#Suamiku_Guru_Dingin
#SGD_05
Hati ini bagai ranting kayu, patah dan injak. Lalu, remuk tidak berbentuk.
.
Mario POV
Kesialan apa yang menimpaku saat menonton di bioskop bersama Bu Eva. Pop cron mengenai wajahku. Berserakah di baju dan juga di celana. Menengok ke atas, tetapi suasana gelap gulita hanya wajah penonton yang terpapar cahaya temaram. Mereka tenang.
“Bu Eva tidak apa-apa?” tanyaku.
“Ya, Pak. Saya tidak apa-apa.”
Dia menepuk-tepuk roknya. Padahal aku penasaran yang akan Bu Eva lakukan kepadaku. Instingku mengatakan dia ingin berciuman, tetapi aku tidak bisa memastikannya. Hanya menebak. Dengan film dewasa yang kami tonton mendukung suasana, jadi bisa saja instingku karena itu. Namun, harus gagal.
Film berakhir di jam 5 sore. Kami keluar dari ruangan. Mampir ke McDonald’s. Beberapa kali, aku merasa ada yang mengawasiku. Akan tetapi, saat melihat ke segala penjuru arah, nihil. Tidak ada yang mencurigakan. Hanya pengunjung mall yang berseliweran.
Kami memesan big hamburger dan minuman cola. “Pak Mario, masih tinggal di Apartemen Bapak yang lama?” tanyanya.
“Iya. Masih di sana.”
“Boleh kapan-kapan saya mampir ke Apartemen Bapak?” tanya Bu Eva. Dari gelagatnya pun, saya sudah dapat menangkap sinyal yang ia lemparkan untukku.
Bagaimana ke Apartemen di sana ada Salsa. Pernikahan kami rahasia. Tidak ada yang tahu, bahkan Bu Eva mungkin mengira aku masih berstatus belum kawin.
“Enggak boleh, ya, Pak?” Mimik wajahnya berubah sedih.
“Tidak apa-apa. Kapan Bu Eva ingin mampir. Saya hanya berpikir waktu luang ketika Bu Eva mau bertamu,” sangkalku.
“Bagaimana dengan besok malam?” tanyanya.
“Iya. Hubungi saya saja.” Aku akan meminta Salsa di kamar untuk bersembunyi.
***
Salsa POV
Ingin kupecahkan vas bunga yang berada di depanku. Jelas tidak mungkin karena itu akan membuat Pak Mario bertanya. Harga di apartemennya juga bukan main.
Akhirnya aku lampiaskan emosiku dengan membanting sepatuku kasar. Bisa-bisanya dia keluar untuk menonton dengan Bu Eva. Bahkan mereka ke McDonald’s. Puncak amarahku saat Bu Eva ingin ke apartemen Pak Mario.
Jika benar dia mengibarkan bendera perang, maka akan aku terima. Sudah tahu Pak Mario tinggal sendiri, dia ingin bertamu. Aku tidak polos untuk tidak memahami maksud terselubung Bu Eva.
Ketika wanita dewasa yang berpengalaman sepertinya berhadapan dengan Pak Mario yang jelas mengakui punya hasrat tinggi, jelas akan berakhir di atas kasur. Menyebalkan sekali!
Ceklek.
“Assalamualaikum.”
“Wa’alaikumsalam.” Aku menjawabnya.
Duduk di atas sofa. Posisi kaki menyilang. Tatapan yang sudah aku atur untuk terlihat mengintimidasi. Dia tidak menghiraukanku. Malah ia langsung mengambil handuk.
Zet!
Aku membuka baju cropku. Melemparnya ke atas kasur. Terlihat Pak Mario terkejut dengan sikapku. Menyisakan tank topku.
“Kenapa?” tanyanya dengan mata memicing. Apa dia tidak tertarik dengan tubuhku? Mario! Kekesalanku mencapai ubun-ubun.
“Saya mau mandi, Pak.” Bodoh! Banyak makian yang ingin kulontarkan untuknya, tetapi malah berkilah. Meraih handuk yang menggantung. Ke kamar mandi.
“Shit! Harusnya aku menariknya ke atas kasur.” Aku tidak bisa berkutik saat aku melempar bajuku. Ternyata ia telah melepas semua kancing bajunya. Terlihat roti sobeknya menggoda imanku.
Berlama-lama di kamar mandi. Memikirkan strategi yang akan aku lakukan ketika Bu Eva datang. Pak Mario sangat tega kepadaku. Menyuruhku sembunyi hanya untuk wanita itu.
“Perjodohan sialan! Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah ia lihat!” kesalku.
Aku membilas tubuhku. Keluar dengan handuk yang melilit. Memperlihatkan pahaku. Sudah tidak peduli apa pun. Dia tidak akan tergoda.
Aku melewatinya dan mengambil piamaku. Masuk kembali ke kamar mandi. Merutuki sikap dingin Pak Mario. Perasaanku kembali sesak. Tidak bisakah dia menghargai sedikit saja pernikahan kami? Aku tidak memintanya mencintaiku secepat ini, tetapi hargai sedikit saja. Mataku berkaca-kaca. Remaja sepertiku putus cinta kerap sekali menangis, apalagi dengan rumah tangga yang jelas-jelas hanya ingin aku lakukan sekali dalam seumur hidupku.
Dia masuk ke kamar mandi setelah aku keluar. Hatiku diremas-remas. Memaksakan diri duduk di depan meja belajar. Membuka bukuku dengan tatapan kosong.
“Salsa, saya ingin bicara dengan kamu.” Bahkan aku tidak sadar dia sudah mandi dan memakai pakaian santainya.
Ingin kuteriak kepadanya. Aku sudah tahu yang akan ia utarakan. Tolong jangan utarakan itu, sebab melihatmu berdua di belakangku saja sudah sakit.
Kaki mengikutinya duduk di sofa kamar kami. Menatapnya datar. Bahkan mata itu, menatapku dingin. Biar, aku memasang topengku. Luka ini biarkan menjadi rahasiaku.
“Bu Eva akan datang besok malam. Jangan keluar dari kamar.”
Bahkan tanpa basa-basi dia mengutarakan keinginannya. Dengan sekuat hati, aku mengangguk. Menahan bibirku agar tidak bergetar di hadapannya.
“Ayo kita Salat magrib,” ajaknya.
“Iya, Pak.”
Aku mengambil air wudhu. Lalu, salat berjamaah dengannya. Meraih tangannya. Tangan yang aku harapkan suatu hari merengkuh tubuhku, bukan mendorongku pergi.
“Sesesak ini mengharapkanmu,” batinku menangis.
***
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Maliqa Effendy
Salsa itu udah ukuran remaja dewasa,tapi bodoh ya..ini zaman now..bukan zaman baheula.
2023-01-19
0
Hendra Yenni
😂😂😂cb pacaran sm gio, salsa.. (cemburu nggak tuh guru dingin)
2021-12-20
1
Sulati Cus
balas donk Sa, cari abg yg seumur jgn lemah tendang pelakor
2021-01-29
3