Lakon

Musuh dari musumu adalah temanmu. Lalu apakah teman dari musuhmu merupakan musuhmu juga? Bisa iya, bisa saja tidak. Iya, jika mereka sama buruknya, maka mereka adalah musuh. Tidak, jika mereka adalah seorang yang netral dan berhati-hati dalam berteman, seorang yang tidak akan terpengaruh sekalipun setiap hari ia dicekoki dengan bualan yang terlihat hampir meyakinkan. Maka siapa orang yang kedua itu? Jawabannya tergantung dirimu, ingin menjadikannya teman atau musuh, semua keputusan ada padamu.

Tapi, musuh itu bersifat sementara atau selamanya? Apakah dua orang yang bermusuhan suatu saat bisa berkawan baik? Atau tidak?

***

"Han, aku mau ngomong sesuatu mumpung Bella nggak ada." Seorang siswi bernama Nafisa menghampiri Hana tanpa basa-basi.

Hana mendapati sorot mata Nafisa mengisyaratkan rasa sedih bercampur amarah, mungkin disebabkan oleh seseorang yang namanya tadi Nafisa sebutkan.

"Kenapa, Naf? Tumben nggak sama Bella?" Tanya Hana pada Nafisa, mereka berteman baik meskipun Nafisa merupakan orang yang setiap harinya selalu bersama Bella ketika di sekolah.

"Dari kemarin Bella lagi ngejauhin aku, Han. Gara-gara aku deket sama kakak kelas, tapi Bella nggak setuju aku sama dia."

"Emangnya kenapa Bella nggak setuju?" Baru kali ini Hana mendengar pertemanan dua orang yang tidak terlalu dekat namun sampai berani ikut campur dalam urusan pribadi.

"Kata Bella dia bukan cowok baik, terus aku disuruh ngejauh dari dia tapi aku nggak mau soalnya selama ini dia baik sama aku. Jadinya sekarang Bella ngejauhin aku."

"Kenapa Bella kayak gitu, Naf? Menurut aku kalo misal Bella nggak setuju sama hubungan kamu sih boleh-boleh aja, tapi nggak harus sampe ngejauhin juga. Biar apa coba?"

"Iya makanya, Han. Dari kemarin dia sengaja ngediemin aku, padahal aku ngajak Bella ngomong tapi dia pura-pura nggak denger. Katanya dia baru bisa maafin aku kalo aku janji bakal ngejauh dari kakak kelas itu."

Hana tidak habis pikir, sebegitu inginnya Bella menguasai banyak hal, termasuk kehidupan orang lain juga ingin ia komando.

"Padahal selama ini kamu udah baik sama dia, cuma karena satu hal itu bisa-bisanya dia kayak gini ke kamu? Nggak tahu terimakasih banget." Tukas Hana kesal.

"Dari dulu Bella udah sering banget kayak gini ke aku, tapi aku terus yang ngalah."

"Mulai nanti kamu nggak usah baik ke Bella, biarin aja, kamu ikutan diem sampe dia sendiri yang ngajak ngomong dan minta maaf. Kamu jangan mau minta maaf sama Bella duluan, orang kamu nggak salah."

"Iya, Han."

Hana ikut merasakan kemarahan Nafisa pada Bella, dirinya pun sama jengkelnya dengan tingkah Bella yang selalu ingin diperlakukan seperti tuan puteri. Bella sangat gemar bertingkah seenaknya hanya karena memiliki paras yang cantik dan berkulit putih.

Jam istirahat kali ini Hana merelakan waktu tidurnya untuk mendengarkan Nafisa bercerita.

"Tapi sebenernya bukan itu yang mau aku omongin ke kamu."

Hana terheran, padahal ia sudah sangat bersemangat menanggapi keluhan Nafisa. Apalagi menyangkut keburukan Bella, rasanya ingin sekali ia memuntahkan segala isi hati.

"Terus apa?"

"Aku mau mastiin secara langsung ke kamu, aku nggak percaya yang diceritain Bella soalnya."

"Emang Bella pernah cerita apa sama kamu?"

"Minggu lalu Bella cerita sama aku, dia nangis-nangis katanya kamu ngambil sesuatu dari dia tapi kamu nggak ngomong dulu. Jadinya Bella sakit hati."

"Ngambil sesuatu punya Bella tanpa ngomong? Maksud kamu Bella nuduh aku nyuri barang punya dia?"

"Buka barang, lebih tepatnya materi matematika."

Hana sampai membuka mulutnya karena saking herannya. Ia menebak-nebak cerita apalagi yang Bella karang kali ini. Mencuri? Bella memilih tema yang agak berbeda rupanya.

"Nggak ngerti. Coba jelasin."

"Kamu tahu, kan? Bella suka banget sama matematika. Dia selalu ngerjain semua latihan soal, rajin cari materi, terus ngumpulin video-video yang Pak Bagus kasih sampe banyak banget. Abis itu dia pelajarin semua, bahkan sampe ke materi yang belum pernah diajarin guru."

Hana tak punya jawaban, ia membiarkan Nafisa menjelaskan yang sebenarnya terjadi. Diamatinya lekat-lekat setiap kalimat yang keluar dari mulut Nafisa. Ia penasaran sejauh mana Bella berlakon.

Hana membetulkan posisi duduknya, bergeser lebih dekat kearah duduk Nafisa.

"Bella bilang, pas lagi belajar bersama di asrama, dia nggak sengaja lihat di layar laptop kamu isinya video-video matematika yang Bella punya."

"Terus?"

"Pas lihat itu dia sakit hati banget, kok bisa-bisanya dia ngecopy dari laptop Bella ke laptop kamu tanpa ngomong dulu? Padahal kalo kamu ngomong, Bella mau-mau aja ngasih ke kamu."

"Ngecopy dari laptop dia? Yang bener aja? Laptop dia aja dikasih password, dia taruh di lemari, lemarinya dikunci. Terus kalo aku mau ngecopy video sebanyak itu diem-diem, gimana caranya? Palingan belum nyampe setengahnya juga udah ketahuan."

"Makanya aku mau mastiin langsung ke kamu, nggak mungkin kamu ngelakuin itu kan, Han?"

Tepat sekali.

"Jelas nggak mungkin banget. Apalagi matematika, duh nggak minat. Kalo aja bukan materi Ujian Nasional, males banget aku belajar." Hana menyilangkan kakinya. "Lagian video yang dikasih Pak Bagus ke kita udah banyak, Pak Bagus juga kasih link buat download videonya. Jadi siapapun bisa punya video itu sama persis. Beda cerita kalo Pak Bagus nggak kasih link."

"Aku juga ngerasa aneh disitu, Bella pelit banget soal laptop, mana mungkin ada yang minjem."

Hana menebak, niat Bella bercerita seperti itu pada Nafisa supaya mendapatkan simpati lebih. Nafisa memang polos, tapi sepertinya Bella lupa bahwa Nafisa itu cerdas, tidak mungkin Nafisa akan langsung percaya begitu saja terhadap Bella.

"Waktu itu respon kamu gimana pas Bella ngomong gitu?"

"Aku iya-iyain aja, aku nggak mau percaya gitu aja soalnya Bella pernah bohong sama aku ... Dulu pas awal-awal kenal aku seneng dengerin Bella cerita, soalnya dia kalo ngomong pinter banget. Tapi lama-lama dia jadi aneh, suka ngomongin orang. Sekarang aku jadi agak susah bedain mana omongan asli, dan mana yang Bella cuma ngarang."

"Bener, kalo Bella ngomong jangan langsung percaya! Sesat."

"Kok kamu santai aja, Han? Minimal sakit hati karena udah dituduh yang enggak-enggak."

"Aku sakit hati, Naf. Sakit banget malahan. Tapi aku udah terbiasa. Bella udah sering kayak giniin aku, fitnah aku seolah aku yang jahat dan dia merasa yang paling tersakiti. Mana orang lain percaya-percaya aja sama Bella. Tapi ya udahlah, nanti juga dia kena karmanya."

"Hah?" Nafisa terkejut, "udah sering?"

Hana mengangguk, "sering banget. Tapi aku nggak cerita ke siapa-siapa, nggak ngumbar cerita sedih juga kaya Bella. Yang tahu cuma beberapa orang aja."

"Tapi kalo kamu diem terus, orang-orang bakal ngira kalo kamu penjahatnya, Han."

Hana sudah tahu resiko itu. Orang-orang hanya akan mendengar apa yang ingin mereka dengar, serta hanya mendengar yang sudah terlanjur mereka dengar. Mereka tidak mungkin sibuk memastikan yang mereka dengar itu benar atau tidak.

"Daripada cerita tapi kelihatan kayak orang tolol? Aku nggak cerita bukan karena aku yang salah, aku juga nggak sudi terus-terusan ngalah. Aku bakal ngomong kalo emang waktunya ngomong, kalo perlu nanti aku tumbuk si Bella sampe jadi bubur biar nggak banyak tingkah."

Hana merasa keren dengan kalimat yang ia ciptakan sendiri. Jika Hana diberi kesempatan untuk menjadi seorang motivator, mungkin ia akan menciptakan kata-kata motivasi seperti ini 'ragaku mungkin tidur, namun jiwaku harus tetap sadar.'

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!