"Bawa dia ke luar_"
Ketegangan semakin memuncak, suasana semakin pengap karena aura Aarav benar-benar menyaramkan.
Satu lantai gedung itu hening. Tidak ada yang berani bersuara.
"Cepat. Kau tidak dengar?!"
Sentak Aarav. Ryu Menarik tangan Anne menjauh dari hadapan tuan nya.
"Saya benar-benar tidak melakukan apapun! Tolong percaya."
Tarikan Ryu semakin menyeret, namun kaki Anne berusaha untuk tidak ikut terseret. Wajah nya terus lurus menatap Aarav yang begitu penuh amarah dan penuh keresahan.
"Paman, saya benar-benar tidak melakukan apapun" Poni yang menghalangi kening semakin tersingkap. Mata memerah begitupun bagian wajah lain nya.
Buliran air semakin menggenang jelas. Ryu tidak bisa melakukan apapun, dia hanya berusaha membawa Anne menjauh.
"Nona mari saya antar pulang" Ucap Ryu terus menarik tangan Anne.
"Paman, sayabenar-benar tidak melakukan nya. Aku tidak tahu kenapa itu berbunyi"
Air mata Anne pun menetes. Ryu tertegun saat sampai di pintu lobi. Pikiran yang tiba-tiba melintas langsung di tepis.
"Mari"
Dengan langkah pelan sesekali menoleh ke belakang, Anne masuk ke dalam mobil.
Perasaan nya campur aduk, dia terus menangis. Kedua tangan nya mengepel di atas paha. Ryu bersiap melajukan mobil sesekali mengintip keadaan Anne dari spion
Tin
Tin
Ckittt
Sreesett
Beberapa mobil masuk ke area rumah sakit dengan rem mendadak, keadaan tegang dan lanjut ramai.
Ryu tahu siapa yang datang. Sedangkan Anne kaget sampai terjengkat.
"Siapa orang-orang ini?" Gumam Anne.
Empat mobil berhenti, orang-orang nya berlarian seperti tengah di hadapi sebuah bencana.
Sekilas, Anne melihat sosok wanita cantik anggun. Wajah nya penuh dengan keresahan, sedangkan yang lain berlari seperti petir menyambar, tidak terlihat melintas saking cepat nya.
**
Begitupun dengan Yuji dan Nadive, mereka masih mencari-cari keberadaan Anne saat ini.
"Bagaimana? Apa ada orang yang masih bisa kita tanya?"
Deru nafas Yuji semakin pendek, dia sampai terbatuk-batuk saking lelah nya. Ditambah udara malam semakin dingin.
Nadive pun sama halnya dengan Yuji, dia sudah terduduk lelah, namun rasa khawatir masih menjalar ke sebagian tubuh nya.
"Ini sudah lewat tengah malam, Yuji! Kemana lagi kita harus mencari?" Sambil tercekat, Nadive mengecek jam di tangan nya.
"Kita kembali ke tempat kerja. Ayo!" Tarik Yuji.
"Ayo"
Angguk Nadive sesekali menekan-nekan dada nya.
Pabrik besi itu nampak tidak terlalu ramai, kemungkinan hanya karyawan sift malam yang bekerja.
"Kita tanya mereka" Ucap Nadive.
Nadive pun di sana sebagai ketua pengelola, namun posisi nya tidak kuat, sama seperti Yuji.
"Pak"
Sapa bawahan nya. Nadive melambaikan tangan memanggil mereka.
Yuji sangat penasaran, dia harap karyawan malam melihat adik nya.
"Apa kalian melihat gadis ini? Mungkin dia ada datang ke sini tadi"
Ucap Nadive sembari memperlihatkan photo yang dilayar handphone Yuji.
Mereka nampak mengamati.
"Tidak pak" Ucap mereka.
Yuji membalikkan badannya, dia memijit kening.
"Shiit" Umpat nya.
Mereka pun kembali bekerja dan menanyakan pada karyawan lain. Hasil nya nihil, tidak ada yang melihat kedatangan Anne ke tempat kerja Yuji.
"Kau tahu Papa mu di mana sekarang?"
Nadive masih penasaran dengan Papa Yuji, dia mencurigainya dari dulu.
"Tidak mungkin dia melakukan itu" Sangkal Yuji, alih-alih menepis semua pikiran negative tentang papa nya.
"Tidak mungkin bagaiaman? Buktinya rumah mu berantakan, Yuji! Dan lihat, sekarang Anne tidak di rumah. Pada akhirnya kau hanya bisa mempertahankan salah satu dari mereka. Yuji!"
Nadive benar-benar tidak habis pikir dengan otak Yuji, entah apa yang masih di harapkan dari seorang ayah seperti dia.
"Kau tidak tahu apapun, Nadive! Dia sangat menyayangi Anne. Aku tahu rasa itu tidak akan berubah"
Ucap Yuji yang padahal hatinya pun mencurigai sang papa.
"Terserah!" Nadive muak. Entah kenapa dirinya begitu keras pada Yuji.
Yuji duduk diam menunduk.
"Permisi"
Ucap seseorang dari samping. Mereka pun menoleh ke arah seseorang yang kini tengah berdiri.
"Sepertinya ada yang sedang kalian cari?" Ucapnya tanpa aba.
Yuji dan Nadive saling lempar tatap. Pria itu hanya mengulas senyum tipis.
"Benar, tuan. Kami sedang mencari gadis ini!" Seru Yuji memperlihatkan photo adik nya.
Sesekali pria itu melihat pada photo Anne dan sesekali pada Yuji juga Nadiv.
"Saya melihat nya" Ucap pria itu.
"Benar kah? Di mana anda melihat nya?" Pertanyaan Yuji hampir beruntun, untung Nadive menepuk pundak nya.
Pria itu nampak bertanya-tanya.
"Dia kakak nya. Kami belum mendapatkan titik terang keberadaan Anne! Apakah anda tahu dia pergi ke arah mana? Kami akan mencari dia ke arah kepergian nya"
Ucap Nadive. Yuji mengangguk cepat.
"Adik?" Salah satu alis pria itu nampak terangkat seakan tidak percaya.
"Namanya Anne? Annelis kah?"
Pria itu nampak penasaran, dia seakan mencoba memancing pemuda di depan nya agar memenuhi rasa keingintahuan nya.
"Anne Kichiro, dia adik saya!" Tegas Yuji.
Wajah nya begitu tegas kentara, dia tidak akan membenarkan nama yang orang itu sebutkan walau aslinya memang itu adalah nama Anne.
"Gadis itu pergi ke arah sana" Tunjuk pria itu ke arah kepergian Anne.
"Terimakasih, tuan!" Ucap Nadive.
"Permisi" Ucap Yuji lalu mengejar Nadive.
Pria itu mencurigakan, dia mondar mandir seperti orang yang tengah memepertimbangkan sesuatu.
"Ikuti kedua pemuda itu"
Telunjuknya menekan earphone di telinga dan memerintahkan beberapa orang yang tersambung ke alat itu.
"Baik, tuan!"
Ucap mereka serempak.
...**...
Ckittt
Decitan rem terdengar perlahan, tidak ada rem mendadak atau semacam nya.
Ryu sampai di depan alamat yang di ucapkan Anne sebelum dirinya terlelap tidur.
Perlahan Ryu melepaskan sabuk pengaman dan menoleh ke belakang. Dia meraih selimut dari samping jok dan segera turun.
Klek
Pintu mobil belakang di buka.
"Nona, kita sudah sampai" Suara Ryu sangat pelan sambil menyelimuti Anne karena memakai celana pendek.
Sangat hati-hati dan lembut sesekali memperhatikan kaki Anne yang masih di balut perban.
"Nona"
Kedua mata Anne terbuka cepat, dia terperanjat kaget.
"Uh?" Seru nya sesekali melihat sekeliling. "Oh iya terimakasih, paman!" Buru-buru Anne ke luar dari mobil sampai Ryu harus menyingkir dari pintu.
"Saya antar sampai depan rumah"
"Oh tidak perlu, saya bisa sendiri" Tolak Anne.
Bukan nya apa, Ryu nampak seperti khawatir.
"Rumah yang itu?" Tunjuk Ryu.
"Iya, itu rumah saya! Kalau begitu permisi." Ucap Anne dengan senyum ramah.
"Paman, silahkan kembali"
Langkah Anne terhenti, dia tahu Ryu mengikuti nya. Ryu tersenyum canggung.
Mungkin dilihat-lihat rumah Anne seperti kacau, apalagi pintu depan nya sudah rusak tak berbentuk.
"Tapi nona, saya hanya memastikan saja kalau anda selamat sampai tujuan"
Entah kenapa dia penasaran, apalagi saat kedua matanya menatap wajah Anne dari dekat seakan tidak asing.
"Paman, saya sudah sampai dengan selamat. Lalu apalagi yang harus di pastikan?!"
"Tap-"
"Tidak ada tapi-tapian-" Cegah Anne.
"Baiklah! Saya pergi sekarang. Selamat malam"
Walaupun dengan berat hati, Ryu pun pergi dengan melangkah mundur. Anne masih memperhatikan sampai di mana dia pun masuk ke dalam mobil dan melaju mengelabuhi Anne.
Anne melangkah ke aras teras rumah dan keadaan di sana benar-benar kacau. Sejujurnya dia tidak ingin pulang apalagi masuk ke dalam rumah, dirinya takut jika sang Papa ada di dalam.
Dia bisa melawan siapapun dengan tangan nya, tapi tidak untuk menyakiti papa nya. Dia benci pada papa nya tapi rasa sayang nya pun tidak kalah besar dari rasa bencinya.
"Anne!_"
"Div, Anne_
Dari pagar yang sejajar dengan lutut nya. Yuji berlari masuk.
"Yuji"
Anne pun berteriak, namun pelan karena tenggorokan nya sakit.
Ryu masih di area rumah Anne. Sudut mobil sekarang sangat jelas untuk dirinya melihat gadis yang baru dirinya kenal.
"Anne"
"Anne kau kemana saja heum? Kakak sangat khawatir! Tuhan terimakasih, terimakasih, terimakasih"
"Yuji sesak" Keluh Anne.
Nadive mencoba melepas pelukan Yuji karena Anne terlihat kesakitan.
"Yakk kau mau membunuh adik mu?" Sentak Nadive.
Pelukan pun akhirnya terlepas.
"Anne kau kemana saja? Apa yang terjadi di rumah? Kakak takut kau kenapa-napa!"
"Ini wajah mu kenapa? Bagaimana bisa terluka lagi? Anne maafkan kakak"
Kali ini, Yuji memeluk Anne dengan lembut.
"Heukss...heukss"
Tangisan Anne semakin dalam, namun suaranya tidak berisik.
Nadive pun ikut mengelus pucuk kepala Anne dengan lembut. Tangis nya begitu menyesakkan, sampai Anne sekarang memeluk Yuji dengan erat.
"Yuji" Suara Anne gemetar
"Kakak di sini" Ucap Yuji pelan. Nadive ikut terbawa suasana, dia menekan hidung nya yang tiba-tiba berair.
Selimut masih setia menyelimuti pundak Anne, Nadive membenarkannya dari belakang agar Anne tidak kedinginan.
Tok
Tok
Tok
Punggung jemari seseorang mengetuk kaca pintu mobil yang di kendarai Ryu.
Ryu tahu siapa dia dan langsung menurunkan kaca mobil nya.
"Tuan, anda di sini?" Ucap pria itu heran. Dia nampak berdiri dengan menyilangkan tangan dengan rapi.
Ryu mengecek setiap sudut.
"Kalian juga di sini?"
"Kami mengikuti kedua pria itu atas perintah tuan kami. Sepertinya akan ada sesuatu yang menarik setelah ini" Ujar nya nampak semangat.
"Simpan pikiran maniak mu itu. Tuan mu akan senang kalau kau sedikit cool!"
Ryu hampir menjitak pria itu tapi sayang tidak kena karena dia menghindar.
"Baik Tuan Ryu. Kalau begitu kami melanjutkan tugas dahulu karena kepala kami ini masih berharga!"
Sedikit tengil tapi jangan salah, pria muda itu salah satu pengintai terbaik sekaligus pengawal terbaik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments