Dua hari setelah kepulanganku dari Bandung. Dani tidak menelpon atau mengirim pesan singkat kepadaku, tidak ada kabar tidak ada berita, biasanya dalam sehari dia bisa tiga kali menelpon dan enam kali mengirim pesan.
"Ada apa dengan dia ya? Tumben nggak telpon atau sms," tanyaku dalam hati karna merasa aneh dengan sikap Dani yang tiba-tiba menghilang tiada kabar.
Tiba-tiba ponselku berdering, ternyata itu dari Dani. Dia menelponku mengajak untuk bertemu, aku pun menyetujuinya karna memang ada yang ingin aku bicarakan padanya.
Tepat pukul empat sore, dia menjemputku. Setelah aku bereskan barang bawaanku. Aku segera keluar, pergi meninggalkan butik.
Di dalam mobil, kami tidak bicara sepatah kata pun, kami hanya diam membisu seperti patung yang ada di toko pakaian.
Aku tidak berani memulai pembicaraan karna kulihat wajah Dani begitu murung sedari dia jemput aku di butik.
Dani menyetel radio di mobilnya, mungkin untuk memecah kesunyian diantara kami.
Baru saja dia menekan tombol on sudah terdengar sebuh lagu milik Ilir 7 yang keluar dari dalam radio mobilnya.
Entah apa yang merasukimu
hingga kau tega mengkhianatiku
yang tulus mencintaimu
Salah apa diriku padamu
hingga kau tega menyakiti aku
kau sia-siakan cintaku
......................................................
Mendengar lagu ini ku lihat Dani semakin kuat menggenggam setir mobilnya. Wajahnya berubah dari murung menjadi tegang dan agak kemerahan, mungkin karna kulitnya yang putih sehingga terlihat jelas perubahan rona wajahnya di saat moodnya sedang berubah.
Jantungku berdetak hebat, bibirku kelu, wajahku pun ikut menegang saat mendengar lagu ini. Serasa jadi penghianat di depan Ramdani Prasetyo, laki-laki yang baik hati, ramah, perhatian dan begitu tulus mencintaiku.
Tak lama kemudian, akhirnya kami tiba di sebuah restoran. Setelah Dani memarkir mobil, dia turun lebih dahulu lalu membukakan pintu untukku dengan senyum yang sedikit di paksakan.
Kami masuk ke dalam restoran lalu mencari-cari meja yang masih kosong. Setelah mendapatkan meja. Dani memesan makanan dan minuman tanpa menanyakan dulu apa yang aku inginkan.
Pelayan pun tiba dengan makanan yang sudah di pesan, kami makan tanpa obrolan hanya ada kesunyian diantara kami berdua seperti di area pemakaman. Setelah selesai makan, Dani mulai membuka obrolan.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Dani padaku.
"Alhamdulillah aku baik, kamu sendiri bagaimana?" Aku jawab dengan nada suara yang sedikit bergetar.
"Sepertinya aku kurang baik," jawab Dani.
"Kamu lagi sakit?" tanyaku sekali lagi, yang di jawab Dani dengan tertawa kecil.
"Hhaaa mungkin aku sedang sakit karna cinta," jawab Dani lirih, membuat hatiku merasa sedikit tidak enak mendengarnya. Namun aku coba tetap bertanya walau dengan suara terbata-bata.
"A-da-kah yang sa-lah?" Aku coba bertanya.
"Tidak ada yang salah di dalam cinta, manusianya saja yang selalu memaksakan kehendak," jawab Dani, namun setelah diam beberapa saat dia mengucapkan sesuatu lagi.
"Cintaku terlalu egois, tidak memikirkan perasaan orang lain. Aku hanya memikirkan perasaanku sendiri. Hari ini, kamu cukup mendengarkan saja biar aku yang bicara."
Aku hanya diam mendengarkan Dani bicara, aku coba menatapnya mencoba mencari tahu apa sebenarnya yang sedang dia rasakan.
Dani menatapku beberapa saat. Tatapan yang begitu dalam seolah tak ingin lepas ingin terus menatapku, kemudian dia mulai bicara lagi setelah menarik nafas panjang.
"Hhhhhhhh aku minta maaf karna sudah menghalangi perasaanmu untuk mencintai orang lain dengan hubungan yang aku paksakan untuk kita jalani."
"Maksudmu apa?" tanyaku pada Dani.
"Sudahlah Wirda, tak perlu kamu tutupi lagi. Aku tahu kamu mencintai sahabatmu yang waktu itu kamu kenalkan padaku, hatimu bukan buat aku."
Aku kaget mendengar ucapan Dani.
"Dani, aku- aku bisa jelaskan semuanya," jawabku sedikit tegang.
"Kamu tak perlu menjelaskan apapun semua sudah jelas bagiku. Dua hari yang lalu aku pergi ke Bandung ingin menjemputmu karna ingin memberi surprise. Aku langsung ke tempat kamu jalan pagi bersama temanmu itu, dan aku sudah lihat semuanya. Kamu dan temanmu saling mengungkapkan perasaan."
Mendengar penjelasan Dani tak terasa air mataku keluar sedikit demi sedikit dari kelopak mataku.
"Dani maafkan aku, akuuuu."
Belum selesai aku bicara Dani menyelak pembicaraanku.
"Kamu nggak usah minta maaf, kamu nggak salah. Aku lah yang bersalah, terlalu memaksakan cintaku padamu tanpa aku pastikan terlebih dahulu apa kamu juga mencintaiku atau tidak."
Dani mencoba meyakinkan, agar aku tidak merasa bersalah.
"Tapi aku sudah menyakiti hatimu, aku minta maaf," jawabku dengan air mata yg sudah mengalir dengan perlahan.
Dani memberikan sapu tangannya kepadaku agar aku dapat mengusap air mataku yang sedari tadi terus saja mengalir.
Aku usap air mataku dengan sapu tangan yang Dani berikan padaku, mataku terus menunduk tidak berani menatap mata Dani yang sedang penuh dengan kekecewaan.
"Dulu aku pernah bilang padamu, sewaktu di SMA dulu, bahwa kita tidak bisa memaksakan hati kita untuk mencintai siapa, tapi hati akan menemukan sendiri, di hati yang mana dia ingin berlabuh."
Dani mengingatkan aku akan kata-katanya sewaktu SMA dulu.
"Kamu sudah bebas dari lamaranku waktu itu, sekarang kamu bisa mencintai laki-laki yang ingin kamu cintai, jadi jangan pernah merasa bersalah. Kamu tidak bersalah sama sekali aku lah yang bersalah."
Sekali lagi Dani menguatkan aku dengan kata-katanya.
"Kamu benar baik-baik aja?" tanyaku untuk meyakinkan hatiku kalau dia benar baik-baik saja.
"Insya Allah aku baik-baik saja. Seandainya aku di beri kesempatan hidup untuk yang kedua kalinya, aku ingin kamu jadi adikku saja agar aku bisa terus menyayangi dan menjagamu."
Mendengar kata-kata Dani barusan membuat hatiku bertambah sedih dan semakin merasa bersalah, namun Dani terus meyakinkan aku agar tidak terus menyalahkan diri sendiri.
Setelah hampir dua jam kami berada di restoran akhirnya kami memutuskan untuk pulang.
Dani mengambil mobil yang dia parkir di depan restoran, lalu mempersilahkan aku untuk masuk ke dalam mobilnya kemudian mobil pun berjalan menuju rumahku.
Kami diam membisu tak ada obrolan selama dalam perjalanan pulang. Setelah sampai di tempat yang tidak begitu jauh dari rumahku, aku segera turun dari mobilnya setelah sebelumnya mengucapkan salam tanda perpisahan.
Di dalam kamar, aku membaringkan tubuhku diranjang, pikiranku tak karuan.Sekarang, aku benar-benar sudah putus dari Dani.
Bukankah seharusnya aku senang karna tidak harus terus berpura-pura mencintai Dani padahal hatiku sudah ku labuhkan untuk orang lain.
Tapi tidak dengan hatiku, kenapa aku merasa sesedih ini berpisah dengan dia, apa karna dia sudah terlalu baik padaku, tapi aku juga tidak bisa mengorbankan perasaanku.
"maafkan aku Dani, aku tak bisa mencintaimu," bisikku lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Zia Azizah
👌🏻👌🏻👌🏻
2020-10-15
0
NAIM NURBANAH
Keren banget bahasa nya...sudah profesional banget...banget...
2020-10-13
1
Yushi_Fitria
Aku udah mampir😊
2020-10-08
1