Antara Perasaan Bahagia Dan Bersalah

Setelah puas berjalan sambil melihat-lihat pemandangan dan para petani yang sibuk menanam padi, atau ada juga yang memetik teh di perbukitan.

Aku dan Radin kembali berjalan menuju rumah Nina, sepanjang perjalanan kami hanya diam entah sedang menahan detak jantung kami yang semakin cepat karna baru saja saling mengungkapkan perasaan, atau karna kami jadi salah tingkah sekarang.

Radin mencoba memulai pembicaraan untuk memecah kesunyian.

"Hey kamu diam aja, kenapa?"

"Nggak kenapa-kenapa kok," jawabku.

"Kamu marah ya sama aku?" Tanya Radin padaku.

"Marah untuk hal apa?" Tanyaku pada Radin.

"Karna aku sudah berani mengungkapkan perasaanku padamu," jawab Radin dengan wajah yang tampak lesu, aku pun tertawa mendengarnya.

"He he he he kan aku juga sudah mengungkapkan perasaan aku barusan, apa itu berarti kamu menganggap kalau aku juga sudah kurang ajar padamu?" Jawabku sambil tersenyum.

"He he he he ya nggak lah, masa begitu aja di bilang kurang ajar, itu berarti kamu jujur apa adanya," jawab Radin meyakinkan aku.

"Nahhh, berarti kita satu sama, jadi nggak perlu di pikirkan lagi. Ucapan yang sudah keluar dari mulut kita nggak akan bisa kita batalkan bahkan malaikat pun sudah mencatat," Jawabku meyakinkan Radin agar tidak perlu terus merasa bersalah atas apa yang sudah dia ungkapkan barusan.

"Baiklah, kita tak perlu membahasnya lagi, lalu apa langkah kita selanjutnya?" Tanya Radin padaku yang hampir membuat pipiku kemerahan.

"Apa Radin akan mengajakku menikah secepat ini?" Tanyaku dalam hati.

"Aku juga nggak tahu, kita serahkan saja semuanya pada Allah karna wanita hanya menunggu," jawabku yang membuat Radin sempat terdiam sesaat.

"Baiklah, aku pasti akan datang menemui orangtuamu, aku tidak ingin main-main denganmu," jawab Radin yang membuat jantungku kembali berdegup kencang untuk yang kesekian kalinya.

Akhirnya sampai juga di rumah Nina, dia menyambut kami dengan senyuman yang aku sendiri tidak tahu apa maksud senyumannya itu.

"Eh, sudah pulang. Sudah yuk, kita langsung makan siang aja, pasti sudah pada laper banget kan?" Seru Nina kepada kami berdua.

Kami pun makan siang bersama dengan Nina dan keluarganya. Selesai makan siang dan beres-beres, aku istirahat sebentar baru kemudian berwudhu untuk melaksanakan sholat dzuhur begitu juga dengan Radin.

Selesai sholat, aku rebahkan tubuhku yang lelah karna sedari pagi tadi berjalan menikmati suasana pedesaan di Bandung.

Tiba-tiba Nina masuk ke dalam kamar, dan langsung bertanya sesuatu hal yang membuatku cukup terkejut karna lagi-lagi dia terlalu spontan dan to the point.

"Gimana lo sama Radin, udah jadian?" Aku hampir melotot mendengar pertanyaan Nina.

"Lo dari dulu tuh, to the point banget sih jadi orang," jawabku.

"Masa gue mesti jelasin berkali-kali sih, dari dulu gue emang begini, kan lo udah tahu itu," jawab Nina.

"Mmmm iya sih, trus maksud pertanyaan lo barusan apa?" Tanyaku atas pertanyaan Nina tadi.

"Sudahlah, lo nggak usah pura-pura, gue tahu lo udah jadian kan sama Radin? Sudah, nggak usah lama-lama langsung nikah aja deh." Celetuk Nina yang sempat membuatku menarik nafas panjang.

"Hhhhhhh lo pikir nikah gampang apa? Dan lo pikir, emangnya nikah itu kaya anak SD jaman sekarang? Cuma bilang suka trus langsung pada panggil mama papa," aku jawab celetukan Nina yang membuat Nina tertawa renyahhh.

"Ha ha ha ha bisa aja lo, kan emang lo berdua kaya anak SD. Diem-dieman, tahu-tahu saling demen," jawab Nina yang sukses membuatku tertawa.

"Ha ha ha ha ya beda lah, lebih romantis gue daripada anak SD. Justru disitu seninya, mencintai dalam diam, jadi kaya ada manis-manisnya gituuu," jawabku sambil tersenyum.

Lagi-lagi di jawab Nina dengan celetukannya.

"Ha ha ha ha lo pikir air mineral ada manis-manisnya. Bukan manis, yang ada tu, ada bau-baunyaaaa diam-diam nggak taunya cepirit he he he he."

"Ninaaa lo pikir gue sama Radin lagi buang air besarrrr, payah lo ah, nggak ada romantis-romantisnya," jawabku setengah teriak sambil aku kelitikin pinggangnya yang ramping, membuat Nina tertawa kegelian.

"Udah, udah ahhh gue paling nggak tahan di kelitikin begini, kecuali sama laki gue malah gue sering minta tambah," jawab Nina yang membuatku geleng kepala.

"Dasar loh Nin," jawabku sambil aku cubit pinggangnya yang ramping itu.

"Adowww sakittt nggak usah pake cubit kali, kalau laki gue sih nggak masalah," jawab Nina yang lagi-lagi membuatku menarik nafas panjaaang.

"Hhhhhhh udah ah, lo keluar dulu sana Nin, Gue mau istirahat. Capek gue, elo ajak bercanda terus," ucapku sedikit mengusir Nina agar keluar dari kamarnya.

"Ini kamar gue, kok malah lo yang nyuruh gue keluar?" Jawab Nina setelah aku menyuruhnya keluar dari kamar.

"Tamu itu adalah raja, gue jadi ratu dirumah lo sekarang dan Radin jadi rajanya," jawabku sambil tersenyum di depan wajah Nina.

"Maksud lo, gue pelayan lo sekarang?"

Jawab Nina sambil menunjukan ekspresi wajah cemberutnya.

"Lo cakep banget Nin, kalau begitu kaya ratu amplop ha ha ha ha," jawabku sambil tertawa.

"Maksud lo, gue kaya almarhum Ratmi gitu?" Jawab Nina dengan wajahnya yang masih cemberut.

"Gue nggak bilang begitu, lo sendiri yang bilang muka lo mirip dia he he he he," jawabku sambil tertawa dan terus mendorong tubuh Nina agar keluar dari kamarnya.

"Udah, udahhh lo keluar dulu sana, sebentarrr aja, gue perlu kamar lo sebentar buat menyendiri." Aku dorong tubuh Nina sampai keluar dari pintu kamarnya.

"Laaahhh lo kenapa? Kenapa tiba-tiba pengen menyendiri?" Tanya Nina yang tidak aku jawab pertanyaannya karna aku terus saja mendorong tubuhnya keluar dari kamar.

Di dalam kamar aku rebahkan tubuhku, pikiranku melayang mengingat kembali saat-saat bersama Radin tadi pagi.

Aku ingat-ingat kembali semua dialog yang kami ucapkan tadi, juga sikap Radin yang hampir saja memelukku.

"Ya Allah, mungkinkah Radin Putra Sanjaya lelaki tepat itu, laki-laki yang akan menjadi imamku di dunia dan akhirat, laki-laki yang akan menjadi ayah dari anak-anakku kelak?"

Pertanyaan itu terus saja menari-nari di pikiranku, tanpa aku sadari mataku mulai berkaca-kaca ada buliran-buliran air yang jatuh terasa hangat menyentuh pipiku. Entah, karna bahagia akhirnya dapat ku bongkar identitas wanita yang Radin cintai, atau karna aku teringat dengan Dani. Pria baik hati yang harus dengan tega aku tinggalkan dirinya, juga cinta dan seluruh perhatiannya.

"Maafkan aku Dani, aku tidak bermaksud menyakitimu sedalam ini. Aku tahu kamu begitu mencintaiku, tapi di hati ini tidak ada namamu. Radin Putra Sanjaya, dialah laki-laki itu, laki-laki yang berhasil mengukir namanya di hatiku, sekali lagi aku minta maaf Dani," bisikku lirih di dalam hati.

😢😢

Terpopuler

Comments

Ami Khidir

Ami Khidir

ihh kebayang dehhhh

2021-06-02

0

Wahyu Fatmawati

Wahyu Fatmawati

ceritanya Bagus, semangat thor nulisnya

2020-11-05

1

❤️YennyAzzahra🍒

❤️YennyAzzahra🍒

lnjtt likee

2020-10-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!