*
*
Anastasia menatap langit-langit kamarnya yang terbuat dari tumpukan jerami. Tidak lagi meringis, ia mulai menerima kenyataan atas nasib yang saat ini diterimanya.
Terlahir kembali di tubuh Anastasia yang kedua kakinya lumpuh, tinggal di desa terpencil dekat sekali dengan gunung, tinggal di rumah yang seperti gubuk, lantai juga masih tanah coklat, tidak dilapisi semen.
Tidur juga diatas papan kayu keras, apalagi yang bisa ia keluhkan? Ah, Xabiru, si tuan muda kejam dan dingin yang ternyata lebih manja dari seekor kucing.
Anastasia menatap kosong langit-langit, tapi pikirannya menerawang, melanglang buana, tentang apa yang harus dirinya lakukan selanjutnya dengan keadaan kaki yang tidak bisa digerakkan ini?
Setelah sebegitu kejamnya takdir di kehidupan pertamanya, ia malah dihadapkan dengan takdir kejam lainnya. Kenapa hidupnya begini, sih? Ia tidak berguna sekarang.
Tapi pertama-tama, ia harus membangunkan Xabiru yang terlelap di sampingnya. Ya, Xabiru terlelap tepat di samping Anastasia, setelah menangis dua jam lamanya, karena dirinya tidak ingat padanya.
"Xabiru, bangun, bantu aku ke kamar mandi." Ucap Anastasia seraya mengguncang bahu Xabiru. Ia bahkan tidak lagi mengeluh dengan perilaku Xabiru yang memeluk dirinya dengan erat. Bahkan kepalanya ada di dada Anastasia. Awalnya benar, ia menolak, tapi siapa yang akan mengira jika Xabiru malah menangis kencang begitu dimarahi olehnya. Jadilah dirinya menyerah, dan tidak lagi memarahi Xabiru.
Biarkan saja bayi besar ini, yang terpenting telinganya aman, dari tangisan Xabiru yang berisik.
"Mau mandi?" Tanya Xabiru bangun, dengan kesulitan membuka kedua matanya, bengkak sehabis menangis lama.
Anastasia ingin tertawa saat ini, tapi ia menahannya. Jangan sampai Xabiru menangis lagi.
"Tidak, aku ingin buang air kecil. Cepatlah, bantu aku. Aku sudah tidak tahan." Ucap Anastasia lagi.
"Baik, ayo, aku gendong, Asta." Ucap Xabiru, yang kemudian menggendong Anastasia.
Anastasia terkesiap malu, tapi dengan cepat beradaptasi. Ke depannya, ia akan lebih banyak digendong Xabiru, jadi ia harus membiasakan diri sejak awal.
Sesampainya di kamar mandi, lagi-lagi Anastasia meringis menatap keadaannya. "Xabiru, kamar mandi macam apa ini?" Tanyanya meringis, mengeluh dengan sedih.
Jika kamar mandinya saja terbuat dari bilik, atapnya bolong, lalu hanya ada satu petak saja. Bagaimana bisa ia buang air kecil? Tiba-tiba saja Anastasia ingin menangis meratapi keadaannya.
"Hanya ada ini, maafkan aku, Asta." Ucapnya dengan sedih. Padahal dulu dirinya sangat mampu membangun kamar mandi sebesar ruang utama. Tapi lihatlah sekarang, nasibnya kini berputar.
Melihat Xabiru sedih, tiba-tiba saja Anastasia merasakan simpati. "Sudahlah, tidak apa-apa, tapi bagaimana caranya aku buang air kecil?" Tanya Anastasia.
"Aku sudah menaruh kursi kayu di dalam, karena kau tidak mau aku temani buang air kecil, juga ada wadah kecil untuk menampung air kencingmu." Ucap Xabiru, kemudian masuk ke kamar mandi dan mendudukkan Anastasia ku kursi tersebut.
Xabiru membawakan wadah kecil dan memberikannya pada Anastasia. Anastasia menerimanya, kemudian mengusir Xabiru, membuat Xabiru menutup pintu dan menunggunya diluar kamar mandi.
'Sial, apa-apaan ini?' Keluh Anastasia dalam hati. Rautnya sangat tidak enak dipandang, ia benaran bernasib buruk. 'Buang air kecil saja perlu pakai wadah, lalu bagaimana caranya ia buang air besar? Huhuhu, bagaimana ini? Benar-benar sial sekali...' Lanjutnya, mengeluh dalam hati.
5 menit berlalu, Anastasia telah menyelesaikan kegiatannya di kamar mandi. Ia menyimpan wadah kecil, ke tempatnya setelah mencucinya bersih. Kebetulan ember di dalam kamar mandi ini tinggi, dan airnya penuh, jadi gayung juga mudah di gapai.
Hanya saja, ketika ia melempar wadah kecil, tak sengaja ia malah menahan tubuh dengan kakinya yang jelas-jelas lumpuh. Alam bawah sadarnya secara tidak sengaja melakukan hal tersebut, jadilah Anastasia kehilangan keseimbangan dan berteriak.
Xabiru yang mendengar teriakan, dengan cepat membuka pintu kamar mandi. Berhasil, ia berhasil menangkap Anastasia tepat waktu, tapi tangan Anastasia tidak sengaja terkena bilik kamar mandi yang mencuat, membuatnya berdarah.
"Kau baik-baik saja, Asta?" Tanya Xabiru khawatir. Tapi Anastasia tidak menjawab, ia meringis merasakan sakit di tangannya. Ia menatap tangannya yang berdarah, dan secara tidak sengaja melihat cincin berkarat di jari manisnya.
Anastasia menangis. Selain karena sakit, juga karena cincin. Kenapa Xabiru memberikan cincin nikah berkarat padanya?
"Ayo, ayo, aku bawa ke dalam." Ucap Xabiru kemudian menggendongnya, Anastasia mengalungkan kedua tangannya berpegangan.
Tak sadar jika darah yang mengucur itu, mengenai cincin berkarat yang dipakainya. Membuat cincin tersebut mulai mengeluarkan cahaya yang menyilaukan. Tapi keduanya tidak sadar, sampai keduanya tiba-tiba berada di ruangan yang berbeda.
"AH!" Pekik Xabiru, ia hampir jatuh ketika membawa Anastasia ke dalam rumah. Tapi, apa yang dilihatnya ini? "Asta, dimana ini? Bukankah kita ada di depan rumah barusan?" Tanya Xabiru.
"Kau bertanya padaku, aku tanya siapa?" Tanya Anastasia ketus. Tangisnya sudah berhenti, berganti dengan kebingungan. "Bawa aku ke danau itu dulu, tanganku masih berdarah, aku harus mencucinya dulu." Lanjut Anastasia seraya menunjuk sebuah danau besar.
Keduanya berada di alam terbuka. Ada hamparan tanah, rumput dan danau yang luas. Seperti taman yang dibuat dinegeri dongeng.
"T-tapi Asta, kita tidak boleh gegabah, kita tidak tahu dimana kita berada saat ini." Balas Xabiru gugup.
"Xabiru, huhuhu lihatlah tanganku, banyak sekali darahnya, aku kesakitan. Ayo cucikan dulu tanganku..." Ucap Anastasia, mengeluarkan tangisannya. Membuat Xabiru, mau tak mau menuruti keinginan Anastasia.
Ia tidak ber akting, tangannya benaran sakit. Meski tidak sesakit saat dirinya ditusuk oleh Sintia, tetap saja ini adalah luka yang mengeluarkan darah lumayan banyak.
Xabiru mendudukkan Anastasia di samping danau. Kemudian ia membuka bajunya tepat dihadapan Anastasia.
"Xabiru! Apa yang kau lakukan di saat seperti ini?! Jangan macam-macam, ya! Aku peringatkan, kau?" Pekik Anastasia seraya menunjuk wajah Xabiru.
"Hah?" Beo Xabiru tidak paham, tapi ia tidak menanggapi lebih lanjut, ia langsung mencelupkan bajunya ke dalam air danau, membasahinya.
Setelahnya, ia memeras bajunya, dan kembali pada Anastasia. Meraih tangannya dan kemudian mengelap darah yang sudah melumuri tangannya. "Astaga, lukanya ternyata besar, bagaimana ini?" Gumam Xabiru. "Apakah sakit, Asta?" Tanya Xabiru, menatap Anastasia yang masih terpana dengan perilakunya.
Malu. Tentu malu dengan pikirannya yang sudah kemana-mana, padahal Xabiru hanya berniat membersihkan lukanya. "T-tidak sakit." Balas Anastasia tanpa menatap wajah Xabiru, ia memalingkan wajahnya berlawanan arah.
"Hah? Tidak sakit?" Beo Xabiru yang kemudian menatap luka di tangan Anastasia lagi, dan terkejut. "Kemana perginya lukamu, Asta? B-baru saja, aku melihat kulitmu sobek." Lanjut Xabiru dengan gugup, sekaligus bingung.
"H-hah?" Tanya Anastasia yang kemudian melihat luka ditangannya hilang. "Kenapa bisa?" Tanyanya lagi. Ia mengangkat tangannya yang sudah bersih, menatapnya lekat-lekat. "Eh? Kemana perginya cincin berkarat di tanganku?" Lagi, Anastasia kebingungan.
"Maksudmu, cincin pemberian ibu?" Tanya Xabiru.
Anastasia tidak tahu, jadi ia mengangguk saja. Tapi sedetik kemudian ia sadar. Cincin berkaratnya telah berganti dengan cincin kecil yang di atasnya ada setitik berlian kecil. Cantik, tetapi apa mungkin bisa berubah dalam sekejap?
"Xabiru, apa ini cincin ruang dan waktu?!" Pekik Anastasia.
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
_cloetffny
duh si bapakkk><
2024-01-12
3
Aya Vivemyangel
Sebenary ini cerita abad brp , modern ada cincin ruangy y , gpp sih beda 😂 lanjut
2023-10-30
4
nacho
baiknya lakinya😍😘😍😘😍😘😍😘😍😘
2023-10-30
2