Bab 16

Jam setengah 6 pagi, Nadine sudah siap dengan pakaian sekolahnya. Bibi Imah juga sudah menyiapkan bekal sarapan untuk Nadine makan disekolah. Wajah Nadine datar, dan sendu sekali. Pagi itu juga, Nadine hanya banyak diam.

Nadine membawa sepatunya ke teras rumahnya. Namun, sebelum itu Nadine memesan ojek online untuk mengantarnya sekolah.

"Ini non bekal sarapannya.. Dimakan ya." ucap bi Imah.

Nadine hanya mengangguk sambil terus fokus mengikat tali sepatunya. Setelah selesai, Nadine langsung meraih kotak bekal itu dan langsung berjalan keluar karena ojeknya sudah ada didepan rumahnya. Bi Imah yang melihat tingkah aneh Nadine hanya bergenyit heran, karena tingkah seperti ini sangat amat jarang sekali yang bisa dihitung oleh jari.

"Ka Rangga?" ucap Nadine pelan melihat pria yang terduduk di motor besarnya.

"Pak, mau kemana? Saya ga disuruh naik?" ucap Nadine yang mendekati ojek online pesanannya yang sudah menyalakan motornya dan hendak pergi.

"Loh pak.. Saya sebentar lagi mau telat ini.." ucap Nadine dengan sedikit protesnya karena melihat driver ojek itu tidak memberikan helmnya.

"Maaf ka, mas ini yang mau ngantar dan saya sudah di bayar kok ongkosnya sama mas ini." jelas abang ojek itu.

Nadine melirik pria yang matanya merah dan masih bengkak itu, bibirnya menampilkan senyum tapi berbeda dengan Nadine yang memandang wajah datar kembali. Dengan pasrah, Nadine membiarkan ojek itu pergi dan membatalkan driver pesanannya di aplikasi.

Rangga menyerahkan helm, tentu Nadine menatap heran dengan perlakuannya dan dia melirik cctv yang ada di samping pintu gerbang dengan kedua sisi yang berbeda tentu Nadine sangat terlihat di cctv itu.

"Naik, cepet." ucap Rangga.

Mau tidak mau Nadine memasang helm itu dengan berdecak, dengan apa yang terjadi hari ini tentu membuat dirinya pasrah. Untungnya Nadine bekerja, dan sampai malam.

"Temen lo yang suka nganter kemana?" tanya Rangga yang membuyarkan lamunan melihat jalanan sekitar yang masih sepi, Rangga juga mengendarai motor itu dengan pelan.

"Gatau." ucap Nadine singkat.

Rangga yang mendengar itu tersenyum samar, baru kali ada perempuan yang duduk di atas motornya selain Sarah. Kali ini pasti akan berhasil mendapat hadiah incarannya, pendekatan kali ini Rangga bisa dibilang sedikit lagi berhasil.

Nadine yang sadar akan pertanyaan itu akhirnya berbalik bertanya, "Ka Rangga kok tau selama ini aku di anterin sama temen?".

Rangga yang masih fokus mengendarai motor itu hanya menoleh sedikit, "Ya iyalah gue tau, lo pernah lihat gue di parkiran motor kan tiap pagi?"

Jantung Nadine berdetak, ternyata selama ini mereka saling memperhatikan tapi tidak saling menyapa. Hanya lirikan mata tajam yang ditampilkan oleh Rangga, dan Nadine yang melihat itu langsung menunduk.

*Cittt*

Rem mendadak yang dilakukan oleh Rangga membuat Nadine otomatis memeluk pinggangnya, Rangga tanpa sadar menerbitkan senyumnya dan Nadine yang tanpa sengaja itu akhirnya duduk dengan posisi normalnya.

"Kenapa sih ka? Kenapa rem? Ka Rangga modus ya?!" pertanyaan bertubi-tubi itu yang Nadine lontarkan karena kesal, sudah mengendarai motornya lambat, Rangga segala modus padanya.

"Ada kucing, tuh liat."

Nadine akhirnya melihat induk kucing yang menggigit anaknya, ternyata hewan itu mau menyebrang dengan menggendong sang anak. Nadine merapikan rambutnya kembali dan berdeham.

Rangga akhirnya menjalankan motornya kembali, tidak banyak pembicaraan yang kami lontarkan pagi itu. Hingga akhirnya pria itu kembali membuka obrolan.

"Nanti siang, mau ke panti lagi?" tanya Rangga.

Nadine terdiam, dia sangat amat dengar penawaran itu. Tapi, Nadine takut hal yang kemarin terjadi lagi. Andai Rangga tau, apa yang terjadi setelah dirinya sampai di rumah. Andai Rangga tau, aku tidak sebebas anak-anak lainnya yang bebas untuk pergi dengan siapapun. Tugas ku hanya satu di rumah, setelah sekolah menjemput Hanasya, dan setelah itu aku bekerja.

Tak terasa ternyata mereka sudah sampai di sekolah, untung suasana sekolah masih sepi sehingga mereka bisa masuk ke dalam parkiran yang hanya di isi oleh beberapa motor saja. Rangga akhirnya mengajaknya kembali dengan pertanyaan yang sama.

"Aku ga bisa ka, kemarin aku bolos kerja dan sekarang aku ga mau bolos lagi."

Rangga hanya menghembuskan nafasnya, dan Nadine tidak lupa untuk mengucapkan kata terimakasih lalu pergi begitu saja. Dia hanya ingin hari ini baik-baik saja, dia ingin menjalani kehidupan yang tenang, bukan seperti kemarin.

~'~

Pagi itu dirumah, sepasang suami istri dan anak perempuan yang masih duduk di SD kelas 5 itu hanya mengeluarkan suara alat makan yang mereka gunakan. Biasanya Sarita yang mulai berbicara setiap paginya, tapi kali ini tidak. Sedari malam perempuan itu memilih untuk menutup mulutnya.

Gionino yang melihat itu mencoba memaklumi kalau istrinya mungkin sedang haid, Hanasya juga melihat kedua orangtuanya dengan bingung.

"Hari ini aku ingin dinas 2 hari ke Kalimantan." ucap Gionino yang memecahkan keheningan itu.

"Hm."

Gionino tertegun mendengar jawaban itu, mood makannya tiba-tiba tidak berselera dan akhirnya meninggalkan piring yang masih ada sisa makanan di atas meja. Hanasya melihat raut wajah ayahnya yang berubah akhirnya meminta untuk pergi bersekolah dengan supir.

"Kamu kenapa?" tanya Gionino langsung saat melihat Sarita masuk ke dalam kamar mereka.

"Aku tidak kenapa-kenapa." jawab Sarita datar.

Gionino yang bangkit kini berkecak pinggang, pagi-pagi istrinya sudah tidak jelas. Ada apa sebenarnya dengan wanita ini. Sarita lewat di depan Gionino dengan membawa alat kutek kukunya yang ia akan gunakan di ruang keluarga.

"Apa sih mas? Kenapa?" tanya Sarita dengan nada tidak senang karena Gionino mencekalnya.

"Seharusnya pertanyaan itu yang aku lontarkan pada mu."

Mata Sarita dan Gionino beradu, mata Sarita tiba-tiba mengembun. Sakit hatinya yang tadi malam sangat amat tidak terlupakan, kini Sarita sangat amat yakin dengan perasaannya yang sudah terlanjur mencintai suami temannya itu.

"Bisa kamu lupain wanita itu mas? Bisa kamu hargai keberadaan ku disini?" ucap Sarita dengan mata yang berkaca-kaca.

~'~

Di sisi lain, Iqbal yang tertidur di sofa ruangan VIP itu akhirnya terbangun, dia terkejut karena telat untuk mengantar Nadine dan ditambah dia baru ingat kalau ada Chika yang sakit.

Chika belum sadar dari kecelakaan tadi malam, Iqbal mengecek handphonenya yang ternyata banyak panggilan tak terjawab dari Nadine. Memang tadi malam dirinya langsung tidur setelah mengurus beberapa persyaratan yang dibutuhkan oleh rumah sakit.

Iqbal mencoba untuk menghubungi Nadine, tapi wanita itu tidak mengangkatnya atau mungkin pelajarannya sudah mulai? Akhirnya Iqbal memilih untuk mengecek kondisi kekasihnya itu.

"Bee..." ucapan itu terdengar dari mulut Chika yang tertutup masker oksigen, matanya yang masih tertutup perlahan terbuka. Iqbal melihat itu tersenyum, Chika yang melihat senyum itu dengan penglihatan yang samar.

"Sebentar, aku panggilin dokter."

Chika hanya mengatupkan matanya sekali.

Tak lama berselang, Iqbal datang bersama dokter dan perawat. Setelah memeriksa, alat masker oksigen dibuka dan beberapa alat di dada pun di copot.

"Kenapa aku disini?" tanya Chika pelan.

"Nona Chika sepertinya mabuk, untungnya kecelakaan tunggal itu tidak membuat nona kehilangan ingatan."

Chika menutup matanya, dia ingin menggeser badannya namun di cegah oleh perawat. Tubuhnya masih lemah karena baru sadar dari masa kritis. Iqbal sangat amat lega sekarang.

"Badan aku sakit banget, bee." eluh Chika pada Iqbal.

Iqbal mengusap puncak kepala Chika, entah kenapa saat sakit seperti ini naluri Iqbal ingin sekali memanjakan wanita itu. Chika melihat kondisi tubuhnya sendiri yang penuh luka memar dan tangannya yang diberi penyangga. Chika hanya terpukul dengan tindakan Iqbal yang membuatnya sedih, hingga melampiaskan ke minuman membuatnya mabuk.

"Kamu jangan banyak gerak.." ucap Iqbal, akhirnya dokter dan perawat pun pergi setelah memeriksa kondisi Chika. "Mau minum?" tawar pria itu yang kini berusaha melembutkan bicaranya.

Chika mengangguk sedikit, Iqbal langsung membawa segelas air putih untuk di minum oleh kekasihnya itu. Selesai bercengkerama sedikit, Chika tertidur kembali dan Iqbal duduk di sofa memeriksa handphonenya kembali. Ternyata tidak ada panggilan masuk dari Nadine, melihat jam yang tertera di layar pojok kiri atas itu menampilkan jam 9 pagi yang dimana itu sudah jam istirahat Nadine.

"Ada apa sebenarnya? Apa terjadi sesuatu pada Nadine tadi malam?" gumam pria itu.

~'~

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!