria itu menghampiri Nadine dan Aqila, tentu membuat dada Nadine bergemuruh. Sebenarnya apa maunya sih? Kenapa sejak kejadian saat itu, Rangga selalu menganggunya? Nadine hanya takut jika Sarah akan melakukan sesuatu padanya seperti perempuan sebelum-sebelumnya.
Nadine menunduk, sedangkan Aqila menatap kedua pria yang sudah berdiri tepat samping mejanya.
"Kenapa? Ada apa?" tanya Aqila.
"Gue mau makan disini." jawab Rangga.
Aqila hanya terdiam, dia menatap sekitar yang sedang memperhatikan mereka. Cebikan bibir mereka berdua lah yang membuatnya sangat kesal sekarang, menjadi pusat perhatian, serta menjadi pusat gosip untuk sekarang. Sebenarnya apa mau mereka? Kenapa mereka kini mengincar Aqila juga?!
~'~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments