"Aarav, ada apa? Tidak ada masalah bukan dengan kesehatan Ezra? Sebentar, aunty mau lihat dia dahulu!"
Baru juga sampai, Aunty Shabila sedikit mengabaikan keberadaan Aarav sekarang. Aunty Shabila hendak masuk ke dalam ruang rawat Ezra namun tangan Aarav mencekal lembut lengannya.
"Ezra sedang istirahat. Dia masih tertidur, Aunty! Keadaan nya masih sama, belum ada perubahan signifikan dari terakhir dia sadar!" Tutur Aarav.
Nampak Shabila bertanya-tanya saat ini mengapa dirinya di panggil. Dari mansion pun tidak ada informasi.
"Gadis yang terakhir berada di ruangan Ezra ada di sini. Dia sedang istirahat karena tadi tidak sadarkan diri!" Ucap Aarav sesekali menunjuk ruangan yang di maksud. Shabila tentu penasaran
Keluarga sudah tahu dan melacak data yang di miliki oleh Anne, sampai Aarav pun seperti itu. Pada akhirnya harapan mereka pupus akan informasi yang di dapat.
"Dia?" Tunjuk Shabila dengan kedua bola matanya
. Aarav mengangguk. Mereka berdua kini berada di dalam ruangan dan tengah memperhatikan Anne yang terlelap dalam tidur nya.
"Besok hasil DNA keluar. Aarav masih sangat yakin!"
Shabila masih memperhatikan wajah Anne, dia mendekat. Seulas senyum terpatri, sedetik kemudian air mata menetes dari ujung mata.
Aarav memperhatikan gerak-gerik aunty nya. Dia tahu, selama ini Aunty Shabila hanya berpura-pura tegar. Bahkan Aarav tahu setiap malam siapa yang menangis, dirinya pun tahu apa yang di lakukan Aunty nya setelah kehilangan Annelis-putri satu-satunya.
Tidak ada yang tidak Aarav tahu. Karena rasa bersalah, Aarav menghukum dirinya sendiri, mengasingkan diri dari keluarga besar, bahkan tidak terlalu berbaur dengan mereka.
"Apakah Aarav menyembunyikan sesuatu dari Aunty?" Tanya Shabila namun tidak menoleh pada Aarav.
Aarav yang hendak ke luar terhenti akan pertanyaan ambigu dari Aunty nya.
"Tidak" Sahut Aarav jelas.
"Lalu kenapa sekarang Aarav banyak bicara? Ini pertama kalinya Aarav berbicara panjang dengan Aunty"
Kemungkinan Aarav yang banyak bicara justru membuat aneh dan hal itu menjadi pertanyaan. Bahkan pastinya bukan hanya Shabila yang akan bertanya hal itu, tapi semua anggota keluarga.
Dengan kedua orangtua nya pun Aarav irit sekali dalam bicara.
"Aunty baik-baik saja. Kenapa Aarav masih seperti ini? Bahkan Ezra pun sudah sadar, seharusnya Aarav bahagia karena apa yang Aarav lakukan untuknya membuahkan hasil"
Tutur Shabila. Mungkin dia mencoba memahami Aarav dari tahun ke tahun sampai hari ini, tapi ternyata sikap Aarav tidak ada perubahan.
"Hmmm"
Hanya respon itu yang Shabila dapat. Dirinya benar-benar tidak dapat mengerti Aarav. Putra dari kakaknya itu sangat tertutup bahkan kedua orangtua nya pun hampir angkat tangan.
"Tuan muda" Dokter mafia nampak muncul dari balik pintu.
Shabila pun ikut berdiri di samping Aarav saat ini. Anne seakan tidak terganggu samasekali, dia masih memejamkan matanya.
"Tuan. Ada pasien lain yang di terima! Salahsatunya kakak dari nona ini" Tutur nya memberi informasi.
Ryu pun nampak terlihat di luar pintu.
"Ulah Robin?" Tukas Shabila tiba-tiba. Aarav menoleh dan mengangguk. "Aarav urus dulu mereka. Aunty ada keperluan dengan papamu!"
"Ryu" Aarav mengkode untuk mengantar Shabila sampai ke rumah karena dia tahu kalau Aunty nya itu datang sendiri tanpa pengawal.
"Mari, tuan"
Aarav berjalan mendahului setelah kepergian Shabila. Lantai khusus itu pun kembali sepi hanya ada para pengawal yang berjaga.
Beberapa saat setelah kepergian Aarav dan yang lain nya. Anne membuka mata perlahan, menetralkan pandangannya.
"Auuuw- Ssshh"
Berusaha duduk, Anne malah menggetok-getok kepalanya karena sedikit pusing.
"Di mana ini?" Gumamnya melihat sekeliling. Inpusan pun belum habis, tapi Anne mencabut nya.
Pintu terbuka sedikit membuatnya tidak ada suara saat di buka. "Di sini lagi?" Gumam Anne melihat ruang luas di luar dengan penjagaan yang masih saja sama.
Pelan tapi pasti, Anne berjalan menyamping ke ruangan di mana Ezra masih di rawat. Tidak ada yang fokus, membuat Anne leluasa masuk ke dalam.
"Syukurlah. Ya Tuhan dia masih hidup" Anne mengelus dada lega, dia tersenyum sangat lembut sembari kedua kakinya mendekati brangkar.
"Kau masih saja tidur? Apa tidak pegal masih di posisi yang sama?" Telunjuk Anne menekan-nekan lengan Ezra yang masih lembek.
Anne mengangkat kursi dan meletakan nya di samping tempat tidur Ezra.
"Semakin dekat di lihat kau ini semakin tidak asing! Hey. Apa kita sebenarnya saling kenal? Ayo jawab kenapa kau masih saja diam?!"
Benar-benar seperti bukan Anne, dari ekspresinya saat ini gadis itu nampak berbeda. Dia nampak hangat dan manis, ulasan senyumpun tidak luput dari kedua bibir nya dan hal itu nampak tidak di sadari oleh dirinya sendiri.
"Sudah berapa lama kau terbaring di sini? Kau tahu di luar banyak sekali pengawal berjaga, tapi tidak apa, kau tidak perlu takut karena aku ada di sini."
"Heumm nanti jika kau sadar aku akan menjadi pengawal pribadi mu. xixixix bolehkan?!" Anne malah geli sendiri, tapi ketidaknyamanan dan hal yang mengganjal dalam hatinya sedikit berkurang.
"Maaf soal kemarin. Aku benar-benar tidak sengaja! Kemarin kepalaku tiba-tiba sakit dan mengusik istirahat mu"
Anne terus mengajak Ezra mengobrol, berupa-rupa senyuman terpatri darinya.
Suasana kembali hening hanya suara ventilator yang terdengar. Perlahan, Anne ingin sekali menggenggam tangan Ezra entah kenapa.
Kedua sudut bibir kembali melebar, Anne tersenyum lembut. Manik mata pun nampak jelas terlihat penuh dengan harapan dan rasa sayang yang datang tiba-tiba.
"Cepatlah sadar, aku menunggumu pulang!"
Kalimat terkahir dari Anne kembali membuat Ezra membuka matanya untuk yang kedua kali, namun saat ini Ezra benar-benar tersadar bahkan bisa mengeluarkan suara.
Anne panik, dia kaget sampai berdiri menjauh dari tempat duduk nya. Lengan Ezra yang dia genggam pun terlepas kasar saking kaget nya.
"Ka-kau bangun? Ka-kau benar-benar bangun?" Awal nya panik, reflek Anne menangis menutupi mulutnya karena tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Kelopak mata Ezra terus berkedip, kemudian Anne melihat senyum dari bibirnya walau tipis. Keadaan nya masih lemah, Anne melihat itu.
"Sebentar aku panggil dokter. Jangan pejamkan matamu!" Anne benar-benar ke luar, dia berlari telanjang kaki.
"Dokter"
Siapa yang tidak langsung berdiri tegap dan siaga. Semua pengawal mendekat, terutama Nicholas selaku ketua dari mereka.
"Panggilkan dokter, orang itu sadar!" Ucap Anne sedikit bernada tinggi, nafaspun mulai tercekat. Tangan tak luput menunjuk ke arah pintu ruang rawat Ezra.
Nicholas ikut panik, dia hendak masuk tapi sedetik kemudian dia urungkan.
"Cepat. Apa yang sedang kau lakukan?" Anne kesal begitu saja, dia benar-benar tidak sadar akan dirinya sendiri, kenapa ada perasaan aneh saat ini.
Nicholas pun masuk dengan dua rekannya yang lain.
Teug..
Benar saja, adik tuan nya benar-benar membuka mata sempurna. Berbeda dari terakhir kali, hanya terlihat menggerakkan bola mata tanpa membuka kelopak mata nya.
"Puji Tuhan. Semoga anda selalu di beri kesehatan" Nicholas pun ikut senang, dia menekan tombol darurat.
Selang lima menit derap langkah pasang kaki terdengar. Mereka benar-benar berlari dari arah lift pribadi.
"Ada apa ini?"
Aura dingin Aarav mencekam. Anne yang berdiri di luar pun tidak Aarav hiraukan.
"Adik anda sadar. Tuan!" Nicholas tergagap namun dirinya sangat senang saat ini.
Tidak berdiam diri. Aarav masuk tanpa izin dokter. Semua orang di sana senang dan terharu sampai-sampai tidak sadar jika Anne kini tidak lagi berada di lantai khusus itu.
Tring..
Pintu lift terbuka, seperti biasa Anne berjalan dengan telanjang kaki. Dengan sifat anak kecilnya dia berjalan ke arah lobi, namun saat hendak melewati meja resepsionis terdengar nama Yuji tengah di data.
"Maaf sus, pasien yang anda maksud apakah Yuji Kichiro?" Tanpa basa-basi, Anne bertanya walau sedikit jeda dari respon suster itu.
"Benar, nona!"
Deughh...
"Saya adik nya, bisakah anda mengatar saya ke sana? Bisakah? Saya mohon!" Air mata tidak terbendung. Anne menyeka air matanya sembari menatap suster itu.
Tidak tega, Anne pun di antar ke ruangan tempat Yuji di tangani.
"Kakakmu ada di sana" Tunjuk Suster itu ke ruangan umum tidak jauh dari meja administrasi II.
"Terimakasih" Ucap Anne.
"Sedang mencari siapa,nona?" Tanya suster yang bertugas di ruangan itu.
"Yuji. Yuji Kichiro"
Tidak jauh dari sekat gorden berangkar. Nadive mendengar suara Anne.
Ssrr-rrk
Nadive menggeser gorden perlahan karena tepat di samping nya Yuji terbaring.
"Yuji, adikmu ada di sini"
Yuji yang tengah memejamkan matanya nya seketika melek. "Anne?"
Sakit di kepala seperti hilang seketika saat me dengar nama adiknya itu. Yuji duduk di atas berangkat dengan wajah yang banyak lebam dan luka goresan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments