Hari ini waktu sudah menunjukan pukul empat sore, saat ku lirik jam tangan sport wanita warna putih yang melekat di pergelangan tangan kiriku. Tiba-tiba saja, Radin muncul di hadapanku.
"Assalamu'alaikum Wirda."
"Wa'alaikum salam," jawabku.
Seperti biasa, setelah pulang dari kampus Radin menjemputku.
Kami berteman akrab sejak dia putus dengan Lina. Sampai sekarang pun dia masih sering curhat tentang Lina, sepertinya dia belum sepenuhnya bisa melupakan mantan pacarnya itu, tapi aku selalu setia mendengarkan curhatannya.
Kadang aku berpikir ada ya seorang pria segagah Radin bisa sebegitu hancurnya di tinggal nikah, apa sedalam itu dia mencinta. Apa dia lupa jika jodoh, maut dan rezeki itu di tangan Allah.
Tapi syukurlah dia tidak sampai lari ke minuman keras atau narkoba. Karna aku tahu dia laki-laki yang baik dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri, jadi aku tidak terlalu memikirkan itu, aku hanya bisa bantu dia dengan mendengarkan curhatannya saja, mungkin dia jadi jauh lebih tenang setelah meluapkan segala isi hatinya.
"Hei, kamu sudah pulang kuliah?"
"Iya sudah."
"Ayo ku antar kau pulang!"
Radin mengajakku sambil tetap duduk di atas sepeda motor warna merah miliknya.
"Oke sebentar, aku pamit dulu dengan mba Linda."
Di jawab oleh Radin dengan anggukan kepala, tanda setuju.
Mba Linda itu pemilik butik tempat aku bekerja. Kebetulan rumah dan butik miliknya berdekatan, jadi setelah aku selesai bekerja jaga butik aku bisa langsung menyerahkan kunci butik padanya.
Setelah aku pamit dengan mba Linda, aku langsung duduk di atas motor Radin. Duduk menyamping dengan tangan kiriku memengang besi yang berada di pinggir jok motor.
Sepanjang jalan Radin banyak bercerita, tentang kejadian-kejadian di kampusnya juga tentang salah satu dosennya yang sedikit berbeda pandangan dengan dia soal agama islam.
Walau Radin kuliah mengambil jurusan komputer tapi dia kuliah disalah satu universitas islam di Jakarta, jadi ada juga mata perkuliahan yang berhubungan dengan agama islam.
Sepanjang jalan aku hanya diam mendengar dia bercerita sambil sesekali menguap karna terlalu lelah dan mengantuk.
Tiba-tiba saja Radin mengagetkan aku.
"Hei kamu diam aja, kenapa?"
Aku kaget dan langsung ku jawab, "Eh, nggak kenapa-kenapa kok, cuma lelah aja."
"Lelah apa laperrr?"
tanya Radin sambil tertawa.
" Hahaha ... "
Aku hanya tersenyum sambil tertawa kecil
"Hehee."
"Kita makan dulu yuk, kamu sudah sholat ashar kan?" tanya Radin padaku.
"Iya, alhamdulillah sudah, memangnya mau makan dimana?" Jawabku dengan pertanyaan juga.
"Kita cari warung makan yang dekat-dekat aja, kasihan itu, cacing-cacing di perutmu sudah berteriak minta di suplai makanan." Ledek Radin padaku sambil tetawa.
"Heummmm hehe," ku jawab hanya dengan sekali tertawa.
Akhirnya kita berhenti disalah satu rumah makan padang. Radin segera menghentikan motornya, menunggu aku turun baru kemudian dia turun dan mencari tempat untuk menaruh motornya.
Setelah mengkunci motornya, dia mengajakku masuk ke rumah makan itu. Cukup ramai rumah makan disini, mungkin karna banyak orang yang pulang dari bekerja mampir kesini untuk makan.
Radin mengajakku duduk disalah satu bangku dengan meja makan warna putih di depannya.
"Kamu mau makan apa?" tanya Radin sambil menatapku.
"Apa aja, terserah kamu," jawabku sambil aku tundukkan pandanganku dari tatapannya.
" Oke, kita makan nasi padang rendang aja ya sama es teh manis, gimana?" tanya Radin dengan tetap menatapku.
" Iya!" jawabku dengan pandangan tetap ke depan meja makan.
Radin beranjak ke meja kasir untuk memesan makanan.
"Mas, mau nasi padang rendang dua sama es teh manis nya dua ya, tolong di antar ke meja yang itu (Radin menunjuk meja tempat aku menunggu)."
"Baik mas, total semua jadi tiga puluh empat ribu rupiah," jawab kasir pada Radin.
Radin menyerahkan uang lima puluh ribu rupiah kepada kasir. Kemudian kasir itu pun menyerahkan uang kembalian sebesar enam belas ribu rupiah kepada Radin.
Radin menerima uang itu dengan tangan kanannya. "Oke, terima kasih ya!"
"Sama-sama mas," jawab si Abang kasir.
Radin beranjak ke meja tempat aku menunggu sejak tadi.
"Memang kamu punya uang? Kamu kan belum kerja, sudah traktir aku lagi," tanyaku.
Karna aku tahu Radin masih kuliah. Masih mengandalkan uang jajan dari orangtuanya.
"Ada kok, kadang aku bantu teman sedikit-sedikit betulin software laptop yang rusak." penjelasan Radin padaku.
"Oh, yaa. Wow, senang ya sambil kuliah bisa dapat penghasilan tambahan," jawabku dengan kagum.
"Iya! Alhamdulillah lumayan buat tambah- tambah beli buku."
"Jadi uang yang kamu keluarkan untuk traktir aku selama ini buat beli buku?" tanyaku pada Radin.
"Ya nggak, sudah aku sisihkan kok yang untuk beli buku," jawab Radin mencoba meyakinkan aku, karna dia tahu aku paling tidak enakan kalau orang lain harus merepotkan diri mengeluarkan uang buat aku padahal orang itu butuh.
"Oh, syukurlah kalau begitu. Aku pikir kamu sampai mengorbankan uang buku, hanya untuk kasih makan aku," jawabku dengan hati yang cukup lega.
"Nggak kok, tenang aja." jawab Radin sambil tersenyum, sehingga semakin terlihat jelas lesung pipinya.
"Kalau dilihat-lihat Radin manis juga," gumamku dalam hati yang langsung aku tepis, "Astagfirulloh, apa-apaan sih kamu Wirda, dia sahabat kamu, sempat-sempatnya perhatikan Radin sampai segitunya," omelku pada diri sendiri.
Tiba-tiba Radin mengagetkan aku.
"Hei bengong aja, itu makanannya sudah datang!"
"Eh, iya," jawabku kikuk. Berharap Radin tidak tahu apa yang baru saja terlintas di hatiku.
"Ayo cepetan makan, kamu kan lapar, setelah itu kita langsung pulang. Ini sudah sore takut maghrib di jalan."
" Iya!" jawabku, lalu segera aku makan nasi padang yg di pesan Radin tadi, karna perutku lapar sekali dari sejak di butik menahan lapar sambil menunggu waktu pulang kerja.
Selesai makan, kami menuju parkiran motor, kemudian Radin meyerahkan uang parkir motor kepada tukang parkir di situ.
Radin segera duduk di atas motor, memakai helm dan memberikan helm yang satu lagi padaku. Aku pun segera memakainya, lalu duduk di belakang Radin.
"Sudah siap?" Radin bertanya dan siap menjalankan motornya.
"Iya sudah!" jawabku.
Motor pun melaju dengan tidak terlalu cepat. Radin tidak berani melaju dengan cepat apalagi sampai ngebut kalau bawa motor bonceng perempuan, khawatir kenapa- kenapa bawa anak orang.
Sampailah tepat di depan rumahku, "Makasih ya!" Tak lupa aku ucapkan terimakasih.
"Sama-sama, besok aku jemput ya?" tanya Radin kemudian aku jawab dengan anggukan kepala tanda setuju. Radin pun pergi dari hadapanku.
"Hari ini. Aku, dia dan nasi padang jadi ceritaku di senja hari yang akan berganti malam," ungkapku dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
hanakirey
aku mampir lagi ka... senangat terus ,
2021-08-18
1
Radin Zakiyah Musbich
awesome 🍓🍓🍓
ijin promo sekalian thor 🍓
jgn lupa mampir di novelku dg judul "AMBIVALENSI LOVE",
kisah cinta beda agama,
jgn lupa tinggalkan jejak ya 🍓🍓🍓
2020-10-15
1
NAIM NURBANAH
jejak ke dua
2020-10-12
1