#Suamiku_Guru_Dingin
#SGD_20
Katakanlah, bahwa kata adalah kamu dan spasi adalah cobaan yang akan menghubungkanmu dengan kata yang baru, tak lain adalah aku yang mencintaimu tanpa batas.
.
Salsa POV
Aku membuka bukuku tanpa niat belajar. Menatap kosong lampu belajarku. Perlakuan yang kudapat di sekolah sudah keterlaluan.
Andai saja aku tidak takut dikeluarkan, sudah pasti aku melawan. Tindakan bullying mereka bisa saja kulaporkan, tetapi aku tahu Bu Eva punya kartu AS.
Aku tidak mau masuk ke BK dan Pak Mario harus terlibat juga dalam masalah ini. Dia bisa dipecat dan aku bisa dikeluarkan di sini.
“Biarkan otakmu istirahat sejenak,” ujar Pak Mario.
“Sebentar lagi ulangan semester. Aku tidak mau nilaiku jelek. Tidak bisa menyontek saat pengawasnya seperti Pak Mario,” ujarku.
“Tapi, kamu tidak terlihat belajar. Apakah kamu mempunyai masalah? Apa Bu Eva menganggumu?” tanya Pak Mario.
Aku beranjak dan berbaring di kasur. Betapa kagetnya saat dia menindihku. Benda kenyal menempel tepat di bibirku. Mataku membulat.
Aku berbaring bukan untuk itu. Namun, mau istirahat seperti perkataannya. Akan tetapi, aku tidak bisa lari darinya.
“Waktunya ujian,” bisiknya.
Aku yang sedang frustrasi menarik kerah baju Pak Mario. Materi-materi itu mulai berkeliaran di otakku. Biarlah sejenak kulupakan semua masalahku.
Aku menariknya kuat hingga dia berbaring di sampingku. “Biarkah aku mengambil kendali malam ini,” bisikku serak.
***
Aku buru-buru memasang sepatuku dan keluar dari kamar. Pak Mario dan aku berjalan menuju parkiran mobil. Dia mengejekku selama di perjalanan.
“Kamu sangat hebat, Salsa. Nilai kamu A +!” Aku bertepuk tangan sendiri.
“Prok ... prokk ... aku sudah mengatakan kalau aku ini juga bisa liar, loh,” candaku membuat Pak Mario terkekeh.
“Istri bocahku yang liar,” ejeknya.
“Suamiku Hot Daddy,” balasku mengejeknya.
Pak Mario melirikku dan kembali fokus mengemudi, “Kenapa kamu menjuluki Hot daddy?”
“Karena pertama Pak Mario mengajar, kami tidak bisa fokus. Otot-otot lengan Pak Mario, dada bidang Pak Mario, tatapan Pak mario, rahang Pak Mario dan juga ....” Aku menggigit bibir bawahku, “sesuatu dibalik celana Pak Mario.”
Cit!
“Akh!” teriakku kaget saat dia rem mendadak. Aku menatapnya dengan tatapan melotot. Bisa-bisanya dia rem mendadak.
“Lampu merah,” katanya santai. Bisa kulihat bibirnya berkedut menahan tawa.
Plak! Aku memukul lengannya membuat tawanya menyembur keluar, “Hahaha.”
***
Tatapan itu—tatapan yang telah kudapatkan selama ini. Namun, ujaran kebencian kini telah berganti menjadi perlakuan buruk.
Hari ini, Sakina tidak naik. Aku dan Afiah berjalan ke kantin. Rupanya dia mulai dekat dengan Kak Bayu. Biarkan si Doyang Makan jatuh cinta.
Byurrr!
Mataku terpejam saat air mengguyur tubuhku. Napasku memburu. Tanganku kembali mengepal kuat. Saat membuka kelopak mataku, kulihat banyak siswa-siswi tertawa melihat keadaanku.
“Apa yang kau lakukan?!” teriak Afiah marah kepada salah satu pendukung Bu Eva.
“Menyiramnya agar dia sadar akan posisinya. Kenapa kamu terus membelanya Afiah. Pacarmu bisa saja diembat olehnya. Sebaiknya jauh-jauh dengan ****** itu,” cemoohnya.
Aku menahan tangan Afiah yang bersiap melayankan tamparan. “Lepaskan, Salsa!” teriak Afiah. Aku menariknya mundur.
Aku membawa Afiah pergi dari kantin. Mengurungkan niat untuk makan siang dan di sinilah aku berada, di taman sekolah bersama Afiah.
“Aku ingin memukulnya. Tap—“
Afiah memotong ucapanku dengan kesal, “Tapi, nyatanya kamu malah pergi!” Dia membuang napas kasar, “Maaf.” Aku tahu dia emosi.
“Aku pergi karena aku tidak mau kamu dalam masalah juga. Kita bisa saja melaporkannya, tetapi kamu tahu, mereka akan bertanya kenapa bisa terjadi? Pihak sekolah akan mencari tahu dan Bu Eva bisa membongkar pernikahanku dengan Pak Mario,” lirihku dan mengambil napas dalam-dalam, “aku tidak apa-apa bila keluar, tetapi Pak Mario? Dia bisa dikeluarkan juga di sini.”
“Tidak ada bisa kita lakukan selain diam.”
Afiah menggeleng keras, “Kita laporkan kepada Hot Daddy. Kamu bilang dia belum tahu soal pembullyan yang kamu dapatkan. Jangan diam, Sa!”
“Aku tidak bisa mengatakannya. Minggu depan kita ujian semester. Pak Mario sedang sibuk-sibuknya. Dia menyiapkan banyak soal untuk siswanya. Kita pun harus fokus pada ujian kita, Afiah.”
***
Embusan angin terasa sejuk menggeletik kulitku saat berada di jendela. Melihat malam tanpa bintang. Kadang, langit akan merasa kosong. Tidak indah dan terlihat kesepian sekali. Begitulah sunyi menghabiskan malam.
Perlahan tetes-tetes hujan mulai turun. Menghantam keras tanah. Gerimis mengingatkanku akan kejadian di sekolah.
Aku menutup jendela dan melihat Pak Mario begitu sibuk dengan laptopnya. Dia sering begadang. Saat aku tanya, jawabannya akan selalu sama. Membuat soal ujian dan merekap nilai harian kelas yang ia ajar.
Kadang aku berharap kenapa suami tidak bekerja sebagai pegawai kantoran saja atau dia bekerja apa saja selain guru.
Beginikah perasaan putri duyung. Mengetahui kebeneran, tetapi tidak mampu mengatakannya. Aku ingin sekali berteriak saat disebut pelakor bahwa Pak Mario itu suamiku, dan Bu Evalah pelakor yang berusaha menghancurkan rumah tanggamu.
“Pak Mario,” panggilku. Dia menepuk sisinya.
“Apakah kamu sudah belajar?” tanyanya.
“Enggak. Aku sulit memahami. Terkadang terus aku ulang dan ulang, hasilnya tetap sama.” Aku mengerucutkan bibir karena matematika membunuh saraf otakku.
“Ambil dulu buku paketmu. Aku akan mengajarimu.” Aku segera bernajak dan mengambil buku paketku.
“Ngomong-ngomong, Sa, kenapa kamu memanggilku dengan sebutan Pak?” tanyanya saat aku mulai mengerjakan soal-soal.
“Karena Pak Mario guruku,” jawabku tanpa menoleh.
“Aku tahu aku gurumu, tapi gurumu ini suamimu, ‘kan?” Aku tertawa mendengar pertanyaannya. Dengan gemas aku menubruk benda kenyal miliknya.
“Dasar nakal,” katanya setengah kaget.
“Kamu itu suamiku, maka jangan membuat soal sulit dimengerti istrimu. Kamu akan malu nantinya saat orang-orang tahu istrimu mendapat nilai C di mata pelajaran suaminya sendiri,” ejekku.
“Ok, kamu harus belajar 2 jam matematika. Aku tidak akan membiarkanmu istirahat malam ini,” ujarnya membuatku panik.
“Aku bercanda!”
“Tidak.”
“Bercanda!”
“Hahaha.” Tawa kami pecah menyadari betapa konyolnya malam ini. Aku yang awalnya sudah semangat mendadak lesu. Dia tidak ada manis-manisnya saat mengajariku. Dasar guru dingin.
***
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments