SGD-12

#Suamiku_Guru_Dingin

#SGD_12

Kapal akan berlayar ke tujuannya, tidak peduli ombak yang menerjang, ia akan berusaha keras sampai ke tempat tujuannya.

.

Salsa POV

Hari ini kami berangkat untuk camping. Di sekolah, kami bersiap-siap sambil menunggu Bus.

“Enggak ada yang ketinggalan, ‘kan, Sa?” tanya Sakina.

“Iya, enggak ada. Kamu sendiri?” Sakina menepuk tasnya dan tersenyum. "Aman,” jawabnya.

“Nah, itu, Busnya! Buruan, yuk!” Afiah mengajak kami untuk berkumpul. Setelah berkumpul dan diabsen, kami naik ke Bus.

Aku duduk sendiri, berada di dekat jendela. Sedangkan, Afiah dan Sakina di belakangku. Tidak sabar rasanya sampai di tempat camping.

Mataku menatap Pak Mario yang naik ke Bus dan disusul Bu Eva. Dia guru yang mendampingi kami. Selang beberapa menit, Bu Leni ikut naik.

“Pak Mario, duduk di sini,” ujar Bu Eva menepuk sisi kursi yang kosong di dekatnya. Aku memalingkan wajahku. Dia duduk sejajar denganku. Bu Eva pasti sengaja.

“Gua boleh duduk di sini?” tanya seseorang. Aku menoleh dan melihat Kak Zerka.

“Ah, ya,” jawabku karena dia sudah duduk lebih dulu. Pak Mario memandangku datar. Aku begitu terganggu dengan tatapan matanya. Seperti tertangkap basah sedang selingkuh.

Dia sendiri duduk di dekat Bu Eva. Akan tetapi, masih tetap memandangku. Apakah aku sedang ge’er.

Drttt ....

From Afiah.

[Gunakan untuk memanasi Hot Daddy.]

Aku tersenyum tipis membaca pesan Afiah. Menoleh ke belakang dan mereka berdua tersenyum pepsodent.

“Aku tidak mau berurusan dengan Kak Zerka,” bisikku dengan pelan. Masih baik karena Kak Zerka memakai erphone.

“Lakukan saja, jangan biarkan pelakor itu memandang rendah dirimu. Buktikan bahwa Hot Daddy yang mengejarmu, bukan kamu,” jawabnya kubalas dengkusan keras.

Bagaimana bisa pria dingin seperti Pak Mario mengejarku. Justru aku yang mengejarnya. Harga diriku terluka sebagai wanita karena selalu saja memberi sinyal kepada lelaki es itu.

“Kak Zerka bisa salah paham,” bisikku.

Afiah mengembuskan napas dan bersandar. Matanya melirik jengkel Pak Mario. Mau tak mau aku ikut melirik ke sana. Sungguh pemandangan yang membuatku jengkel.

Pak Mario bercengkerama bersama Bu Eva sambil ketawa-ketiwi. Aku menguyah tanpa arti. Rasanya semua kata dalam diriku tertahan di tenggorokan.

Saat asyik memandangnya, Kak Zerka membuka mata dan menatapku. Tatapannya begitu tenang dan dalam.

“Kenapa, Kak?” tanyaku.

“Kamu menyukai Pak Mario?” tanyanya.

“Ha? Ti—tidak mungkin!” Aku gelagapan mendapat pertanyaan darinya. Begitu kentarakah di wajahku?

“Jujur saja,” ujarnya sambil mencabut erphonenya. “Aku bisa membantumu, tetapi dengan satu syarat,” lanjutnya.

“Apa?” tanyaku.

Kak Zerka menyeringai. Membuatku meneguk ludah sendiri.

***

Angin berembus begitu dingin. Suasana yang begitu sejuk dengan pohon-pohon di sekitar yang lebat. Suara kicauan burung terdengar.

Selendang jingga mengibar di langit. Matahari mulai tenggelam. Memanggil malam untuk mengusir cahaya jingga yang menampar wajahku.

Di sekelilingku tenda berjejer rapi. Sebagian dari siswa pergi mengambil kayu bakar untuk api unggung. Beberapanya duduk beralaskan sandal sambil bercengkerama.

Memainkan ponsel atau bersenda gurau dengan teman-teman lainnya. Sementara aku, berdiri sambil memandang senduh pria dan wanita yang begitu lengket bagai perangko dan lem.

Pundakku terasa disentuh. “Jangan sedih, aku pernah berada di posisi Pak Mario dan dia akan menyesal sepertiku,” ujar Kak Zerka.

Aku menoleh dan menatap laki-laki yang mengajukan persyaratan yang membuatku mengerti keadaannya. Kenapa cinta bisa datang, dan menyakiti?

Walau tatapan begitu mencintai, kenapa luka tetap yang didapat? Dalam kehidupan rumah tangga yang aku jalani lebih berat dari menghela napas. Apakah seperti daun-daun yang berguguran? Jatuh, dan hancur.

“Aku setuju dengan persyaratanmu, asal kamu ingat pintaku,” ujarku kepada Kak Zerka. Kami sama-sama tersenyum.

***

Mario POV

Saat bersama dengan Bu Eva, dia mengajakku mengobrol banyak. Dia tidak pernah berhenti tersenyum, tetapi kali ini senyumnya berbeda di mataku. Aku lebih menikmati wajah gugup dan wajah angkuh Salsa yang mengatakan dirinya dewasa.

Dia mengacaukan segala isi pikiranku. Di Bus, ingin duduk di dekatnya, tetapi Zerka datang. Bahkan dia tidak mengusirnya sama sekali.

Beberapa kali mencuri pandang ke arahnya. Dia mengobrol dengan Zerka begitu serius. Bahkan saat mendirikan tendanya, Zerka membantu Salsa.

Aku yang duduk tak jauh dari tenda, menoleh dan melihat pemandangan yang menyesakkan. Dia dan Zerka sama-sama tersenyum.

“Pak Mario,” panggil Bu Eva.

“Iya,” sahutku.

“Aku ... mencintaimu,” lirihnya.

Deg.

“Aku ....”

“Pak Mario!” Aku tersentak dengan teriakan nyaring yang membuat telingaku terasa berdentum.

“Ada apa, Sakina?” tanyaku kepada murid yang kutahu sahabat Salsa.

“Anda dicari oleh Pak Reno,” ujarnya.

“Baiklah.” Aku menatap Bu Eva sebentar. Namun, tatapannya mengarah kepada Sakina. Terlihat dia marah sekali dan Sakina memandang datar Bu Eva.

“Saya duluan, Bu Eva.” Aku mengikuti Sakina.

Aku menimang-nimang untuk bertanya kepada Sakina mengenai hubungan Salsa dan Zerka. Mungkin dia tahu. “Sakina, saya mau menanyakan hal penting kepadamu,” ujarku.

“Apa?” Sakina menahan langkahnya.

“Ada hubungan apa Zerka dan Salsa?”

“Sama seperti Pak Mario dan Bu Eva.” Tanganku mengepal kuat. Sakina pertama kalinya memandangku dengan tatapan berani.

“Pak Mario ... saya sunggu mengangumi, Bapak. Akan tetapi, saya ternyata salah mengangumi Pak Mario. Anda tidak tahu cara menghargai istri anda,” ujarnya membuat marah.

“Tahu apa kamu tentang rumah tangga saya?”

Dia tersenyum sinis, “Aku tidak tahu banyak tentang rumah tangga Pak Mario. Namun, aku tahu rumah tangga yang dijalani sahabat saya. Rumah tangga bak neraka, yang meraup setiap hari air matanya.”

“Jika, Bapak tidak mencintai Salsa, setidaknya hargai dia sebagai istri Bapak. Jika, Pak Mario tidak tahu cara menghargai istri Pak Mario, setidaknya jangan lukai dia, lepaskan. Untuk apa dia tinggal di sangkar yang tidak ada makanan dan minum untuknya. Dia bisa mati,” ujarnya marah.

“Apa maksud kamu?”

Ia memandangku dengan mata naik-turun. Menilaiku dengan kesal. “Cari tahu sendiri. Aku tidak akan pernah ikut campur tentang rumah tangga Pak Mario, tetapi jika Pak Mario masih mendekati pelakor itu, aku akan membuat Salsa jatuh di tangan orang lain,” desisnya.

Aku mematung mendengar ucapan Sakina. Ia pergi membuatku bingung sendiri. Kenapa Salsa menangis? Aku pernah mendapati jejak air mata di pipinya, tetapi aku berpikir karena dia takut hantu.

“Shit!”

Aku mencari Salsa, aku harus bertanya kepadanya supaya aku tidak seperti orang idiot. Aku tersenyum miris, melihat dia duduk bersandar di bahu Zerka.

“Cih, menangis apanya? Dia pasti menangis jika bermasalah dengan Zerka. Bodohnya mempercayai ucapan Sakina.”

Aku berbalik arah. Meninggalkannya dengan perasaan yang hancur. Tidak mungkin aku tidak mengenali perasaanku sendiri.

Sejak kapan bocah sok dewasa itu membuatku jatuh cinta kepadanya?

***

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

Engkoy Tea

Engkoy Tea

mantaappp sakinahh

2021-04-11

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!