Hari kedua MOS Hana sedikit merasa kesal, pasalnya kostum hari itu membuat ia terlihat seperti orang yang kurang waras. Bagaimana tidak, mereka diwajibkan memakai rompi menggunakan plastik bergaris hitam putih, sandal jepit karet dengan kaos kaki berwarna hitam di sebelah kanan, dan putih di sebelah kiri, rok tutu yang terbuat dari tali rafia yang disuwir, tidak lupa topi kerucut yang pada ujung runcingnya diberi hiasan berupa suwiran tali rafia juga.
Mau tahu yang lebih ekstrim lagi?
Untuk murid perempuan, mereka diintruksikan untuk menguncir rambutnya sesuai dengan banyaknya bilangan bulan lahir, dan untuk laki-laki, mereka harus berkreasi sedemikian rupa untuk membuat diri mereka seolah memiliki kumis.
"Untung sesuai bulan lahir, coba kalau tanggal lahir, udah kayak orang gila beneran aku!" Gerutu Hana yang lahir tanggal 30 april.
"Punyamu masih mending kuncir empat, belum gila-gila banget lah. Coba lihat punyaku! Huaaa!" Rengek Zia yang terdapat sebelas kunciran di kepalanya.
Hana tergelak melihat penampilan konyol sahabatnya, meskipun penampilannya sendiri sama konyolnya dengan Zia.
"Udah, syukuri aja, masih sebelas ini. Belum dua belas."
"Enteng banget lagi nyuruh orang bersyukur. Aku sumpahin besok disuruh kuncir rambut sesuai tanggal lahir!" Zia mendengus kesal.
Zia berani menantang seperti itu karena ia memiliki tanggal lahir 2 November, yang dimana jika perkataan Zia terwujud, Zia hanya akan menguncir rambutnya sebanyak dua ikat, sementara Hana akan menguncir rambutnya sebanyak 30 ikat.
"Jangan, dong. Ngebayanginnya aja udah nggak sanggup aku. Ngelihat kamu yang kuncir sebelas aja udah konyol banget." Hana terus meledek Zia yang sedari tadi tidak berhenti mengeluh.
Pagi ini Hana dan Zia berjalan santai menuju sekolahnya, mereka berangkat lebih pagi dari hari kemarin yang dijalani dengan penuh kekacauan.
Seperti ucapan Novi kemarin, ia berangkat bersama Hana dan Zia, berjalan berderet tiga dari pintu keluar asrama hingga ke lapangan sekolah.
Dalam hati Hana bergumam, 'oh begini ya rasanya jalan bersampingan sama murid famous?'
"Hana, Novi, aku pergi ke kelompokku dulu, ya! Bye." Zia berlalu pergi sambil melambaikan tangan, kemudian hilang membaur ditengah keramaian.
Kegiatan yang berlangsung diisi dengan acara jalan santai dimana para pesertanya mengenakan kostum yang dianggap Hana sebagai pakaian abnormal dan sangat freak, kemudian para murid berjalan sesuai rute yang telah diatur oleh panitia. Dimulai dari halaman depan sekolah, melewati taman kota, gang-gang sempit, jembatan, dan berakhir di gedung aula.
Hari begitu panas, matahari sangat terik menyengat kulit, membuat tubuh Hana seperti ingin mendidih, membuat tenggorokannya menjadi sangat kering. Ia segera berjalan menuju aula, niat hati ingin mengambil air minum untuk meredakan dahaganya.
Saat Hana hendak minum air dari botol yang tengah ia genggam, seseorang tiba-tiba saja menabraknya dari belakang sehingga membuatnya tersedak. Hana kesulitan bernafas, ia merasa paru-parunya seperti dipenuhi oleh air. Dengan susah payah ia mengatur nafas. Dada dan tenggorokannya terasa sangat perih, kepalanya berkunang-kunang. Hana masih bisa melihat sekitar, namun ia tidak bisa merespon sekelilingnya.
"Kamu udah bisa dengar kakak?" Ucap seorang laki-laki berkalung name tag bertuliskan panitia OSIS, sudah lima menit lamanya ia berusaha menyadarkan Hana.
Beberapa saat setelah kesadarannya mengambang, Hana yang perlahan mulai bisa mendengar hal itu pun langsung menganggukkan kepala.
"Bawa ke UKS!" Perintah laki-laki tersebut kepada rekannya yang lain.
Sesampai di ruang UKS, terlihat ada Novi disana, dua orang murid baru, dan tiga orang panitia. Seorang panitia perempuan sibuk menyambut Hana, dan dua orang lagi--termasuk seorang laki-laki yang menabrak sekaligus menyelamatkan Hana saat tersedak tadi sedang menunggui Novi.
'Buset, yang hampir dibikin celaka, kan aku? Kenapa yang ditungguin si Novi pula?'
Hari itu, semua orang berlomba-lomba berkenalan dengan Novi, mencoba beramah-tamah dengannya, dan juga meminta nomor handphonenya.
'Orang cantik selalu dapat perhatian lebih ya?' Gumam Hana lagi. Terkadang ia merasa iri, namun ia sudah terbiasa menerima kenyataan bahwa memang sewajarnya hal seperti itu terjadi, dia yang merupakan gadis biasa-biasa saja ini pun hanya bisa sadar diri.
Karena waktu Hana masuk UKS dengan jam pulang MOS berdekatan, ia memutuskan untuk keluar pada saat kegiatan sudah dibubarkan, Hana hanya perlu menunggu beberapa menit lagi.
"Hana si cewek manga?" Menunjuk Hana yang tengah duduk di bangku depan UKS.
"Oh, Hai." Hana ingin menyapa namanya, namun ia lupa siapa, akan sangat malu dan canggung bila ia bertanya nama lagi.
"Aku cari-cari dari tadi nggak kelihatan, tahunya disini. Kamu ngapain disini? Nungguin siapa?" Cerocos makhluk bernama Aji tersebut.
"Aku habis dari UKS, pas mau keluar, eh udah waktunya pulang, ya udah aku nungguin temen aku dari sini."
"Dari UKS? Kamu sakit?"
"Enggak. Tadi ada kejadian kecil, nggak apa-apa, bukan hal besar, kok."
"Hmm. Oke, lah."
"Kamu ada apa cari aku?"
"Nggak apa-apa, cuma mau balikin buku kamu yang kemarin aku ambil. Habis aku buat contekan, hehe."
"Contekan apa? Kan isinya cuma gambar nggak jelas, sama catetan asal yang lebih nggak jelas lagi."
"Nah, itu dia."
"Itu dia?" Hana terheran dengan jawaban Aji.
"Aku nyontek keenggakjelasan kamu."
"Ada-ada aja."
Begitulah mereka berdua menjadi akrab, Aji dengan tingkahnya yang diluar nalar serta kekanak-kanakan, dan Hana yang iya-iya saja alias tidak keberatan menerima teman baru yang tidak kalah anehnya dengan Zia, sahabatnya dari lama.
"Hana!" Panggil Zia dari jauh.
Tangan Hana melambai pada Zia yang setengah berlari kearahnya.
"Ini temen yang kamu maksud?" Tanya Aji.
"Iya, namanya Zia, anak IPS."
Aji menyodorkan tangannya, membuat gestur ingin menyalami Zia yang baru saja datang.
"Salam kenal, Zia. Aku Aji, jurusan IPA."
"Aku Zia, anak IPS." Zia menyambut jabat tangan Aji dengan penuh percaya diri.
"Ya udah, Ji. Aku sama Zia duluan ya."
"Oke, sip."
Hana dan Zia berlalu pergi tanpa menoleh.
Hembusan angin siang itu tak cukup untuk mendinginkan tubuh mereka berdua dari teriknya matahari. Bagaikan tersihir, langkah kaki mereka tiba-tiba saja berhenti, mereka saling berpandangan.
"Es serut?"
Zia mengangguk.
***
Di asrama yang Hana tempati tak ubahnya kost-kostan putri biasa, yang membedakan hanyalah jam wajib belajar yang dilakukan bersama-sama seluruh penghuni asrama mulai pukul tujuh hingga sepuluh malam. Selain itu, mereka bebas melakukan apapun kecuali keluar asrama melebihi pukul enam petang.
Asrama dengan fasilitas satu kamar berisi dua orang itu tidak memiliki lebih dari lima puluh penghuni karena tidak diwajibkan untuk semua siswa, melainkan hanya disediakan bagi siswa yang minat saja.
Meskipun masih berada dalam satu kota, dan jarak antara rumahnya dengan asrama hanya sekitar satu jam perjalanan menggunakan kendaraan, Hana memutuskan untuk masuk asrama karena mengetahui Zia telah lebih dulu pergi.
"Han, cowok yang tadi sama kamu itu siapa? Crush barumu?"
"Maksud kamu Aji?"
"Iya. Jarang-jarang loh kamu cepet akrab sama orang."
"Crush apaan, enggak lah. Aku akrab sama dia juga gara-gara dianya yang aktif sama banyak ngomong. Kalo aku ketemu yang sama-sama pemalu kaya aku, pastinya nggak bakal akrab secepet itu."
"Kalo dia naksir sama kamu gimana, Han? Wah, keren tuh kayak yang di drama-drama."
Tukk!
Hana memukulkan pensil tepat ditengah dahi Zia.
"Naksir mbahmu!"
Zia meringis kesakitan, dielusnya bagian kepala yang terkena pukulan maut Hana.
"Tangan kamu enteng banget, heran. Sakit tahu!"
"Mulut kamu tuh, Zi. Kalo ngomong enteng banget. Kalau aku baper beneran gimana?"
"Ya bagus lah. Siapa tahu jodoh. Ya, kan? Ya, kan?"
"Mulai deh, ngelantur ngomongnya. Aku pengen fokus sekolah adaa aja makhluk sesat yang godain. Jauh-jauh sana!"
"Nye, nye, nye!"
Hana masih belum tahu ingin mempelajari apa pada malam itu, hanya ada materi MOS di buku catatan kecil miliknya yang ia punya, sebenarnya catatan itu bisa saja berguna untuk berjaga-jaga ketika ada kuis saat kegiatan, namun Hana terlalu malas mempelajarinya secara serius karena besok sudah hari terakhir kegiatan MOS berlangsung, lagi pula ia tidak suka dirinya terlihat sebagai siswi aktif.
Begitulah Hana, ia hanya ingin memiliki kehidupan yang datar.
Tidak terdengar suaranya beberapa menit, ternyata Zia sudah tertidur di meja aula tempat para penghuni asrama sedang belajar.
Waktu menunjukkan pukul sembilan malam, masih sisa satu jam lagi untuk Hana dapat kembali ke kamarnya, padahal ia sudah sangat bosan karena tidak kunjung mendapat ide tentang apa yang ingin dipelajari. Sedangkan sahabatnya yang suka sekali mengoceh kini sudah tertidur tepat di belakang Hana. Hana sengaja membelakangi Zia ketika gadis itu mulai berbicara tentang kehaluannya beberapa saat lalu.
Jemari lentik Hana kembali membuka lembar kosong dari buku yang tiga jam lamanya tidak bertambah satu coretan pun.
Hana menghembuskan nafas kasar sebelum akhirnya ujung pensil di tangannya mulai menyentuh halaman kosong, kemudian membentuk garis, dan lama-kelamaan membentuk sebuah objek. Rumah. Entah kenapa tangannya seolah memiliki nyawa sendiri untuk menciptakan goresan tersebut.
Apakah karena ia merindukan rumah?
Belum pernah Hana merasa sejauh ini dari rumah, bahkan ketika menginap di rumah neneknya pun Hana merengek meminta pulang.
Ataukah karena ia merindukan orang tuanya?
Seharusnya Hana bisa cepat beradaptasi dengan lingkungan barunya, namun kali ini ia seperti belum rela jauh dari kedua orang tuanya meskipun sedari kecil ia sangat sering ditinggal di rumah saudara, sementara orang tuanya bekerja di luar kota, bahkan mungkin di luar pulau. Entahlah, Hana hanya belum terbiasa dengan suasana yang menurut Hana asing itu.
Beruntung Hana masih punya Zia, sahabatnya sejak sekolah dasar. Jarak rumah mereka pun tidak terlalu jauh, hal ini membuat Hana merasa aman.
Banyak sisi lain dari diri Zia yang Hana suka, namun lebih sering tertutup oleh keabsurdannya dalam berperilaku yang terkadang diluar prediksi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments