SGD-08

#Suamiku_Guru_Dingin

#GIM_08

Aku akan egois untuk kebahagiaan yang mencoba kau renggut dariku.

.

Salsa POV

Aku tidak tahu semalam Pak Mario pulang jam berapa. Tak ada niat untuk bertanya juga. Mencampuri urusannya akan membuat dia marah.

Berjalan kaki menujuk ke gerbang sekolah dan di gerbang sekolah tidak sengaja aku berpapasan dengan pria yang terkenal di sekolahku. Bukan karena prestasi, tetapi karena kenakalannya.

“Zarka! Bajumu!” tegur seorang guru yang berdiri tidak jauh dari kami.

Zerka memasukkan bajunya. Wajahnya terlihat datar sekali. Kenapa di seklilingku dipenuhi dengan orang-orang bermuka datar?

“Tunggu.”

Aku menoleh dan mengerutkan dahi. Kenapa Zerka memanggilku? Kami tidak saling mengenal satu sama lain. Dia kakak kelasku.

Aku tidak sempat bertanya, tetapi dia menarik tasku dan memasukkan sesuatu. Mau memarahinya dia berjalan lebih dulu menyalim tangan guru-guru yang berjejer menyambut kami.

Guru-guru berjejer di pagi hari untuk melihat siswa dan siswi yang masuk. Termasuk menegur siswi yang menggunakan make up tebal ke sekolah dan menegur siswa yang nakal seperti Zerka. Baju tidak rapi atau tidak mengenakan dasi.

“Kak! Hey! Apa yang kamu masukkan ke tasku?!” teriakku dan dia berlari kecil melewati lapangan.

Aku menghela napas dan cepat ke kelasku. Tidak bisa mengejar Kak Zerka karena gedung tempat kami belajar berjauhan. Dia di bagian area atas dan aku di bagian tengah.

***

Di kelas.

“Pagi, Salsa!” sapa Sakina.

“Pagi, Na.” Aku menyimpan tasku dan duduk di bangkuku.

“Kenapa mukamu suntuk sekali? Apa Hot Daddy berbuat sesuatu?” tanya Afiah.

“Dia semalam bersama Bu Eva,” jawabku lesu. Mata Sakina dan Afiah membulat.

“Ini enggak bisa dibiarkan. Kamu berhak untuk melarang Bu Eva dekat dengan Hot Daddy,” kesal Sakina.

“Aku memang berhak. Tapi, berapa keras pun aku melarang Bu Eva, Pak Mario sendiri yang datang kepadanya. Jangan lupakan kemarin dia datang ke ruangan Bu Eva mengantarkan kue tart. Romantis sekali mereka,” ungkapku.

Afiah sepert ingin sanggah ucapanku, tetapi Pak Mario datang. Tidak semangat belajar. Padahal aku biasanya menantikan jam pelajarannya.

Mungkin aku terlalu kecewa.

“Selamat pagi.”

“Pagi, Pak!” jawab kami serentak.

“Saya akan absen kalian semua.”

Aku hanya menyahut lirih saat dia menyebut namaku. Semangatku turun sejak memikirkan kedekatannya dan Bu Eva.

Kringggg ....

Kami keluar setelah menyelesaikan tugas yang diberikan Pak Mario. Hatiku memanas ketika keluar dan melihat Bu Eva menghampiri Pak Mario.

“Kita ke kantin dulu. Nanti kita basmi pelakor itu.” Sakina menarik tanganku.

Di kantin, ternyata Bu Eva dan Pak Mario juga di sini. Makan berduaan. Bisik-bisikan tentang mereka berdua mulai terdenar.

“Serasi banget, ya, Bu Eva sama Pak Mario. Satu cantik, satunya ganteng.”

“Iya. Aku berharap mereka menikah.”

Aku mengcengkeram kuat garpuku. Lihat apa yang akan aku lakukan untuk Bu Eva.

***

Sepulang sekolah, aku menunggu Sakina dan Afiah. Pak Mario pulang lebih dulu karena aku sudah mengirim pesan kepadanya untuk jalan bersama Sakina dan Afiah.

“Itu Bu Eva!” Afiah menunjuk Bu Eva yang berjalan ke parkiran guru. Kami segera berlari ke sana.

“Bu Eva!” teriakku membuat dia mengurung niat masuk ke dalam mobilnya.

“Ya, Salsa. Kalian kenapa belum pulang?” tanya Bu Eva.

“Maaf, Bu, kami ada perlu sama Ibu.” Aku menarik napas dalam dan mengembuskannya.

“Ada aa?” tanya Bu Eva.

“Bisakah kita ke Cafe, Bu?”

***

Cafe yang terletak cukup jauh dari sekolah. Kami di sini duduk dengan hidangan jus. Bu Eva menatap kami.

“Kalian ingin menyampaikan apa?” tanyanya dengan lembut. Dia wanita baik, hanya saja suamiku dia cintai dan aku tidak bisa merelakan itu untuknya.

“Bu Eva, bisakah Ibu menjaga rahasia. Sebenarnya ini tidak masalah untukku kalau Ibu tidak bisa menjaga rahasia ini,” ujarku.

Bu Eva tersenyum tipis, “Salsa, kenapa bicaramu terdengar serius sekali?”

“Ini serius, Bu. Tentang saya, Ibu dan Pak Mario.” Wajah Bu Eva terlihat menegang. Ia memperbaiki duduknya dan menatapku serius.

“Apa maksudmu?” tanyanya.

“Saya istri Pak Mario, Bu.” Bu Eva tertawa mendengar ucapanku. Tampaknya dia tidak percaya dengan perkataanku.

“Dia serius, Bu. Salsa istri sah Pak Mario dan Ibu harus cukup tahu diri kalau pria yang sudah beristri tidak pantas didekati,’ timpal Sakina.

“Kamu prank?” tanyanya dengan wajah tak percaya. Matanya menatap manik mataku mencari jawaban atas ucapanku. Rahangnya mengeras. Dia pasti menemukan jawaban yang mencoba ia cari.

“Ibu harus menjauh Pak Mario karena—“

“Karena dia telah mengambil Pak Mario dariku. Jangan membuatku seolah perbut di sini. Kalian pasti sering mendengar rumor tentang kami. Itu bukan gosip belaka!” Bu Eva memotong ucapan Afiah. Wajahnya merah padam. Senyum lembut yang ia tunjukkan berganti dengan ucapan pedas yang meletup-letup.

“Ibu seorang wanita dan Ibu harus tahu jika berada di posisi Salsa. Di mana martabat Ibu?” tanya Sakina.

Brak!

Bu Eva berdiri dengan kasar. Wajahnya menatap kami dengan tatapan kesal bercampur marah. Ucapan Sakina mungkin menyentil hatinya.

“Mario tidak akan pernah aku lepas karena pelakornya ....” Bu Eva menunjukku. “Dia,” lanjutnya dan meraih tasnya.

“Aku bisa menghargai Ibu karena Ibu guruku, tetapi di luar itu ... aku akan memandangmu seorang wanita kejam yang mau menghancurkan rumah tangga muridnya sendiri,” desisku menahan tangannya.

Bu Eva mengempas tanganku. Senyum penuh cemoohan. “Berjuanglah dengan keras karena Mario mencintaiku. Kamu hanya remaja yang mencoba mengerti kehidupan orang dewasa, Salsa. Jangan naif, Mario akan meninggalkanmu. Cepat atau lambat semua akan terjadi,” tandasnya.

Ia meninggalkanku bersama Sakina dan Afiah. Tangan Sakina kutahan saat dia ingin mengejar Bu Eva.

“Dia rubah licik,” kesal Sakina.

“Kamu tidak perlu cemas. Kami selalu bersamamu. Jika dia berulah, kita bisa memberinya pelajaran,” tambah Afiah.

Aku mengajak kedua sahabatku pergi setelah kami meletakkan uang di atas meja. Sakina mengantarku pulang.

***

“Assalamualaikum,” ucapku saat tiba di Apartemen Pak Mario.

Aku membuka sepatuku dan menyimpannya di rak. Berjalan ke kamar, dan terlihat Pak Mario sedang duduk dengan tatapan fokus ke laptop miliknya. Pantas saja dia tidak mendengarku.

Menyimpan tasku di atas meja dan juga mengambil handuk. Badanku sudah lengket sekali. Apalagi kejadian di Cafe menguras emosiku.

Butuh 20 menit membersihkan diriku. Lalu, keluar mengambil piama baby dollku. Menyisir rambut dan duduk di depan meja belajar.

“Kamu tidak mau shalat, Salsa?” tanya Pak Mario.

“Aku sedang haid,” jawabku tanpa menoleh.

Aku teringat dengan Kak Zerka. Dengan cepat aku mengambil tasku dan memeriksanya. Mataku membulat melihat rokok di tasku.

“Astaga.” Pantas saja dia santai saat digeledah. Dia telah mengamankan barangnya.

“Kenapa ada rokok di tasmu?” tanya Pak Mario mengagetkanku.

“Ini ... punya temanku. Dia menitipkannya tadi pagi,” jawabku.

“Punya siapa lebih tepatnya?” tanya mengintimidasi.

“Kak Zerka.”

Dia pasti mengenal Zerka. Pria yang namanya sering disebut-sebut di dewan guru.

“Kenapa kamu tidak melaporkannya? Apa kalian dekat sampai kamu melindunginya?” tanyanya terdengar marah.

Hormonku yang tidak stabil karena datang bulan terpancing marah. “Ya, kami sangat dekat. Sepeti nadi dan jantung,” jawabku membuat Pak Mario menatapku tajam.

***

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

Ida Blado

Ida Blado

di sini salsalah yg goblok,dia bukannya nunjukin siapa dirinya di depan matio tpi mlh jdi org tertindas dpan pelakor,balas dong goblok amat

2021-06-21

1

Sulati Cus

Sulati Cus

panasin kompornya Sa, biar meledug sekalian

2021-01-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!