Menggapai impian yang sulit untuk di dapat sering kali membuahkan hasil yang memuaskan untuk diri sendiri yang merasa haus akan kebenaran yang disembunyikan.. Tenaga tercurah dengan pandangan mata yang tajam.. Terlupa akan peluh yang menetes, terlihat dirinya begitu mempesona.
“ Sedang apa Freya?”. Tanya Ardiaz karena Freya menatapnya tak berkedip
“ Ada kotoran di atas rambutmu.. Lagipula untuk apa menata rambutmu jika tahu ingin menjelajah seperti ini..” Ucap Freya sembari menggerutu, berjalan melewati Ardiaz karena merasa malu.
“ Bukankah kau suka aku berpenampilan seperti ini?”. Balas Ardiaz dengan tersenyum
“ Aku atau para wanita itu yang kau maksud?”. Freya langsung menatap Ardiaz dengan tajam.
“ Wanita mana lagi yang kau bicarakan ini.. Huufff..” Balas Ardiaz sembari mengangkat kedua alisnya sembari menghembuskan nafas panjangnya.
“ Jelas jelas kau senang di peluk wanita lain yang BERDADA BESAR!”. Freya kembali berjalan dengan memukul rumput liat di depannya sembari menggurutu pada Ardiaz yang berjalan di belakangnya
“ Maksudmu Winda?, Dia wanita berdada besar?. WOW.” Ucap Ardiaz yang sengaja memancing kekesalan Freya.
Freya yang akhirnya terpancing emosi, berjalan cepat meninggalkan Ardiaz di belakangnya.. Semakin melangkah, Freya mendapati dirinya entah mengarah kemana jauh melewati padang ilalang panjang. Tunggu, dimana aku?. Gumam Freya dalam hati.
Freya mencoba untuk memutar arah kembali hingga tiba tiba terdengar suara seseorang yang berlari kearahnya.. Tiba tiba pikiran kekhawatiran Freya pun muncul dengan ketakutan di dalamnya, siapa itu?.. Anak buah Baron, atau Ardiaz?. Gumam Freya kembali dalam hatinya dengan kembali bersembunyi di balik ilalang yang panjang.
Sedang bersembunyi, tiba tiba pandangan Freya teralihkan pada ladang perkebunan kecil seperti apa yang dilihatnya saat itu ketika berada di lantai atas gedung tua berlari menghindari anak buah Baron. Freya melangkahkan kakinya, hingga...
“ APA YANG KAU PIKIRKAN?!. KENAPA BERLARI BEGITU CEPAT?!.” Bentak Ardiaz merasa kesal.
“ Lihat di sana...” Ucap Freya sembari menunjuk kearah depan.
Seketika Ardiaz dan Freya terdiam dan saling menatap satu sama lain. Freya mencoba meraih salah satu tangan Ardiaz hingga mereka pun bergandengan tangan dengan erat sembari berjalan dengan pelan menuju arah ladang perkebunan itu.
“ Ada yang berjaga disana.” Ucap Ardiaz sembari berbisik kepada Freya.
Dari jarak tak terlalu jauh, terlihat 3 orang pria membawa senapan berdiri di sebuah lumbung rumah yang sengaja di dirikan di depan ladang perkebunan.. Adanya pohon lebat, membantu Ardiaz dan Freya untuk bersembunyi dan berjalan semakin mendekati lahan perkebunan itu..
“ Kau lihat, ada 2 jenis tanaman yang tumbuh secara berbeda..” Ucap Freya sembari berbisik pada Ardiaz dengan menunjuk kearah tanaman itu.
“ Tunggu disini akan aku ambil salah satu contoh tanaman itu.” Balas Ardiaz yang berjalan dengan sedikit merangkak melangkah maju.
Freya merasa gugup melihat Ardiaz dari balik pohon.. Freya mencoba mengambil beberapa batu berukuran sedang untuk di lempar kearah anka buah Baron, bersiap jika kemungkinan terburuk terjadi. Namun berkat keahlian Ardiaz, mereka berhasil membawa 2 jenis tanaman yang menjadi bahan pembuatan obat dan langsung berlari kembali ke dalam mobil.
“ Sepertinya kita harus membeli tanah hitam, pupuk dan lainnya mengingat pasir pantai hanya akan membuat tanaman ini mati..” Ucap Freya pada Ardiaz dengan tersenyum dan masih bernafas dengan tersenggah akibat berlari.
Belum selesai Freya dan Ardiaz akan memulai perbincangannya, tiba tiba Handphone Ardiaz berbunyi dengan Winda yang mengabari akan kabar tak terduga lainnya.
“ Apa yang dikatakannya?. Kenapa expresimu tiba tiba berubah?”. Tanya Freya.
“ Beberapa anak terkena penyakit kulit selepas bermain di hilir sungai di kota tengah pulau.”
“ Apa?, bagaimana bisa tiba tiba... Bukankah aliran sungai itu bersih dan tidak ada masalah sebelumnya?”. Tanya Freya kembali merasa kebingungan.
“ Aku harus menyelidikinya. Freya, apa kau bisa menolongku?”. Ucap Ardiaz dengan menatap serius kepada Freya.
Tanpa berkata Freya menganggukan kepalanya dan Ardiaz langsung mengemudi secepat mungkin menuju sebuah klinik yang berada di pemukiman warga di kota tengah pulau. Sesampainya disana, tanpa berkata Ardiaz memberikan kunci mobilnya pada Freya dan Freya langsung berkendara pergi untuk mencari tanah, dan perlengkapan lainnya lalu menanam tanaman itu dalam sebuah Pot.
Selesai melakukan tugasnya, Freya kembali berkendara menuju klinik dimana terlihat beberapa orang tua yang panik dengan kondisi kulit anak anak mereka yang tiba tiba memburuk..
“ Ada apa ini.. Kenapa bisa tiba tiba seperti ini?.” Ucap Freya dengan melihat kearah aliran sungai yang mengalir.
Dengan inisiatifnya, Freya membeli beberapa botol minuman serta makanan apa pun yang bisa membantu para orang tua untuk menenangkan diri mereka agar tidak panik dan membuat keributan yang tidak diperlukan..
“ Ini silahkan Bu.. Pak.. “ Ucap Freya tersenyum manis, sembari memberi sebungkus plastik yang berisi minuman dan makanan dan mengambil beberapa kursi duduk tambahan.
Kembali merasa perlu di lakukan, Freya membawa 2 buah botol kosong dan menggunakan sarung tangan karet untuk berjalan menuju aliran sungai itu.. Jika air itu berubah ungu, maka benar air sungai itu tercemar racun. Gumam Freya dalam hatinya sembari membawa sebotol cairan B3.
Dengan hati hati, Freya melakukan penelitiannya sendiri dan menemukan fakta bahwa air berubah warna dari jernih menjadi sedikit biru dan berakhir dengan keunguan yang pekat.. Sudah kuduga. Apa sungai ini tercemar akibat limbah yang di buang saat mereka membuat obat itu?. Gumam Freya dalam hatinya kembali.
Freya mencoba untuk mendekati Ardiaz dan memberitahunya, namun tidak ada ruang sedikit pun bagi Freya untuk bisa mendekati Ardiaz hingga ia pun mengurungkan niatnya dengan kembali membagikan makanan atau minuman, lalu terduduk di luar klinik karena merasa lelah.
“ Diaz, jangan lupa tanganmu baru sembuh..” Ucap Winda kepada Ardiaz yang mencoba mengangkat kotak peralatan medis.
“ Aku tidak apa, lebih baik kau memberesan sisa penyimpanan obat obatan..” Balas Ardiaz sembari berlalu melewati Winda.
Pemandangan yang terpaksa di lihat Freya disaat Adhi membawa persediaan obat obatan untuk warga di pulau yang akan memeriksa pemeriksaan. Kedatangan Winda yang sejak seminggu lalu selalu disambut dengan baik oleh warga mengingat jasa yang dia lakukan bersama Ardiaz dulu, senyuman pun selalu terpancar di wajahnya.
“ Winda cantik bukan?”. Ucap Adhi yang tiba tiba terduduk disamping Freya.
“ Yaa, dia cantik, pintar, dan dewasa.. Begitu cocok jika disandingkan dengan Ardiaz.”
“ Tunggu dulu, apa kau sedang cemburu di sini?”. Tanya Adhi dengan mulai bersikap jahil.
“ Kau tidak lihat mereka berdua?, dari 4 orang Dokter lainnya.. Hanya mereka yang melangkah kesana dan kemari secara bersamaan..” Ucap Freya dengan nada beratnya.
“ Kulihat kau pun membantu Ardiaz sejak tadi..” Balas Adhi sembari tersenyum.
“ Maksudmu?”.
“ Dengan kau memberi makanan dan minuman, serta bangku duduk tambahan itu.. Bukankah merupakan bantuan besar untuk Ardiaz?.” Ucap Adhi dengan kembali tesenyum.
Mendengar perkataan Adhi, tidak membuat Freya mempertimbangkan apa yang sudah dilakukannya.. Baginya itu hal biasa dan tidak begitu bermakna dibandingkan dengan Ardiaz dan juga Winda saat ini.
Menjelang malam, keadaaan sudah mulai terkendali dan para Dokter yang bertugas begitu terlihat kelelahan.. Freya mencoba mendekati Ardiaz yang terduduk, namun lagi lagi terhalang oleh Winda yang tiba tiba datang dan duduk di sebelahnya.
“ Hey Ardiaz, apa menurutmu keponakanmu mencari perhatian darimu?”. Tanya Winda
“ Kenapa kau bertanya seperti itu?”. Balas Ardiaz.
“ Siang tadi dia kesana kemari seolah sibuk sendiri dan menghalangi para petugas medis yang sedang terburu buru.. Terlebih kulihat dia membagikan makanan dan minuman entah dari mana dia dapatkan.. Serba beberapa bangku itu, tanpa ijin dia mengambilnya dari gedung balai kota!.”
Ardiaz terdiam mendengar perkataan Winda barusan.. Terlihat oleh Ardiaz para orang tua yang hadir membawa sekantung plastik yang entah di isi apa oleh Freya.. Bahkan Bangku yang biasa digunakan untuk acara adat pun digunakan oleh para warga seenaknya.. Melihat itu Ardiaz pun berdiri dan menghampiri Freya yang sedang terduduk bersama Adhi.
“ Adhi, bisakah kau mengantarkan Freya pulang?”. Ucap Ardiaz.
“ Pulang?, apa kau tidak akan pulang bersamaku?”. Tanya Freya pada Ardiaz.
“ Freya, bisakah kau mendengarku?, jangan membuat masalah lebih banyak.”
“ Masalah?.. Apa maksudmu masalah?... Lihat, aku siang tadi ke hilir sungai untuk me...”
“ APA YANG KAU LAKUKAN DISANA?! DIMANA PIKIRANMU?!”. Bentak Ardiaz pada Freya.
Freya seketika terdiam dan hanya menatap pada Ardiaz yang terlihat marah padanya.. 2 Botol berisi air sungai yang diambil oleh Freya, di lemparnya ke arah rerumputann yang berada di depan klinik, lalu dengan menatap tajam kepada Ardiaz, Freya berkata..
“ Adhi, antarkan aku kembali.. Maaf merepotkanmu.”
Melihat Freya yang berlalu pergi, Adhi menepuk pundak Ardiaz dan mengatakan.. “ Kali ini kau kelewatan, bro..”. Ucap Adhi yang pergi bersama Freya.
Melihat mereka berdua, tiba tiba kesadaran Ardiaz datang dan dalam hatinya yang merasa kesal berkata, Apa yang aku lakukan?, kenapa aku marah kepada Freya?. Tersadar akan tangannya yang mengepal, tiba tiba ada beberapa warga yang menghampirinya dan berkata,
“ Nak Diaz, istrimu sungguh perhatian sekali.. Disaat panas terik dan kami gelisah akan kondisi anak kami.. Istrimu datang mencoba menenangkan kami dengan memberi Makanan dan minuman..”
“ Ya, bahkan ketika melihat kami berdiri mengantri, istrimu berlari membawa banyak kursi hingga 2 kali balikan.. Tolong sampaikan ucapan Terima kasih kami padanya.”
Ucap beberapa warga dengan senyuman tulus dan terlihat sungguh sungguh berterima kasih pada Ardiaz yang berharap disampaikan kepada Freya. Ardiaz menundukkan kepalanya dengan kembali berjalan menuju meja Dokter dan terduduk disana.
Seketika ia tersadar akan botol berisi air yang dibuang oleh Freya tadi, Ardiaz kembali berdiri dan mencari diantara rerumputan yang akhirnya sungguh merasa bersalah padanya.
“ Halo, Adhi. Sudah sampai?”. Tanya Ardiaz
“ Eeemm Diaz, maaf.. Aku... itu,sebenarnya.. Freya, dia...”
Seketika terdengar suara ombak laut dan klakson kapal yang terdengar nyaring.. Ardiaz yang tersadar akan Freya yang meminta untuk diantarkan kembali ke kota, segera berlari menuju mobilnya dan berkendara secepat mungkin menuju dermaga pelabuhan.. Namun,
“ Kau terlambat.. 5 menit lalu kapal itu berangkat..” Ucap Adhi sembari mengarahkan pandangannya kepada Kapal yang sudah berlabuh jauh.
Ardiaz menundukkan tubuhnya mencoba mengatur nafas setelah berlari.. Menatap pada kapal yang sudah berlabuh, Ardiaz kembali menundukkan kepalanya dan langsung berdiri tegap, berjalan mengitari sekitar dermaga pelabuhan.
“ Sebelum pergi, Freya menitipkan pesan untuk meminta bantuanku menyiram 2 tanaman yang berada di dalam mobilmu.” Ucap Adhi dengan menatap Ardiaz.
“ AARRGGHH FREYA..!!” Teriak Ardiaz yang merasa kesal pada dirinya sendiri.
Kenangan indah sering kali berubah menjadi hal ingin kita lupakan saat hati berkata lain. Pemikiran yang mencoba untuk mencegah pun berubah fungsi, layaknya sebatas kertas yang dengan mudah terlipat atau terobek begitu saja menjadi tak tersisa.
********
-Keesokan Harinya-
“ Maafkan aku, Bu..” Ucap Ardiaz dalam panggilan telephone setelah selesai menjelaskan pada Tante Maya.
“ Hhmmm.. Ketika kau pulang, berbicaralah baik baik dengannya.. Aku yakin dia juga akan mengerti dan hanya terbawa suasana sama sepertimu saat ini..” Balas Tante Maya dengan nada lembut.
“ Tentu Bu, baik.” Balas Ardiaz dengan penuh nada menyesal.
Freya menuruni tangga selepas selesai bersiap siap untuk pergi ke kampus. Tante Maya memberikan kunci mobilnya agar dapat digunakan oleh Freya mengingat hari ini adalah hari liburnya.
“ Hati hati di jalan, dan jangan pulang malam malam..” Ucap Tante Maya lembut.
“ Baik Bu, Freya pergi dulu..”
Freya yang tiba tiba merasa muak dan dingin, seketika berubah menjadi sosok yang berbanduing terbalik dengan dirinya sebelumnya. Aku tidak perduli!. Baron akan membunuhku?, maka datanglah. Aku memang seharusnya sudah tidak bernyawa jika Ardiaz tidak menolongku. Gumam Freya dalam hatinya sembari mengemudikan mobilnya.
Freya kembali menikmati hidupnya dengan mengunjungi Resto Bar dan menari dengan sangat lepas mengikuti alunan lagu dan ramainya sorot lampu hingga teriakan yang meneriaki Freya saat naik ke atas podium Bar untuk menari yang sontak membuat Dion dan Misca pun merasa tidak nyaman dan menyadari akan adanya sesuatu yang terjadi padanya.
“ Freya, kau tidak apa apa?”. Tanya Dion saat Freya beristirahat dengan terduduk karena kelelahan.
“ Aku, baik baik saja.” Balas Freya
“ Lebih baik kita pulang sekarang!. Kau sudah kelewatan malam ini.!” Ucap Misca sembari menarik paksa tangan Freya untuk keluar dari Resto Bar.
Misca akhirnya mengantarkan Freya untuk pulang dengan mengendarai mobil Tante Maya menuju rumahnya. Karena sudah terlalu malam, Misca akhirnya memutuskan untuk tidur di rumah Freya dan terjadilah perbincangan diantara mereka.
“ Apa pria itu menyakitimu?. Pria yang menjalin hubungan denganmu..” Tanya Misca.
“ Tidak.. Mungkin aku yang kurang dewasa.” Balas Freya dengan menundukkan kepalanya.
“ Minggu depan kita ujian akhir dan selepas itu akhirnya kau bisa lanjut untuk sidang skripsimu, kenapa kau murung?”.
“ Tidak ada. Hanya saja, aku merasa lelah...” Balas Freya dengan membaringkan tubuhnya di atas kasur dan sebuah bantal.
Misca yang sudah mengerti akan kondisi Freya pun membiarkannya dengan tanpa berkata lagi.. Namun dalam hati Freya yang merasa gundah, tidak henti hentinya dia mengatakan berkali kali dalam hati, bahwa ternyata merasa tersudutkan itu benar benar menguras hati dan pikiran.
Selepas itu, Freya yang fokus menyelesaikan studinya dan Ardiaz yang masih belum dapat kembali ke kota karena pekerjaannay yang belum selesai, membuat jarak semakin membentang hingga tanpa sadar hubungan mereka pun menjadi dingin dan terasa hambar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments