SEPARUH SAYAP
"Zia, ayo berangkat!"
Teriakan Hana tepat diluar pintu kamar nomor 27, kamar yang Hana dan Zia tempati. Asrama putri pagi itu ramai oleh siswi yang bersiap ingin berangkat MOS (Masa Orientasi Siswa).
"Iya, ayo!" Dengan buru-buru Zia memakai sepatu yang dibawanya dari dalam kamar.
"Buruan, pake sepatu aja lama." Desak Hana.
"Udah, nih. Ayo!"
Mereka berdua pun tergopoh-gopoh keluar asrama menuju sekolah barunya yang hanya berjarak lima menit jika dilalui dengan berjalan kaki.
Deg.
Di halaman asrama, baru beberapa langkah berjalan tiba-tiba saja Hana mematung sepersekian detik.
"Hmm." Hana mengatupkan kedua bibirnya sambil melirik Zia dengan perasaan was-was.
"Apa? Pasti ada yang ketinggalan, kan?" Selidik Zia penuh curiga.
"Hehe..." Hana nyengir tanpa rasa bersalah, "Maaf, Zia, plis tungguin aku, aku ambil barangnya sebentar! Tungguin, ya!"
Tanpa menunggu persetujuan Zia, Hana pun berlari dan masuk kembali kedalam asrama. Zia sama sekali tidak heran dengan tingkah laku Hana yang terkadang membuatnya kesal sendiri, selain karena mereka sudah bersama sejak kecil, juga pada dasarnya sifat mereka sebelas-duabelas alias hampir sama saja.
Tak selang berapa lama, Hana pun muncul dengan papan nama dari kardus berukuran 10×20 sentimeter yang bertuliskan Hana Sastika tepat ditengahnya.
"Hadeh, padahal kamu yang ribut nyuruh aku cepet-cepet, sendirinya malah yang bikin lama!" Gerutu Zia.
Hana yang melihat sahabatnya mengomel hanya bisa nyengir untuk kedua kalinya, menampakkan gigi gingsulnya yang membuat gadis bertubuh mungil itu terlihat semakin manis.
Sampai di SMA Garuda Bangsa, lautan calon siswa dikumpulkan di lapangan utama, berkumpul berdasarkan kelompok yang sebelumnya telah ditentukan. Begitu pun Hana dan Zia, mereka bergabung kedalam kelompoknya masing-masing, mereka berbeda kelompok.
"Hei, aku Inung, nama kamu siapa?" Seseorang mencolek lengan Hana dari belakang.
"Eh?" Hana terkejut, menoleh kearah lawan bicaranya, "Aku Hana."
"Ooh, namamu Hana. Salam kenal, ya."
"Iya, salam kenal juga, Inung."
"Oh iya, besok-besok kamu jangan telat, ya! Nanti satu kelompok kita dihukum semua."
"Eh, Iya." Hana menjawab dengan kikuk menyadari kesalahannya. Baru hari pertama sudah ditegur, batinnya.
Kegiatan MOS hari itu diisi dengan pengenalan lingkungan sekolah, para calon siswa kini dikumpulkan di satu aula untuk seminar, sistemnya masih seperti di lapangan sewaktu apel pagi. Setiap kelompok berbaris sesuai nomor, nomor tersebut dibawa oleh ketua kelompok yang biasanya berada di barisan paling depan, kemudian diikuti para anggota dibelakangnya.
Seminar MOS berisi sejarah sekolah, struktur organisasi, fasilitas, berbagai macam kegiatan akademik maupun non-akademik, motivasi untuk para calon siswa, dan info seputar sekolah lainnya.
Pada menit-menit pertama Hana masih semangat mendengarkan penjelasan pemateri di depan, karena begitu antusiasnya ia akan berganti status menjadi anak SMA.
Penjelasan demi penjelasan disampaikan, namun lama-kelamaan hal tersebut hanya terdengar seperti ocehan-ocehan yang membuat Hana mulai merasa bosan, apalagi Zia berada jauh diujung sana, dan ia masih sangat malu untuk mengawali obrolan dengan orang asing.
Hana mengedarkan pandangan pada orang-orang di sekelilingnya, sebagian mereka tengah mencatat apa yang pembicara katakan, sebagian lagi malah asyik bercanda hingga beberapa kali ditegur oleh panitia.
Malas memperhatikan ceramah tentang sekolah yang begitu panjang, Hana memilih menghabiskan waktu dengan mencoret-coret tidak jelas buku ditangannya, dan pada kebosanan selanjutnya, Hana pun mulai menggambar manga.
Seorang anak laki-laki bertubuh ramping yang duduk di sebelah Hana ternyata diam-diam mengamati, sepertinya ia tertarik dengan gambar Hana.
"Hei! Pssttt!"
Tidak ada jawaban.
"Hei! Kamu yang lagi gambar!" Setengah berbisik ia kembali berusaha memanggil Hana.
Merasa terpanggil, Hana pun menoleh kearah sumber suara.
"Aku?" Hana menunjuk kearah dirinya sendiri.
"Iya. Kamu suka ngegambar manga? Anime?"
"Hmm, suka, tapi nggak terlalu."
"Terus itu apa? Kalo nggak begitu suka ngegambar manga, tapi kok bagus?"
"Aku bosen aja dari tadi materinya nggak selesai-selesai."
"Tenang, sebentar lagi waktunya istirahat."
Hana mengangguk. Sangat asing baginya ketika tiba-tiba saja ada seseorang yang mengajaknya bicara dengan topik khusus.
"Namaku Aji. Jurusan IPA." Sambil menyodorkan tangannya, anak laki-laki bernama Aji itu perlahan mengambil buku Hana tanpa seizin sang pemilik.
"Eh?!" Hana terkejut.
"Namamu siapa?"
"Aku Hana."
"Siapa? Suzanna?"
"Hana!"
"Ooh, oke Hana."
Jam menunjukkan pukul 10.30, panitia mengumumkan sudah waktunya beristirahat dengan syarat tidak boleh keluar dari gedung aula, mereka hanya diperbolehkan berada di dalam gedung sambil menikmati makanan yang sudah ditentukan menunya, menu yang mereka bawa sendiri sesuai tema dari panitia.
***
Masih dalam euforia kegiatan MOS, malam itu Hana dan Zia mulai membicarakan hal-hal yang mereka temui saat berada dalam keramaian.
"Han, kamu tahu nggak, cewek yang tinggi, putih, di kelompok kamu?"
"Novi yang cantik itu?"
"Iya cantik, sih. Tapi masih cantikan aku lah ya." Zia berlagak centil.
"Idih, idih." Hana mengejek sahabatnya yang mulai berlagak didepannya.
"Dia tuh, kan, jadi omongan satu kelompok aku, tahu! Katanya dia blasteran. Emang iya?"
"Mana kutahu, aku belum terlalu akrab sama temen satu kelompok." Hana menyondongkan badannya kearah Zia dan memulai pergosipan. "Tapi denger-denger begitu. Terus penampilannya mendukung nggak, sih? Kaya nggak seumuran sama kita, kelihatan kaya anak kuliahan gitu."
"Nah, iya tuh! Lagian dia masih seumuran kita, tapi dia udah pinter dandan."
"Eh, tapi si Novi masih mending, tadi aku lihat ada tiga anak cewek yang dandanannya lebih cetar, alisnya digambar, lho."
"Masa sih? Kok aku nggak lihat, ya?" Zia penasaran.
"Iya, bener. Besok deh kukasih tahu."
Kamar asrama yang berisikan dua siswi itu mendadak menjadi ruang gosip, mereka membahas apapun sembari menunggu kantuk datang.
Tok tok tok.
Suara ketukan terdengar persis didepan pintu kamar Hana dan Zia saat ini berada, seketika mereka berdua diam, dan salah satu dari mereka membukakan pintu.
"Hai, aku Novi, baru pindah di kamar sebelah." Ucap seorang gadis yang sedang berdiri berhadapan dengan Zia.
"Hai, salam kenal, aku Zia. Sini masuk dulu."
Saat Novi masuk, Hana dan Zia saling melemparkan pandangan satu sama lain. Baru beberapa saat lalu mereka membicarakannya, tiba-tiba saja Tuhan mengirimkan langsung orang tersebut didepan mata mereka.
"Hai, Hana, tadi kata temenku ada yang satu kelompok MOS sama aku, jadi langsung aku samperin aja kesini, biar besok berangkatnya bisa barengan." Novi tersenyum manis.
"Oh, Novi. Ya udah, boleh deh. By the way, kamu kapan datang kesini?"
"Aku dari tadi sore udah di asrama, tapi keluar sebentar sama kakakku cari kebutuhan buat aku. Sebenernya udah dari kemarin pengen kesini, tapi kakakku baru ada waktu hari ini." Jelas Novi.
"Emang nggak sama orang tua kamu?" Tanya Zia ingin tahu.
"Enggak, soalnya orang tuaku tinggal diluar pulau, mereka kerja disana."
"Kalau orang tuamu tinggal diluar pulau, kenapa kamu nggak sekolah disana aja? Kenapa jauh-jauh kesini? Emangnya nggak bakalan kangen?" Tanya Zia lagi.
"Iya, lho. Aku aja yang masih satu kota aja kangen sama orang tua." Timpal Hana berusaha bersimpati.
"Kakakku dua-duanya kuliah dan kerja disini, disini juga masih ada saudara, kok. Kalau semisal kangen kan tinggal telpon, gampang aku tuh."
"Ooh, gitu, ya."
Novi mengangguk.
"Oh iya, aku bawain martabak nih buat kalian, dimakan, ya. Aku cabut dulu."
"Loh kok cabut? Baru aja mampir." Ucap Zia basa-basi ala ibu-ibu komplek.
"Iya, nih. Mau rapihin kamar dulu, nggak enak sama temen satu kamarku kalau kutinggal lama-lama pas kamar masih berantakan gara-gara barang bawaanku."
Dalam sekejap Novi menghilang diantara pintu.
"Hampir jantungan aku Han. Tiba-tiba nongol dia. Mana dia cerewet banget." Mata Zia membelalak lucu.
"Boleh tuh Zi kalau dicoba buat ngomongin mantanmu, siapa tahu dia tiba-tiba muncul kaya Novi barusan." Hana terkekeh.
Zia meraih bantal tidur miliknya, dilemparkannya kearah Hana dan tepat mengenai wajah Hana.
"Sialan kamu, Zi!"
Secepat mungkin Hana mengambil bantal yang baru saja terlempar, memukulkannya berkali-kali ke tubuh Zia. Tak mau kalah, Zia pun membalas pukulan demi pukulan yang Hana lontarkan. Mereka saling bercanda seiring makin larutnya malam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Resty.m05
mampir
2023-11-24
0