Sesampainya di mall tersebut, Iqbal yang aku yakini tidak ikut masuk itu tiba-tiba dia menyuruh ku untuk diam karena ingin memarkirkan motornya di parkiran mall basement tersebut.
Sekitar 5 menit, cukup cepat karena saat itu mall tidak terlalu ramai dan membuat parkiran pun sama.
"Kak, kok ikut?" tanya ku sambil terus melangkah masuk ke dalam mall.
"Kenapa? Engga boleh?"
Aku menggelengkan kepala, "Tidak, bukan gitu. Hanya aku bingung.."
"Bingung kenapa?"
"Tumben, ka Iqbal mau ikut aku ketemu sama Aqila." jawab ku yang terus melangkah menaiki eskalator untuk ke tempat makan yang dituju berada di lantai tiga, makanan Indonesia yaitu Solar*a.
"Bete di rumah, gpp kan kali-kali ikut?"
Nadine menatap wajah Iqbal, kesambet apa ya? Soalnya jarang sekali pria ini mau, dan memilih untuk nongkrong bersama teman-temannya yang laki-laki.
Aku lebih memilih diam, dan terus berjalan menaiki eskalator yang selantai lagi untuk ke restoran tersebut. Setelah sampai ke lantai tiga, aku dan Iqbal memasuki restoran tersebut dan melihat perempuan itu sedang mengotak-atik handphonenya.
"Aku mau kagetin.. Ka Iqbal diem ya, jangan berisik." ucapnya pelan.
Iqbal hanya manut aja, lagipula sudah kebiasaan mereka seperti ini kalau ketemu dan yang sudah datang duluan pasti akan dikerjai. Langkah Nadine berjinjit pelan agar tidak ketahuan akan kehadirannya.
"Doorr!"
Aqila tersentak kaget sambil memegang dadanya yang terkejut, aku yang melihat wajah itu sukses membuat ku terbahak-bahak.
"Ihhh!" kesal Aqila yang memukul tangan ku pelan.
Aqila belum menyadari keberadaan Iqbal disana, melihat kejadian barusan membuat pria tinggi itu tersenyum. Ada saja tingkah mereka kalau bertemu, dan membuat suasananya bangkit kembali.
Iqbal berdeham, "Eh ka Iqbal?!" ucap Aqila yang merapikan duduknya dan rambutnya. Sebentar, tumben sekali pria itu datang? Atau cuma mau mengantar Nadine kesini?
"Pasti lo heran ya, ka Iqbal kesini?" kata ku.
Aqila mengangguk, dan menatap Iqbal yang duduk disebelah Nadine.
"Gue juga, tapi manusia ini katanya bete di rumah. Jadi ya dia ikut sama kita."
Aqila berdeham, dan dia akhirnya meminta menu pada salah satu karyawan.
"Aku yang teraktir, kalian pesan aja."
Senyum kami berdua terbit ketika mendapat celetukan seperti itu, Nadine juga memesan salah satu menu kesukannya yang sudah lama ia tidak makan.
"Ka Iqbal, aku pesenin nasi goreng seafood ya?" tawar Aqila.
"Jangan yang ada seafoodnya, dia alergi." sahut Nadine.
Aqila hanya ber'oh' ria sebagai jawabannya, dia melihat menu lagi hingga bertemu dengan chicken katsu dan memesan satu untuk Iqbal lalu ke kasir membawa kartu yang sudah di sodorkan oleh pria itu.
Setelah makan siang bersama, kami bertiga pun akhirnya berjalan-jalan sambil menentukan kado apa yang cocok untuk seseorang. Seseorang yang sebentar lagi ulang tahun.
"Memang umur berapa yang ulang tahun?" tanya Iqbal yang berdiri di sebelah kanan Aqila, sementara Nadine disebelah kiri Aqila.
"Hampir sama kayak ka Iqbal. Aku jadi bingung mau milih kado seperti apa." jawabnya.
"Baju aja, kalau ga jaket." sahut Nadine.
Mendapat ide cemerlang itu membuat Nadine menarik Iqbal untuk masuk ke dalam salah satu toko baju pria, Nadine melihat itu hanya diam. Nadine juga mengecek handphonenya yang ternyata baru ingat, kalau Iqbal sebentar lagi mau ulang tahun.
Nadine menyusul masuk ke toko baju itu, melihat Aqila yang sibuk mencari baju dan Iqbal yang memilih diam menjadi pajangan baju agar di cocokkan itu membuat senyum tipis terbit di bibir ku.
Nadine memilih untuk melihat-lihat saja toko itu, barang kali ada barang yang cocok untuk dijadikan kado. Nadine melihat salah satu yang menarik perhatiannya, jam tangan.
Jam tangan berwarna hitam itu mampu membuat Nadine menaksirnya, melihat harganya yang 599ribu itu membuat tubunya melemas. "Mahal sekali..." gumam ku pelan.
"Diskon kok ka." ucap salah satu pegawai yang mendengar eluhan ku.
"Diskon? Jadi berapa mba?"
"450ribu mba." jawabnya.
Mendengar hal itu, aku menjatuhkan pilihan pada jam yang dipegang tadi. Aku juga melihat situasi agar mereka berdua tidak melihat ku membeli barang, untungnya gaji ku sangat amat cukup untuk membeli barang jam tangan itu dan syukurnya tidak mengotak-atik tabungan yang sudah aku simpan.
Setelah membayar dikasir, aku langsung saja memasukan jam tangan itu ke dalam tas. Biar kejutan saja nanti, Aqila juga sudah beres dengan memilih baju yang hanya terpilih 3 saja dan 1 jaket.
"Capek juga temenin perempuan belanja!" eluh Iqbal yang duduk di samping ku, kami duduk di depan toko tersebut dan aku hanya tersenyum saja melihat dia sangat lelah karena hampir mau satu jam hanya untuk memilih baju yang ujung-ujungnya dipilih hanya tiga.
"Latihan ka, barangkali nanti sama ka chika yang udah jadi istri di ajak belanja juga." ucap ku.
Tubuh Iqbal yang menyender pun menjadi tegak.
"Kenapa harus chika?"
"Kan Chika pacaran sama kamu, ka." jawab ku.
"Pacaran kan belum tentu jodoh, dan kalaupun aku nikah sama chika pun belum tentu jodoh juga."
Aku mendengar hal itu membuat speechless, mendengar hal yang baru kali ini aku dengar.
"Terus kenapa pacaran sama ka Chika, kalau ka iqbal aja tidak mau nikahin dia?"
Iqbal memutar kembali yang dimana saat perempuan itu selalu mengejarnya, di kampus membuat kehebohan dengan dirinya yang ingin melompat dari gedung. Sampai Iqbal ditegur oleh semua yang bekerja, karena dia lah yang penyebab Chika ingin membun*h dirinya sendiri dengan cara melompat dari gedung yang berlantai 5 itu.
Iqbal naik ke rooftop kampus dengan ditemani oleh salah satu temannya, "Chika! Jangan gila!" teriak Iqbal.
Pipi perempuan itu sudah penuh dengan air mata, melangkah maju selangkah lagi mampu membuat perempuan itu jatuh ke bawah.
"Kenapa kamu tega, ha?" isak Chika.
"Tega kenapa? Aku hanya menolak kamu baik-baik kok, kenapa jadi kayak gini?"
Chika terus berteriak, dia tidak menerima penolakan dan baru kali Chika menjatuhkan dirinya untuk menyatakan cintanya pada seseorang namun naas sekali Iqbal menolaknya. Mereka teman seangkatan, seprodi juga hingga setiap masuk kuliah dan tugas selalu bersama. Cinta itu tumbuh di hati Chika, entah obsesi atau cinta tulus.
Chika memajukan kakinya, Iqbal dan temannya itu membuat panik. "Sial! Udah sih bal, terima aja! Gue ga mau kampus kita ada arwah gentayangan!" usul Dino yang kesal dan panik.
Iqbal mencebikkan bibirnya, dirinya juga takut. Takut menjadi pembun*h karena menyebabkan Chika mati.
"Oke! Oke! Gue terima lo, dan mulai sekarang kita pacaran."
Chika yang mendengar itu tersenyum, lalu berbali dengan wajah yang masih menyendu. "Kita pacaran? Sekarang?" tanya Chika dengan parau untuk memastikan.
Iqbal mengangguk, dia mendekat dan meraih tangan chika untuk turun dari pembatas atap itu. Tubuh Chika memeluk Iqbal dengan erat, Dino yang melihat itu lemas dan menghela nafasnya lega.
"Akhirnya gaada arwah gentayangan di kampus!" celetuk Dino. Mendengar hal itu, Iqbal menangkis pipi temannya dengan pelan..
~'~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments