Hana baru saja kembali dari toilet. Sebelum ia masuk ke dalam kelas, ia mendapati Ruri dan Bella tengah mengobrol diujung koridor.
Dari ekor mata Hana, ia sempat melihat mereka berdua menoleh kearah Hana yang sedang berjalan masuk. Hana tidak menaruh prasangka apapun, hanya sedikit heran, sejak kapan mereka berdua terlihat dekat?
Setengah jam berlalu, Ruri dan Bella belum juga kembali. Hana tadinya tidak ingin ambil pusing, pikirannya mendadak menerka apa yang sedang mereka berdua bicarakan.
Hana tidak terlalu suka dengan sikap Bella belakangan ini, Hana merasa Bella selalu menguji kesabaran Hana ketika di asrama. Hanya sedikit kurang akur, namun Hana tidak membenci Bella. Atau belum?
"Han, Ruri kemana?" Tanya Inung.
"Ada tuh, di luar sama Bella."
"Oh, kirain kamu nggak tahu."
"Emangnya kenapa?"
"Tadi Bella nyamperin Ruri, katanya mau ngomong sesuatu. Nggak tahu ngomong apa. Aku bilang gini takutnya nanti kamu salah paham terus aku kebawa-bawa."
"Iya, aku ngerti kok."
"Ngomongin apa sih dari tadi nggak selesai-selesai? Terus niat banget cuma berdua doang, mana aneh banget ngajakin pacar orang keluar. Kan bisa loh, mereka ngomongnya di kelas. Emang rada-rada si Bella." Inung mengomel panjang lebar.
Hana hanya tersenyum simpul. Merasa nyeri di hati? Tentu saja, yang dikatakan Inung memang benar adanya. Hana terdiam saat merasakan letupan kecil sebagai bentuk ketidaksukaan Hana. Hana tidak suka bagaimana Bella yang begitu berani mengajak Ruri ngobrol berdua, dan Ruri yang bersikap terlalu baik hati kepada siapapun sehingga mengiyakan ajakan Bella tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Setidaknya ketika Hana lewat tadi.
Agak lama Hana menunggu. Jam pelajaran pun sudah habis. Teringat biasanya kesabaran akan berbuah manis, Hana menyabarkan dirinya. Walau Hana sadar ini bukan hal yang harus ia sabari.
"Aku samperin--" Inung berdiri dari tempat duduknya.
Ruri masuk kelas dengan tergesa, diikuti Bella di belakangnya.
Inung kembali duduk dengan tatapan yang tidak biasa kearah Ruri.
"Makasih ya, Han. Barusan aku pinjem Ruri sebentar. Kamu nggak cemburu, kan?"
"Pinjem palalu kotak, udah kaya barang aja main pinjem-pinjem." Inung menggerutu mewakili Hana, entah kenapa Inung tidak menyukai Bella sejak awal, ia akan menjadi sangat sensitif jika ada masalah yang berkaitan dengan Bella, apapun itu.
Jemari Hana bergerak mengumpulkan buku-bukunya. Hana memutuskan sudah saatnya untuk pulang setelah melihat Ruri yang ditungguinya sejak tadi tidak ada dorongan sedikitpun untuk menghampirinya.
Hana beranjak begitu saja tanpa pamit pada seorangpun disana.
"Hayoloh, Ruri. Hana marah loh." Inung melayangkan protes pada Ruri yang masih duduk mematung di kursinya.
Ruri mengejar Hana yang sudah berjalan sampai di ambang pintu.
"Apa?"
"Kamu marah sama aku? Kamu cemburu? Kamu jangan salah paham ya, aku nggak--"
"Iya aku marah. Tapi cemburu? Nggak sama sekali. Coba jelasin kamu tadi ngomongin apa aja sama Bella?" Hana menatap bola mata Ruri dengan tatapan seribu pedang.
"Itu, umm... Aku nggak bisa jelasin sekarang."
"Kenapa? Kamu udah janji sama Bella buat nggak ngomong ke aku? Dan kamu nurut? Oke!" Hana manggut-manggut, kemudian ia melangkahkan kakinya untuk pergi.
"Han..." Ruri menahan tangan Hana.
"Kalo nggak mau ngomong ya udah, aku mau pulang. Nggak penting banget."
Ruri menghela nafas kasar. "Bella cuma curhat tentang kamu."
"Soal apa? Soal aku yang jahatin dia gara-gara dia peringkat satu? Udah lah, basi."
Hana melepas genggaman Ruri dengan paksa. Hana tidak tahu kenapa ia sekasar itu pada Ruri, tubuhnya menolak berdamai. Hana pergi meninggalkan Ruri dengan membawa seluruh amarahnya.
***
Waktu menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Aula asrama mulai longgar dari para siswi yang sibuk belajar dari pukul delapan. Sementara Hana masih sibuk dengan buku gambarnya, lebih tepatnya fotokopi dari buku latihan ujian yang ia sulap menjadi buku gambar. Halaman sebelah kanan berisi materi, sedangkan halaman sebelah kiri hanya berupa halaman kosong. Halaman kosong itulah tempat Hana biasa menaruh coretan.
"Aku mah orangnya santai, nggak mau egois, kalo bisa belajar bareng, ngapain belajar sendiri?" Tidak ada angin tidak ada hujan, Bella terdengar seperti sedang menyindir seseorang.
"Takut kesaing kali!" Sahut salah seorang teman Bella.
"Oh, emangnya ada ya orang yang kayak gitu? Kalo aku sih, nggak takut kesaing." Bella mulai melirik kearah Hana.
"Tapi kalo udah terlanjur kesaing gimana tuh?" Ucap teman Bella lagi.
"Ya jelas sedih dong, dan yang pasti berusaha ngejatuhin orang udah nyaingin dia."
Bella dan teman-temannya tertawa sampai terbahak-bahak.
Hana tidak mengerti dimana lucunya. Ia paham betul, meskipun mereka tidak menyebut nama Hana, namun secara tidak langsung mereka memang benar-benar sedang membicarakannya.
Selama ini Hana hanya diam dan pura-pura tidak mendengar sindiran Bella. Ia lebih memilih pergi dari pusaran berapi itu daripada harus terjebak keributan. Bukan karena dirinya pengecut, namun Hana malas menanggapi orang-orang yang pandai bicara seperti Bella, jelas tidak akan ada ujungnya. Ditambah lagi pikiran Hana sudah disibukkan dengan permasalahan orang tuanya di rumah, jadi tidak mungkin ia akan menambah beban lagi, pikir Hana kala itu.
Namun kali berbeda, Hana merasa Bella sudah keterlaluan. Hana tidak bisa menahan kesabarannya lebih lama lagi.
Hana berdiri, dan melempar buku gambarnya kearah Bella berkumpul.
"Nggak usah nyindir-nyindir! Coba sini ngomong langsung depan aku!"
Tindakan Hana tersebut mengundang perhatian orang-orang disana. Hana si tukang tidur menunjukkan taringnya.
"Han..." Zia menggamit lengan Hana, maksud hati ingin mendinginkan kepala Hana yang terlanjur terbakar. Dalam kondisi seperti ini, biasanya Zia lah yang akan membalas perkataan Bella, sementara Hana hanya akan melerai dan tidak banyak melawan.
"Dih! Yang nyindir kamu siapa? Kamunya aja yang ngerasa kesindir!"
"Nggak usah sok deh! Baru segitu doang sombongnya sampe gembar-gembor sana-sini. Nggak malu dilihatin sama yang beneran pinter? Diketawain tuh, sama jin penunggu asrama!"
"Aku nggak ada masalah ya, sama kamu! Kamu nggak usah cari-cari masalah sama aku!" Ucap Bella dengan lantang.
"Iya deh, si paling tersakiti. Sampe adu domba sana-sini, cari pasukan buat ngebenci aku pake cerita yang kamu karang sendiri. Bodo amat kamu peringkat satu, bodo amat! Mau sepinter apapun kamu, kalo sifat kamu jelek kaya gini, ya percuma! Otak isinya ampas semua!"
"Kasar banget kamu kalo ngomong!"
"Makanya kalo iri itu bilang! Nggak usah suka memutar balikkan fakta!"
"Aku nggak memutar balikkan fakta ya, anj*ng! Emang kenyataannya begitu, bangs*t!"
Hana mengangguk dengan tatapan meremehkan.
Zia tertawa, "barusan ngatain orang ngomong kasar, eh sendirinya malah anj*ng-anj*ngin orang. Kocak!"
Muka Bella merah padam, semua orang sedang menyaksikan pertikaian mereka, Bella tidak rela dirinya kalah.
"Apa perlu aku aku ceritain semua biar orang-orang disini pada tahu jeleknya kamu?" Hana coba memancing Bella.
"Nggak usah didengerin, Bel. Ayo, pergi aja." Ajak salah seorang teman Bella.
"Pergi sana, jauh-jauh! Lanjutin adu domba kamu, cari muka depan semua orang, jual semua cerita sedih kamu pake nama aku! Beraninya main belakang, digertak dikit langsung kicep."
Setelah Bella menjauh dari pandangan, Zia meraih tangan Hana dan mengusap-usap punggungnya.
Suasana menjadi sangat awkward karena tiba-tiba saja berubah sunyi. Hana baru sadar ia telah menjadi pusat perhatian. Tanpa pikir panjang ia bergegas meninggalkan aula, dan hanya menyisakan tatapan penuh kebingungan dari orang-orang disana.
Sepertinya Hana memang sedang butuh ruang dan ingin menghilangkan Bella dari dunianya sehari saja. Sekaligus melepas kepenatannya juga, ia sudah terlalu lelah dengan drama yang dibuat oleh Bella.
Hana yakin masalah ini akan terus berlanjut.
Hana termenung sejenak, memikirkan kembali kata-kata yang tadi sempat ia lontarkan kepada Bella. Hana merasa puas, sekaligus merasa tidak pantas mengucapkan kalimat itu. Disisi lain Hana juga merasa bukan hanya dirinya yang jahat. Impas.
"Zia, tadi aku ngapain ya?"
Zia terkekeh pelan sambil menepuk-nepuk pahanya sendiri saat duduk bersila. "Lah, kamu ngapain?"
Hana ikut terkekeh melihat reaksi Zia yang mendadak tertawa geli. Memang kenyataannya selera humor mereka murah sekali. Padahal beberapa saat yang lalu mereka sedang dalam situasi yang serius.
"Kamu tumben-tumbenan mau ngelawan?" Zia penasaran dengan motif Hana.
"Habisnya dia rese. Udah untung nggak aku tinju kepalanya."
"Harusnya kamu pukul Bella tadi."
"Aku tabung dulu deh, siapa tahu dia berulah lagi. Biar aku bisa pukul berkali-kali lipat."
"Kayaknya Bella nggak bakal pulang ke kamar malem ini."
"Bodo amat!" Sahut Hana.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments