Hampir jam sebelas siang saat Angga dan om Bandi memasuki halaman parkir perpustakaan. Bangunan tua peninggalan era kolonial Belanda itu selalu berhasil mengundang decak kagum para pengunjung.
Angga berdiri di depan pintu masuk sambil mengamati struktur bangunan yang tampak kokoh tak lekang oleh zaman. Hatinya tak sabar ingin segera masuk untuk mencari tahu buku atau artikel yang berhubungan dengan budaya leluhur suku jawa di masa lalu.
"Selamat datang pak, ada yang bisa di bantu?"
Suara lembut seorang pegawai perpustakaan terdengar ramah menyambut. Angga yang masih terpukau dengan bentuk bangunan kokoh di depannya, segera sadar lalu memalingkan wajah ke arah suara wanita muda yang sedang berdiri anggun beberapa meter di dekatnya.
"Oh iya, maaf mbak, kenalkan nama saya Angga, bangunan kokoh ini membuat saya kagum, kebetulan sekali saya memang sedang butuh bantuan anda."
"Dimana saya bisa mencari buku atau artikel tentang sejarah budaya jawa, tepatnya kamus bahasa sansekerta dan hal hal seputar ritual orang jawa di masa lalu mbak?"
Perempuan petugas perpustakaan itu tak lantas memberikan jawaban, dia menatap wajah Angga penuh selidik, seakan akan ia mencurigai maksud dan tujuan Angga datang berkunjung ke perpustakaan.
"Hallo... Mbak, dimana saya bisa cari kamus bahasa sansekerta dan buku buku tentang budaya orang jawa, utamanya tentang ritual mereka?"
Angga berucap sekali lagi untuk mempertegas pertanyaannya. Wanita petugas perpustakaaan itu tersentak dan lalu berjalan cepat menuju sebuah lorong yang minim cahaya.
"Disini pak, di rak ke tiga, ada banyak buku yang membahas tentang ritual kuno, dan klenik. Tapi kalau boleh tahu, anda mencari buku buku mistik untuk studi apa, apakah bapak ini seorang dosen?"
Petugas perpustakaan berusaha mengulik lebih dalam, tentang tujuan Angga mencari buku buku terkait budaya masyarakat jawa di masa lalu.
"Bukan mbak, saya hanya karyawan di salah satu perusahaan milik swasta asing yang ada di Jakarta."
"Soal kenapa saya tertarik mencari buku buku tentang budaya jawa dan ritual yang terkait klenik, itu karena buku tua yang saya beli di kios loak."
"Saya baru saja membelinya hari ini, dan sangat penasaran ingin tahu apa isinya. Andai saja sang penulis menyertakan terjemahannya, tentu saya tidak perlu sampai datang kemari."
"Tapi ternyata karena buku ini, saya bisa sampai disini, di bangunan tua yang indah, dan punya sejarahnya sendiri."
Petugas perpustakaan mengamati buku tua yang di genggam Angga, saat Om bandi tiba tiba datang menyela pembicaraan mereka. Ia kemudian menjelaskan maksud tujuan Angga mencari buku buku berbau mistik di perpustakaan kota.
Petugas perpustakaan yang mulai faham dengan situasinya, lalu sigap untuk membantu Angga, ia dengan cepat menyusuri lorong di antara rak, lalu mengambil beberapa buah buku yang mungkin akan berguna untuk pemuda tampan itu.
"Mungkin beberapa dari buku buku ini bisa menjadi referensi yang tepat untuk anda. Saya sudah sempat membacanya, dan menurut saya, buku buku itu akan sangat membantu."
"Oh iya, buku yang ini literasi aksara jawi, dengan panduan buku ini anda akan lebih mudah memahami arti setiap kata dalam buku, walaupun sebenarnya buku ini bukan kamus bahasa, tapi saya yakin akan sangat membantu."
Angga tersenyum tipis, sembari berterima kasih kepada wanita petugas perpustakaan. Dia lalu menerima beberapa buah buku dari tangan wanita itu, dan sebentar kemudian dia sudah larut dalam keheningan.
Angga terus sibuk membaca buku, sambil mencoba untuk mengkait kaitkan berbagai fenomena ganjil yang dia alami di rumah Herly. Setiap peristiwa yang terekam di dalam memorinya, di cocokkan dengan penjelasan dari buku buku yang ia baca.
"Ini dia, apakah mungkin perjanjian darah dengan iblis akan mengikat satu garis keturunan dan tidak bisa di putus sampai keturunan terakhir habis tak bersisa?"
Angga tiba tiba berhenti membaca dan fokus pada sebuah bab buku yang di tulis oleh seorang Belanda yang meneliti tentang kebudayaan nenek moyang suku jawa.
Dalam buku itu sang penulis telah melakukan riset mendalam soal mitos dan kepercayaan masyarakat yang kental dengan mistis. Angga merasa dirinya telah mendapatkan jawaban mengapa romo memberi syarat aneh kepada Herly, sebelum putranya mewarisi harta sang ayah.
"Ada apa Ngga, apa kamu sudah menemukan sesuatu tentang buku yang kamu beli?"
Om Bandi yang sedari tadi hanya duduk diam dengan bosan di depan Angga, menangkap keseriusan di raut wajah keponakannya. Pria itu lalu bangun dari duduknya, kemudian datang menghampiri Angga untuk mencari tahu apa yang sudah di temukan Angga.
"Ini om coba lihat buku terjemahan terbitan tahun seribu sembilan ratus lima puluh karangan orang Belanda ini, dia sudah meneliti kita sejak tahun seribu sembilan ratus dua belas. Dan ternyata dalam bukunya penulis sudah merangkum banyak sekali tentang adat istiadat, kepercayaan, dan mitos mitos yang berlaku pada masyarakat jawa."
"Di sini ia juga mengatakan banyak hal tentang berbagai tulah, kutukan, mantra perlindungan, ilmu atau ajian yang di dalam ritual ritualnya menyertakan perjanjian darah sebagai pengikat dengan bangsa iblis, dan ternyata sebagian orang orang dari bangsanya, mereka juga mempercayai hal hal semacam ini."
"Perlahan saya mulai bisa mengerti sekarang, mengapa dalam proyek pembangunan sebuah jalan, jembatan, terowongan, atau waduk, sering kali menumbalkan penduduk pribumi, ternyata legenda di balik nama sebuah bangunan, bukanlah sekedar dongeng mistik, mereka memang melakukannya untuk satu tujuan tertentu."
"Dari semua pokok bahasan yang paling menarik dari buku ini adalah soal ritual persembahan tumbal yang menggunakan media benda benda klenik. Mereka dengan sadar melakukannya sebagai persyaratan perjanjian darah dengan bangsa dari kalangan iblis."
"Seandainya saya bisa mengartikan isi buku ini, mungkin Herly dan istri tidak perlu lagi terjebak melakukan ritual sesat yang dijalankan oleh orang tuanya om."
Mendengar ucapan Angga, om Bandi menjadi kesal, ekspresi wajahnya berubah jadi tegang. Dia sama sekali tidak tertarik membahas apa yang membuat keponakannya jadi terobsesi dengan masalah mistik yang menimpa temannya.
"Dengarkan om kali ini Ngga, bukan tidak simpati dengan masalah yang menimpa teman mu itu, tapi semuanya lebih kepada keselamatan dirimu, jadi sebaiknya kamu menarik diri, tidak usah terlibat, dan berhenti sok ikut campur dalam masalah seperti ini."
"Bahaya, salah salah kamu akan ikut kena masalah gara gara terlalu mengurusi persoalan hidup orang lain, faham!"
Ucapan om Bandi sangat lantang menentang, sehingga Angga agak kecewa mendengarnya. Tapi dia sudah bertekat, Angga tetap kukuh akan membantu Herly keluar dari masalah ritual kuno yang membelit keluarganya. Dia tetap akan kembali ke Banyuwangi, walaupun om Bandi telah melarangnya.
"Apapun yang terjadi nanti, aku akan tetap membantu Herly. Dia harus dapat lepas dari ritual ini, walau nyawaku taruhannya."
Angga berjanji dalam hati. Sementara di depan sana petugas perpustakaan yang mendengar suara perdebatan mereka, mulai tertarik menyimak apa yang sedang di perbincangkan dua pria tersebut. Dia lantas berdiri, lalu bergegas datang menghampiri keduanya.
"Maafkan saya, tapi suara kalian berdua terlalu keras sampai sampai terdengar ke depan. Untungnya hari ini pengunjung yang tersisa hanya anda berdua, jadi saya tidak perlu memperingatkan kalian."
"Oh iya soal percakapan kalian tadi, sedikitnya saya dapat menangkap apa yang sedang anda berdua perdebatkan, kalau tidak keberatan, mungkin saya bisa membantu menterjemahkan isi buku itu untuk anda."
Keduanya kemudian menatap ke arah wanita petugas perpustakaan. Angga menyambut baik tawaran petugas perpustakaan, meskipun om Bandi masih tampak tidak setuju dengan maksud baik wanita itu.
"Oh... kebetulan sekali mbak, saya memang mencari orang yang tahu arti tulisan jawa kuno di buku ini. Saya akan sangat menghargai, jika mbak berkenan membantu kami mengartikan isinya."
"Oh iya dari sejak saya datang tadi, kita belum berkenalan, kalau boleh tahu nama mbak siapa ya?"
Angga memperhatikan name teks yang tertera di dada petugas perpustakaan dan membacanya dalam hati.
"Saya Ermawati, panggil saja Ema, atau Wati. Oh iya buku mana yang akan kita bahas, apa buku sampul coklat tua itu?"
Petugas perpustakaan yang akrab di sapa Ema kemudian mengambil tempat duduk di sebelah Angga sambil memberikan beberapa lembar polio dan pulpen agar pria muda itu dapat mencatat setiap arti kalimat dari buku yang akan Ema terjemahkan.
"Sekilas buku ini berisi tentang satu ilmu yang dimiliki oleh sebuah terah keluarga keturunan bangsawan dan hanya dimiliki khusus oleh orang di kalangan bangsawan tersebut."
"Isinya lebih banyak kepada usaha untuk menjaga kelanggengan garis keturunan keluarga bangsawan dari mala petaka, menjaga agar harta, tahta, wibawa, mereka tidak terusik oleh kejahatan orang orang yang memiliki iri dengki ataupun dendam kesumat terhadap keluarganya."
"Mereka melakukan perjanjian yang di ikat dengan darah leluhur untuk selanjutnya di wariskan secara turun temurun kepada anak, cucu, dari garis keturunannya."
"Perjanjian darah biasanya selalu melibatkan sekutu dengan bangsa iblis yang kemudian disebut ingon atau peliharaan. Ingon akan terus ikut tuannya sepanjang garis waris ada dan baru akan terputus apa bila anggota terah tak lagi memiliki keturunan."
"Ingon akan mendiami satu benda sebagai wadah, dia akan menjadi pelindung, dan menyingkirkan para pengganggu."
Angga terkesima mendengarkan tuturan Ema, dia lalu berpikir, kalau Herly adalah bagian terah biru, yang mana keluarganya telah menjaga keberlangsungan terahnya dengan membuat kesepakatan sesat.
"Jadi rupanya romo mengetahui persis resiko memiliki perewangan, jadi dia tidak ingin mewariskan hal sesat ini kepada keturunannya."
"Mbak Ema, apa mungkin perjanjian ini bisa dibatalkan secara sepihak?"
Angga langsung memotong kalimat Ema. Dia tidak sabar ingin mencari tahu tentang bagaimana agar Herly bisa terlepas dari ikatan perjanjian darah yang dibuat leluhurnya.
"Perjanjian ini bisa di putus dengan mengalihkan tanggung jawab ritual kepada orang lain yang bersedia dan tentunya dia harus mampu untuk menundukkan Ingon. Orang itu juga bisa diterima oleh calon ingonnya, kalau tidak dia hanya akan jadi tumbal bagi mahluk yang menjadi ingon."
"Cara lain adalah mengorbankan diri, mengunci ingon kembali ke tempat awal mula perjanjian darah dilakukan, kalau tidak semua bakal celaka, karena dia telah menyalahi perjanjian."
Ema terus membaca lembar demi lembar buku kuno, sementara Angga mencatat point penting yang menjadi rujukan. Dalam benaknya Angga berpikir mungkin dia bisa memutus perjanjian darah dengan iblis melalui ritual pemutusan kontrak di tempat perjanjian darah di buat.
"Jika Herly melakukan ritual akhir di desa leluhurnya, mungkin dia tidak usah lagi mencari orang lain yang mampu menerima beban ritual, lagi pula untuk memindahkan tanggung jawab ritual tidak akan semudah membalikkan telapak tangan."
"Ada syarat penting yang harus dia penuhi, orang yang akan menerima ritual harus sanggup menundukkan sosok ingon, dan mereka harus cocok."
"Akan lebih baik kalau Herly pergi ke tempat perjanjian itu di buat, lalu mengurungnya disana. Tapi dimana tempat itu, bahkan romonya tidak pernah menceritakan tentang desa tanah kelahirannya kepada Herly."
Angga termenung, dia larut dalam pikirannya sendiri, rencana untuk membebaskan Herly masih terbentur dinding misteri. Teka teki besar harus mereka pecahkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments