Bab 14

Gionino memang membuat ruangan khusus untuk mengenang istrinya itu, foto terpajang di dinding dan terpajang pula di lemari pajangan yang terdapat diruangan itu. Melihat betapa bahagianya sang istri ketika bersamanya, dari dulu Gionino selalu menorehkan kebahagiaan yang tidak terbatas dan sekali saja melihat Cahaya menangis membuat pria itu bergegas mengusap air matanya.

*Beberapa tahun yang lalu*

"Aku hanya rindu dengan Nadine..." ucap ibu hamil yang kini perutnya semakin membuncit, mereka memutuskan untuk mempunyai anak lagi ketika Nadine genap berumur 5 tahun.

"Dia kan sedang berada di rumah omahnya, kamu ingin kita menjemputnya?" ucap Gionino yang sedang bercengkerama sebelum tidur di kepala kasurnya.

Binar mata istrinya yang mampu membuat Gionino menerbitkan senyum dengan spontan, Cahaya mampu memberikan kebahagiaan serta 'cahaya' ke semua orang yang ia temui. 

Sejak sahabatnya yaitu Jihan sudah di boyong suaminya ke Bali, dan Cahaya juga bilang bahwa dirinya masih mempunyai teman yang dulu sangat dekat namun mereka sudah putus komunikasi karena sosial medianya yang susah sekali ketemu hingga akhirnya baru kemarin mereka berkomunikasi lagi dan memutuskan untuk bertemu langsung.

"Boleh mas, tapi sebelumnya aku ingin kamu mengantar ku ke restoran. Aku ingin sekali memperkenalkan kamu dengan sahabat ku yang waktu itu aku ceritakan." 

Gionino menoleh, "Yang setelah lulus sekolah, kamu tidak menemukan kontaknya?" tanyanya.

Cahaya yang tertidur di bantalnya itu mengangguk, "Hmm aku ingin sekali memperkenalkan kalian." 

Gionino menaruh handphonenya, dan segera menidurkan tubuhnya untuk menatap sang istri. Terbesit sekilas Gionino menatap wajah istrinya yang begitu berbeda, begitu sangat cantik sekali malam itu. Pria itu mengusap pipi perempuan yang semakin berisi itu.

"Ga serasa ya mas, hubungan kita sudah sampai 5 tahun lebih dan sebentar lagi Nadine akan masuk TK terus anak kedua kita akan lahir." ucap Cahaya yang memandang suaminya.

Cahaya tipe perempuan yang sangat amat penurut dan lemah lembut, tuhan menyatukannya dengan Gionino yang begitu keras dan cuek tapi ketika bertemu dengan Cahaya membuatnya sangat amat berubah menjadi lembut juga dan selalu manja.

"Aku juga tidak menyangka bahwa semuanya akan secepat ini.. Aku ingin selamanya sama kamu..." 

Mata Cahaya tiba-tiba berkaca-kaca, entah kenapa rasanya seperti akan ada kesedihan dimatanya.

"Mas .. Apapun yang terjadi, aku akan selamanya sama kamu dan di hati kamu terus..." gumamnya pelan.

"Kamu harus belajar menerima sekarang, kamu juga harus menjaga Nadine dan jangan biarkan anak kita tersakiti oleh siapapun." ucapnya, "Bisa kan mas?" 

Gionino menatap mata sang istri, walaupun bicaranya aneh tapi pria itu dengan cepat menepisnya. Dia memeluk dengan erat perempuan itu, dan akhirnya mereka tertidur.

~'~

Perempuan hamil itu sibuk menata sarapan yang ia hidangkan di atas meja bersama dengan bi Imah.

"Mas... Sarapan dulu!" teriak Cahaya dari arah tangga.

Pria itu keluar membawa seutas dasi yang belum ia pasang, kebiasaan pria itu yaitu tidak bisa pasang dasi dan ketika merangkap menjadi manajer membuatnya berpenampilan dengan rapih. Melihat hal itu hembusan nafas pelan dilanturkan oleh Cahaya dan garukan kepala yang tidak gatal itu yang dirasakan oleh Gionino.

Cahaya akhirnya berjalan mendekati sang suami dan mengambil dasi berwarna biru tua itu.

"Mulai sekarang kamu harus bisa pakai dasi sendiri." ucap Cahaya yang sedikit mengeluh sambil terus menyimpulkan dasi itu.

"Kenapa harus aku? Kan ini udah jadi kewajiban kamu, karena aku tidak bisa." balas Gionino.

Cahaya menatap mata suaminya, mata hazelnya yang begitu indah membuat siapapun akan betah menatapnya. Beruntung sekali anak pertama mereka yaitu Nadine, mewarisi mata indah itu dan Cahaya sangat ingin anaknya yang ia kandung akan mewarisinya.

"Mas, aku hanya ingin kamu mandiri mulai sekarang. Aku takut tidak akan selamanya sama kamu." kata Cahaya yang melepaskan simpulan dasi yang sudah terpasang rapih.

Gionino bergenyit heran dengan apa yang ia dengar barusan, "Semalam kamu bilang akan selamanya sama aku, kenapa jadi berubah?" 

"Tidak, aku tidak berubah. Aku akan selamanya dihati kamu dan dihati anak kita, aku hanya ingin menghabiskan waktu yang begitu singkat ini sama kamu." ucapnya yang semakin ngawur. Gionino menelan silvanya dan berusaha keras menepis prasangka terburuknya, lalu mengajak sang istri untuk sarapan bersama.

"Sepertinya aku tidak bisa bertemu dengan teman mu, sayang." disela makannya Gionino berkata.

Gionino menatap sang istri yang menunduk, wajahnya tiba-tiba sedih. "Aku ada rapat antar bank, dan lagipula aku baru di angkat jadi manajer. Masa harus bolos?" serunya.

Cahaya tersenyum tipis, memang 1 tahun terakhir ini suaminya itu sangat sibuk dan setelah pengangkatan jabatan yang lebih memumpuni membuat mereka setuju memiliki anak lagi. Masa depan Nadine, dan anak yang mereka kandung sudah lebih dari cukup dari biaya pendidikan dan biaya hidup. Asuransi juga Gionino sudah siapkan buat keluarganya jika terjadi sesuatu yang tidak ia inginkan.

"Nanti siang aku akan mengantar Nadine ke kafe yang kamu tunjukkan, tapi hanya sebentar. Boleh kan sayang?"

Cahaya mengangguk, ada perasaan lega bahwa anaknya akan dibawa pulang walaupun suaminya akan pergi lagi untuk bekerja. Tapi tak apa, rindunya terhadap putrinya itu sudah tidak terbendung karena neneknya sudah menyekapnya selama 3 minggu dengan alasan rindu juga. Yang membuat Cahaya sebal, hanya satu yaitu Nadine yang begitu polosnya setuju menginap selama itu dan tidak ingat akan pulang.

Saat siang harinya, Cahaya pergi bersama supir untuk ke tempat restoran yang sudah ia pilih untuk bertemu dengan temannya. Temannya ini sejak sekolah SMP, kalau Jihan itu berteman sejak kecil.

Cahaya mengendarkan pandangannya untuk mencari sosok ya ia temui, setelah bertemu cahaya dan temannya itu saling menyapa.

"Apa kabar?" tanya Cahaya.

"Aku baik, kamu gimana? Sedang hamil?"

Cahaya mengangguk, mereka akhirnya mengobrol sebentar dan bertukar cerita. Hingga akhirnya, Gionino membawa Nadine di genggaman tangannya.

"Ini mas teman yang waktu itu aku ceritakan, namanya Sarita." ucap Cahaya.

Gionino menatap wanita yang ada di hadapannya, wanita yang dikuncir tengah lalu sisanya di gerai dan pakaiannya yang begitu sederhana. Mereka berjabat tangan, Nadine yang ada di depan tubuh ibunya itu menatap interaksi mereka lalu mengendarkan pandangannya untuk memilih bermain saja.

"Kalau gitu aku balik ke tempat kerja dulu, kamu kalau mau pulang sebaiknya telepon supir." 

Cahaya mengangguk, Gionino menatap sang anak yang sedang bermain di Playground. 

Sarita yang melihat interaksi mereka hanya mengepalkan tangannya, Sarita sangat amat iri dengan kehidupan temannya yang begitu beruntung sedari dulu. Jujur, sejak dulu Cahaya memang memiliki keluarga yang lebih dari cukup, serta kepribadiannya yang lemah lembut dan tidak memandang berteman dengan siapapun, bahkan satu sekolah sejak dulu ingin sekali berteman dengan perempuan itu. Tapi, hanya Sarita yang berhasil masuk dan menjadi teman terdekat sewaktu SMP.

Sarita melirik tubuh suami temannya yang begitu gagah dari belakang, setelan jas dan dasi yang bagus terpasang rapih di tubuh yang atletis itu. Sarita menggigit bibir bawahnya, membuatnya timbul rasa ingin memiliki.

"Bagaimana nanti kita ketemu lagi, Ta?" tanya Cahaya yang membuyarkan lamunan Sarita.

Sarita mengerjapkan matanya, dan mengangguk. Kali ini rencananya harus berhasil, bahkan Sarita tidak memandang ada nyawa lain dalam perut temannya itu. Dia hanya ingin memiliki suami temannya yang sedari dulu membuatnya sangat iri.

4 hari kemudian, Sarita yang meminta bertemu dengan Cahaya dan tentu dia membawa Nadine bersamanya. Kali ini juga Cahaya lupa mengabarkan suaminya kalau dirinya keluar, dan saat ingin pulang melihat sang anak yang ternyata sudah ada di luar restoran.

""Nadine... nak! Awas ada mobil!" 

Teriakan itu mampu membuat Nadine kecil menoleh mencari sumber suara yang ternyata dari sang ibu, Cahaya berlari dengan sekuat tenaganya dengan wajah yang begitu panik dan orang yang lalu-lalang itu sangat sepi.

*Bukk*

Tubuh Cahaya terpental sekitar 2 meter, Nadine yang melihat kejadian didepan matanya itu hanya menjerit dan terus memanggil meminta tolong. Kejadian itu sangat amat cepat, ibunya dan adiknya tidak terselamatkan. Gionino menangis didepan pintu ruangan ICU, "Sayang..." ucapan lirih itu terus terdengar. Nadine di pelukan bi Imah yang ikut menangis, penyebab semuanya ada pada dirinya bahkan selama setahun setelah Cahaya meninggal sikap Gionino kembali ke awal lagi namun pribadi yang lebih kejam dan pria itu menikah dengan Sarita.

* Flashback off*

~'~

"Rasanya aku belum ikhlas.. Kenapa semuanya terjadi begitu cepat? Kenapa kamu mengingkari semuanya? Lihat sayang, aku sudah bisa memasang dasi ku sendiri. Aku sudah mandiri, dan aku menuruti wasiat yang kamu tulis walaupun aku belum benar-benar mencintainya." gumam Gionino mengelus bingkai foto Cahaya.

Di celah pintu terbuka sedikit, terdapat sosok perempuan dengan air mata Sarita yang mengalir terus setelah mendengar pengakuan bahwa suaminya masih belum mencintainya. Ada rasa sesak di hatinya, dirinya menikmati harta yang Gionino berikan tapi untuk hatinya masih belum.

~'~

Terpopuler

Comments

Omah Tien

Omah Tien

bodoh jg kenapa g keluar aja dari rumah bodo kalau g lapor kan rt

2024-12-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!