***
"Aku pulang"
Ucap Anne sembari membuka sepatunya. Lampu rumah masih padam, itu berarti Papa dan juga Kakak nya belum ada yang pulang.
Sudah beberapa hari, Izawa-Papanya belum pulang ke rumah. Anne dan Yuji pun tidak bertanya-tanya lagi karena kemungkinan besar Papa mereka pasti akan pulang.
Percikan air terdengar semakin mengecil.
Kleekk
Anne nampak ke luar dari balik pintu kamar mandi. Rambut nya basah terurai sesekali dia keringkan dengan handuk.
Brakkkk
Dobrakan pintu mengagetkan. Anne malah berlari ke luar melihat siapa yang datang ke rumah nya dengan ribut.
"Ann,,ne di mana kau?"
Izawa begitu berantakan. Wajah nya pun penuh dengan luka.
kantung matanya nampak merah, keringat kotor kentara menetes dari ujung kepala.
Anne mematung di tempat akan keadaan sang Papa. Lutut nya kembali gemetar.
"Kemari kau!"
Suara itu mengancam keberadaan dirinya. udara dingin tiba-tiba menusuk tulang kaki nya
"Pa,, pa?" Suara Anne tidak kencang juga tidak laun.
Izawa menyipitkan mata, seakan menajamkan penglihatan nya. Langkah sempoyongan khas orang mabuk, namun ringisan kini terdengar dari mulut Izawa.
Anne takut namun juga kasihan.
"Papa"
"Papa ada apa dengan wajah mu?"
Dengan tidak hati-hati, Anne mendekat, dia tidak berpikiran dengan sikap Izawa yang kian brutal.
"Kena kau!"
Sergap Izawa. Anne seperti tersangka yang tertangkap.
"Lepas. tangan Anne sakit"
Anne masih lembut. Dia tidak pernah berpikiran negatif terhadap sang Papa, walau sudah berkali-kali di sakiti. Mungkin saking sayang nya dia.
"Kau harus ikut papa. Anne! Anak baik, anak penurut nya Papa!"
Anne terdiam, dia meningat kata-kata yang sudah hilang di telan bumi, namun kini terdengar kembali.
Tapi Anne tidak tidak tahu, terlihat sekali perbedaan nya. Sang Papa mengatakan itu ada niat terselubung.
"Anne mau kan ikut Papa?"
Anne berhasil lepas dan mundur beberapa langkah.
"Kemana Pa? Ini sudah malam. Tunggu Kaka dulu kalau mau ke luar lagi!" Tutur Anne.
Izawa kesal.
"Yuji"
"Yuji"
"Yuji"
"Sekali saja mulut mu itu tidak terus memanggil Yuji!"
"Apakah Yuji begitu berarti di banding papa mu ini. Anne?"
Teriak Izawa marah. Urat leher nya nampak menonjol, kantung mata pun semakin memerah begitupun dengan bola mata.
Anne mundur satu langkah
"Pa"
Anne hendak menyela ucapan sang papa namun tidak ada kesempatan.
"Kau bukan adik nya. Kenapa selalu Yuji Yuji Yuji yang ada di otak mu. Hah?"
Deugh
Tubuh Anne tertegun. Entah kenapa air mata nya tidak dapat di bendung.
"Pa, papa sedang mabuk. Jaga bicaranya!"
Hidung ikut memerah, Anne menahan tidak dapat menahan air mata.
"Bagaimana bisa Anne bukan adik nya. Pa? Papa jangan asal bicara seperti ini"
Izawa tidak mendengar, otak dan hatinya sudah di penuhi dengan tujuan pribadi.
"Ayo ikut Papa"
Tangan di tarik dengan kasar. Izawa sedang mabuk tapi penglihatan dan emosi nya sangat jelas.
"Tidak! Anne tidak mau! Papa mau Anne ikut ke mana?".
Guncangan semakin kencang, Anne berusaha untuk lepas.
"Jangan banyak bicara. Kau harus ikut!"
Suara bulat dan berat milik Izawa terdengar seram. Anne berusaha untuk lepas.
Ingin sekali menendang ataupun memukul, tapi Izawa adalah Papa nya. Anne nampak tidak tega walau tengah di perlakukan seperti itu.
"Lepas. Anne tidak mau ikut"
Terus berulang mengguncang, sampai pergelangan tangan memar.
"Anak sialan!"
Anne berhasil lepas, dia kembali masuk ke dalam. Pintu rumah sudah rusak karena dobrakan Izawa.
Brak
Anne masuk ke dalam kamar, dia menutup pintu dan menguncinya.
Di dalam, Anne menahan pintu dengan meja belajar karena hanya ada itu alat berat di kamarnya. Jika lemari di geser Anne tidak kuat.
Brak
Brak
Brak
Izawa terus menendang pintu kamar Anne dengan paksa.
Dakkkhh
Brakkk
"Ke luar kau anak sialan!"
Amarah Izawa terus memuncak, tenaga nya malah semakin besar. Kesadaran pun semakin pulih walau kepala masih terlihat sedikit pening.
"Yuji"
"Yuji"
Anne pun ikut menahan pintu dari dalam, kedua tangan nya mengatup seraya bibir merapalkan nama Yuji.
"Yuji"
"Yuji"
Anne terus memanggil nama Yuji.
"Ke luar kau!" Teriak Izawa tapi dobrakan pintu sudah tidak terasa lagi.
Anne berdiri, dia menempelkan telinga nya di pintu berusaha menguping gerak gerik Papa nya.
Suara gergaji mesin berdengung. Kedua mata Anne semakin membuatnya resah. Anne terus berdoa, yakin jika Papa nya tidak akan melakukan itu.
Suara gergaji mesin semakin dekat. Doa Anne semakin padat dan kencang.
Dddrrdddd
Drrdddd
Benar saja, Izawa membobolo pintu kamar Anne dengan mesin gergaji.
"Keluar kau sialan hahahaha"
Seperti orang gila, Izawa penuh semangat dan tenaga mengangkat gergaji mesin.
Anne tidak tahu lagi harus lari ke mana. Kamar nya kecil dan jika lari ke kamar mandi pun akan berhasil di bobol
Brakk
Dengan sekali tendangan, pintu pun rusak. Gergaji mesin tidak lagi di gunakan.
"Tidak Pa. Anne tidak mau ikut!"
"Sialan. Kau memang tidak bisa diberi sikap lembut, Anne!" Tunjuk Izawa dengan tangan kanan nya sedangkan tangan kiri kecak pinggang.
"Ikut, jika tidak kau mati saja malam ini!"
"Papa"
Anne kaget. Izawa mengeluarkan pisau dari pinggang nya.
"Kemarilah anak manis"
"Tidak"
Anne secepat kilat kembali lari ke luar dengan penuh ketakutan.
"Yaaaakk"
Izawa pun mengejar. Anne sudah tidak ada di rumah.
"Yujii"
Anne terus berteriak di bawah langit yang begitu gelap dan dingin. Orang-orang pun tidak biasanya senyap sepi.
Anne tberlari menjauhi rumah nya. Tanpa alas kaki dan baju tebal. Benar-benar tidak membawa apapun apalagi dompet dalam keadaan panik seperti itu.
Sedangkan Izawa, dia mengamuk di dalam1 rumah. Semua nya rusak, barang-barang bereserakan.
"Yuji"
Sepertinya orang akan muak dengan nama itu. Anne terus merapalkan nama sang Kaka setiap dirinya dalam keadaan yang menyulitkan.
Kepala pusing, pikiran sudah tidak jernih seakan-akan otak nya kebas, mati rasa.
Anne hanya mengikuti kaki nya melangkah dan ternyata tempat kerja Yuji tidak jauh.
Jam dinding besar di persimpangan membuat Anne bisa melihat jam berapa saat ini.
"Seharusnya Yuji sudah selesai bekerja" Gumam Anne.
Dia terus melangkah dengan kaki telanjang.
Mobil yang sama, yang beberapa hari lalu hampir menabrak Anne kini kembali melewati jalan yang sama dengan dirinya.
"Bukankah dia gadis waktu itu?" Ucap Ryu.
Aarav menoleh ke samping jendela. Matanya tertuju penuh ke arah Anne yang berjalan terpincang.
Matanya begitu tajam dan hitam. Walaupun keturunan Eropa, bola mata Aarav hitam pekat.
"Ada apa dengan nya? Apakah perlu saya membantunya, tuan muda?" Ryu menatap Aarav dari kaca spion yang menggantung di depan karena Aarav sama sekali tidak memalingkan wajah nya dari Anne.
"Tidak perlu" Ucap Aarav begitu dingin.
Suhu di dalam mobil langsung membeku. Ryu sebenarnya tidak ingin bicara karena ujung nya pasti tidak akan baik.
"Baiklah"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments