Terbangun disebuah kamar tidur yang terasa asing dengan perasaan hampa ternyata tidak begitu menyenangkan. Aku pikir semua ini hanya akan memberikan efek dominan sementara waktu, namun ternyata aku baru tahu perasaan yang menyesakkan ini datang dari dalam diriku sendiri yang melakukan penolakan batin.
Berjalan perlahan menuju ruang makan dengan sebuah tongkat yang disiapkan Ardiaz, tersaji berbagai menu makanan dan segelas juice segar yang sengaja dia persiapkan untukku. Tersadar pada tatapannya, mungkin dalam dirinya pun memberontak sama seperti diriku saat ini, dimana kami harus menikahi orang yang belum kami kenali secara baik, terlebih kami tidak saling mencintai..
“ Apa yang akan kau lakukan hari ini?”. Tanya Ardiaz sembari mendorong sebuah kursi membantu Freya terduduk.
“ Tidak tahu Pak..” Freya yang gugup akhirnya terduduk pada kursi dihadapan Ardiaz, tak berani menatap lasngsung padanya
“ Bukankah kita sepasang kekasih? Kau masih memanggilku dengan sebutan PAK?. Haruskah aku memanggilmu dengan Nona Pembuat Masalah?”. Ucap Ardiaz sembari tersenyum kecil dengan meminum segelas kopi ditangannya mencoba mencairkan suasana.
“ APA?!” Freya mengerutkan dahinya merasa sedikit kesal dan keberatan.
“ Freya ada beberapa hal yang ingin kutanyakan padamu.” Ucap Ardiaz menatap serius pada Freya dengan menyilangkan kedua tangannya pada atas meja.
“ Si, silahkan Pak.. Apa yang ingin anda tanyakan?”. Balas Freya ragu ragu.
“ Bagaimana skripsimu?”
“ Laa lancar Pak, selepas KKN ini saya hanya tinggal membereskan 2 mata kuliah terakhir dan menunggu jadwal waktu sidang karena Skripsi sudah saya selesaikan lebih awal..” Balas Freya dengan nada keraguan untuk menjawab.
“ Apa benar tahun ini kau baru berumur 20 tahun?”
“ Waktu SMP saya masuk Kelas Akselerasi Pak.. Karena itu usia saya sedikit lebih muda dari yang lain..”. Balas Freya kembali dengan menundukkan kepalanya.
Ardiaz pun terdiam sejenak membiarkan Freya untuk meminum Juice dan semangkuk buah buahan. Terlepas dari pertanyaannya, Ardiaz pun merasa ragu akan keputusan yang diambilnya mengingat usia Freya dan impiannya yang takut ia hancurkan karena pernikahan ini. Belum lagi dengan para Buronan kepolisian yang Ardiaz yakini, sampai saat ini masih mencari keberadaan Freya.
“ Lalu Adik? Atau Kakak? Ayah dan Ibumu. Apa mereka ma...”
“ Meninggal Pak. Saya anak Tunggal. Saat Mama dan Papa meninggal akibat kecelakaan, saya diangkat menjadi anak oleh Tante Maya. Dia adalah adik dari Papa..”. Balas Freya dengan santai sembari menyantap makanan yang dimasak oleh Ardiaz
Kembali terdiam, Ardiaz menghentikan gerakannya dengan langsung membereskan piring yang belum selesai dia santap hingga kenyang karena rasa tanggung jawab serta bersalah semakin menghujani dirinya. Merasa ragu akan keputusannya namun tetap harus dilakukan, mengingat Nyawa mereka yang terancam, Ardiaz memberanikan dirinya untuk tetap maju melangkah.
“ Habiskan sarapanmu dan juga juice itu. Aku ada pekerjaan yang harus aku lakukan. Jika bosan, kau bisa gunakan sepedaku yang.... Aaah Maaf, aku lupa kondisi kakimu.” Ucap Ardiaz dengan nada jahil, sembari mencuci piring dan perlengkapan masak yang sudah ia gunakan.
“ HA HA HA, Lucu sekali.” Balas Freya kesal sembari tetap menyantap Roti dan juice dihadapannya.
“ Maksudku adalah, jangan pergi terlalu jauh. Aku tidak tahu apakah Buronan Polisi itu mengenalmu atau tidak. Akan bahaya jika sampai kau dikenali oleh mereka. Gantilah bajumu dengan pakaianku yang berada dilemari sementara waktu. Lagi pula sudah berapa hari kau tidak mandi? Cuci rambut panjangmu, terlihat Gimbal sekali.” Ucap Ardiaz kembali sembari menatap Freya tersenyum jahil.
Setidaknya aku tahu bahwa pria ini, di balik kesempurnaanya ternyata juga sangat menyebalkan. Ucap Freya dalam hati, menaruh gelas ditangannya dan menatap Ardiaz dengan kesal tanpa berkata.
“ Aku akan mencoba membeli beberapa stel baju, juga dalaman wanita untukmu. Berapa ukuran...” Ardiaz seketika terdiam melihat Freya menatapnya dengan Aura membunuh.
“ Itu, untuk... Maksudku... itu.. Aku tidak bermaksud... Kalau begitu aku pergi dulu.”Ardiaz merasa canggung dengan apa yang dikatakannya dengan langsung berlalu pergi.
“ Dasar Mesum...” Ucap Freya sembari tersenyum dengan kembali menghabiskan makanan dan minumannya.
* * * * *
Siang Harinya
Berada di Cottage miliknya benar benar berasa seperti sedang menyewa sebuah Villa di pinggir pantai. Bahkan waktu pun terasa berlalu begitu saja. Hembusan angin laut yang menerpa tirai putih dan dinding tembok kokoh berhias kayu dan bambu membuatnya semakin terlihat sempurna dengan lantai kayu berwarna coklat keemasan. Freya berkata dalam hati dengan mengitari isi rumah.
“ Membosankan.. Sebaiknya pergi kemana hari ini?”. Ucap Freya dengan berjalan menggunakan tongkatnya, secara perlahan menuju dermaga dimana sangat ramai orang berkunjung mendatangi Cafe atau sebuah rumah makan dan beberapa toko pernak pernik dari hasil hutan dan laut .
Menyusuri jalan kembali seperti sedang bersama teman temannya saat KKN kemarin Lusa, Freya bernostalgia hingga tanpa sadar akhirnya pandangannya pun teralihkan pada 2 orang pria yang terlihat mencurigakan karena melihatnya begitu intens, seperti dia adalah..
“ Tunggu, apa mereka adalah...” Ucap Freya yang akhirnya menyadari Burunon Polisi yang sedang menyamar.
Mencoba berlari sekuat tenaga, sangat tidak mungkin dilakukan oleh Freya saat ini. Derap langkah mereka pun semakin terlihat jelas oleh Freya yang menolehkan sedikit kepalanya kearah belakang. “Tidak, tidak. Siapa pun, tolong aku..” Ucap Freya yang hampir menangis dengan masih terus berlari.
Tersudut pada sebuah belokan buntu yang berada dihadapannya, Freya yang masih mencoba untuk berlari pun akhirnya memejamkan matanya merasa pasrah dengan apa yang akan terjadi padanya. Namun secara tiba tiba..
“ Kau dari mana saja? Kenapa berlari?. . . . . *BUKANKAH SUDAH KUKATAKAN GANTI PAKAIANMU?!”. Ardiaz tiba tiba muncul dengan langsung menarik tubuh Freya dan menyandarkkan pada tubuhnya agar terhalang oleh Ardiaz, lalu berbisik dengan penuh kesal pada Freya
“ Ma.. Maafkan aku Pak.. Aku, hanya....” Freya pun akhirnya menangis penuh ketakutan.
“ Ikut aku!.” Ucap Ardiaz dengan langsung menggendong Freya layaknya putri raja, setelah meilhatnya kesulitan untuk berjalan terlebih berlari.
“ HEY KAU! HEY!”. Ucap Para Buronan Polisi dengan menunjuk kearah Ardiaz dan mengejarnya.
Berlari bersama mencari tempat untuk bersembunyi. Baru kali ini perasaan itu di rasakan baik oleh Freya atau pun Ardiaz sendiri. Di tengah keramaian orang, mereka berdua memecah arah dengan semua mata yang menoleh akan tingkah mereka yang terlihat tersenyum bahagia saat berlari.
Tak kala tangan itu pun mendekap erat tubuhku agar tidak terjatuh dan tanpa merasa segan kedua tangan ini melingkar di pundaknya yang lebar dan kekar. “ Pak, aku tidak beratkan?”. Ucap Freya dengan memberikan senyum jahil setelah melihat keringat bercucuran di dahi dan leher Ardiaz..
“ Diamlah.” Ucap Ardiaz setelah bersembunyi pada salah satu toko souvenir dengan menyandarkan Freya pada dinding yang tertutup tali senar penangkap ikan. “ Kakimu, tidak apa apa?”. Balas Ardiaz menatap Freya.
Wajah mereka beradu sangat dekat, dengan nafas yang sama sama tersenggah akibat berlari dengan bibir yang hampir bersentuhan, membuat Ardiaz mencoba menjaga jarak aman namun tanpa sadar salah satu tangannya menempel sempurna pada dada kanan Freya dan seakan meremasnya karena tinggi badan Ardiaz membuat papan dayung kapal yang berada diatas terjatuh. Sontak membuat Freya terkejut hingga...
“ KURANG AJAR! KEMANA TANGANMU ITU!”. (DHUUAAKKK). Suara pukulan yang di arahkan Freya karena kesal pada Ardiaz menggunakan Pentungan kayu yang biasa digunakan para Nelayan.
“ KAU! APA KAU INGIN MEMBUAT KITA TERTANGKAP?! BUKAN MAKSUDKU MEREMAS BENDA ITU!” Balas Ardiaz dengan kembali berteriak kepada Freya sembari memegang kepalanya yang terasa sakit.
“ Aapaa kau bilang? Benda itu? ITU ADALAH HARTA BERHARGAKU!!” Ucap Freya dengan marahnya mengarahkan Pentungan diatas tangannya kembali
“ ITU DIA!! HEY GADIS ITU BERADA DI DALAM TOKO SOUVENIR INI!”. Ucap salah satu anak buah Buronan Polisi berteriak memberitahukan kepada Rekannya yang lain saat melihat Freya tanpa sadar berdiri tepat di depan toko masuk souvenir
Ardiaz dengan sigap menarik kembali Freya ke dalam untuk melepas kemeja yang dikenakannya, lalu melepas kemejanya sendiri untuk dikenakan Freya. Menggenggam tangan Freya erat, mereka lari melalui pintu belakang hingga akhirnya masuk dalam suatu pertokoan besar dimana pemilik toko adalah Pak Danu, kepala desa di kepulauan.
“ Akhirnya datang juga, kenapa kalian terlihat kelelahan? Apa Kalian berlari?. Pak Farhan sudah menunggumu.. Sana pergilah! Freya, aku akan bantumu mengambil segala keperluanmu.. Ayo.” Ucap Bu Nisa memukul pelan tangan Ardiaz dan mendorongnya untuk naik ke lantai 2 lalu menarik tangan Freya untuk mengikutinya.
Ardiaz menganggukkan kepalanya padaku seolah mengatakan tidak apa apa, pergilah bersamanya. Mau bagaimana lagi? Disini hanya dirinyalah yang dapat kupercaya dan yang kukenali. Jika dipikirkan kembali, apa yang akan terjadi padaku jika Ardiaz tidak berniat untuk membantuku?. Seharusnya yang menjadi pertanyaanku sekarang adalah, kenapa dia jadi begitu sangat peduli dan bersedia membantuku?. Freya bergumam dalam hati saat melihat Ardiaz berjalan menuju lantai 2.
Bu nisa mengalihkan pikiranku dengan menunjukkan berbagai produk wanita dan juga beberapa stel baju pakaian untuk kukenakan. Hingga tanpa sadar waktu berlalu cepat, terlihat Ardiaz menuruni tangga dan berjalan menghampiriku kembali dengan melingkarkan tangannya pada pinggangku seolah kami benar benar sepasang kekasih..
“ Baiklah, sudah ditentukan. Lusa pernikahan kalian di Balai Kota Pinggir Pantai..” Ucap Pak Farhan dengan tersenyum kepada Ardiaz dan Freya selaku Kepala Adat.
“ Aaa APA?.. Maaf, Lusa adalah??”. Freya begitu terkejut mendengar perkataan Pak Farhan tanpa sadar sedikit meninggikan suaranya.
“ Selagi kalian disini, rumah Ardiaz sudah kami Hias dengan sempurna.. Lihatlah.. ” Bu Nisa yang begitu Antusias menunjukkan sebuah rekaman Video pada Freya dari Handphonenya, dimana warga sedang menghiasi Cottage Ardiaz layaknya istana.
“ Ini... Untuk apa Bu??”. Tanya Freya penuh kebingungan.
“ Disini memiliki tradisi menghias rumah pengantin baru sebagai tanda ucapan selamat dan kiriman doa doa dari para penduduk sekitar.” Balas Ardiaz mencoba menjelaskan sembari tersenyum.
“ Pulang dan lihatlah.. Ibu yakin kalian akan sangat senang melihat hasil karya kami.” Ucap Bu Nisa dengan tersenyum jahil kepada Ardiaz dan Freya.
“ La, lalu.. Pasti sudah sepantasnya kami... Mengucapkan terima kasih, bukan begitu?”. Tanya Freya gugup, takut melakukan perkataan yang menyinggung.
“ AHAHAHAA... Tidak perlu Nak.. Ardiaz sudah kami anggap sebagai anak kami sendiri, jadi kau juga menjadi bagian dari kami mulai saat ini. Suatu kewajiban sebagai orang tua melakukan hal ini.” Ucap Pak Danu yang tertawa bersama Pak Farhan dan Bu nisa.
“ Kita pulang sekarang.” Ardiaz melepaskan tangannya dengan langsung menggenggam tangan Freya, dengan sedikit menundukkan kepalanya pada para orang tua dan berlalu pergi.
Entah mengapa perkataannya saat berkata Kita Pulang Sekarang, membuatku merasa sesak. Pulang? Kemana? Apakah rumah miliknya benar benar akan menjadi persinggahan terakhirku?. Freya berkata pada dirinya sendiri dengan menatap Ardiaz dari belakang.
Berjalan kembali menuju Rumah seperti yang dikatakan Ardiaz, dari sedikit kejauhan Ardiaz dan Freya melihat hiasan luar rumah yang terlihat indah.. Sempat tertegun dengan apa yang mereka lihat saat ini, seketika berubah ketika mereka berjalan masuk kedalam rumah dengan mendapatkan seisi rumah hancur berantakan bahkan Sofa pun terobek oleh sayatan benda tajam.
“ Aaada apa ini? Apa yang terjadi?”. Freya yang terlihat takut dengan sangat hati hati melangkah masuk menyusul Ardiaz yang sebelumnya berlari masuk kedalam rumah.
(BRRAAAKKK TRAAAKKK)
“ Sepertinya mereka sudah mengetahui keberadaanmu. SIAL!”. Suara bantingan Camera Freya yang di lempar oleh Ardiaz ke dinding karena merasa kesal, yang sebelumnya sudah dihancurkan oleh para Buronan Polisi.
“ Freya, kita memang harus segera menikah. Itu adalah satu satunya jalan keluar saat ini. Aku tidak akan ada untukmu selama 24 jam, kau tidak aman Freya, maafkan aku.” Ardiaz menatap kepada Freya dengan merasa menyesal dengan nafas tersenggah mencoba menahan emosinya.
Kenapa dia meminta maaf? Ini semua bukanlah salahnya. Atau memang aneh sejak awal Pak Ardiaz bersedia dengan mudah melibatkan dirinya untuk membantuku.. Apa ada yang disembunyikannya atau diinginkan dariku?. Freya kembali berkata pada dirinya sendiri.
“ Freya Maaf, tapi secara tidak langsung aku mengambil keuntungan darimu dengan tidak menyerahkan alat bukti yang ada di Cameramu itu kepada pihak berwajib. Aku sudah lama menyelidiki kasus ini dan entah bagaimana kau datang, lalu...” Ardiaz mencoba menjelaskan dengan penuh kebingungan dan rasa bersalah.
“ Anda... Apa?”. Freya menatap kepada Ardiaz dengan penuh terkejut.
“ Kedatanganku ke pulau ini untuk menyelidiki kelompok pembunuh Buronan polisi itu. Selain juga karena alasan lainnya, tapi inilah alasan utamaku berdiam di kepulauan ini.”
Menanyakan alasan dirinya saat ini, hanya akan memberikan kebingungan karena pada intinya aku benar benar tidak tahu siapa pria bernama Ardiaz. Sebatas kutahu dan kukenal, ia hanyalah sebagai Dosen pengganti dan Penyidik di kepolisian. Freya kembali bergumam dalam dirinya sendiri.
“ Apa yang akan terjadi? Apa yang harus kulakukan?.” Freya menatap Ardiaz dengan serius.
“ Freya, kartu memori rekaman yang ada di Cameramu masih ada padaku dan kusembunyikan. Karena itu, maaf membuatmu dalam kondisi seperti ini.” Ardiaz berbicara dengan hanya menatap Freya sesekali karena merasa begitu bersalah.
“ Baiklah.. Tapi bisa anda jelaskan padaku mengenai mereka?”. Balas Freya.
“ Buronan itu melakukan kejahatan Transnasional. Sejauh ini Brazil dan America sebagai pemasok utama. Mereka juga yang membunuh kedua orang tuaku. Ayahku bekerja sebagai kepala bagian di Rumah sakit, tiba tiba ia di anggap melakukan Praktek ilegal kedokteran karena ulah mereka yang menyelundupkan Narkoba ke dalam Rumah sakit mengatasnamakan ayahku.” Ungkap Ardiaz.
“ Agar dengan mudah mereka menjual narkoba itu. Tidak ada keraguan jika obat obat itu keluar dari sebuah Rumah sakit ternama. Aku mengerti..” Balas Freya dengan serius.
“ Jadi Freya, aku tidak tahu harus berkata apa padamu. Dan karenaku kau berada dalam posisi ini. Maafkan aku.” Ardiaz pun menundukkan kepalanya kepada Freya.
“ Jadi Pernikahan harus tetap terjadi?”. Tanya Freya kembali.
“ Sialnya, kita tiba tiba terjerumus masalah Hukum Adat di pulau ini. Kau tidak bisa meninggalkan pulau ini begitu saja, sampai menurut mereka kita tidak melakukan hal yang tidak pantas.” Balas Ardiaz kembali dengan menatap Freya.
(TOOKKK TOOKKK TOOKKK)
“ Nak, boleh bapak dan ibu masuk?” Ketukan pintu yang dilakukan oleh Pak Danu dan Bu Nisa yang langsung datang ketika mendapat panggilan dari Ardiaz.
“ Syukurlah.. Syukurlah.. Nak, kalian baik baik saja.. Bagaimana ini bisa terjadi?”. Bu Nisa langsung memeluk Freya dan melihat kondisi seisi rumah dengan menatap pada Ardiaz.
“ Sepertinya, ada pencuri masuk kemari bu.” Ucap Ardiaz.
“ TIDAK. SELAMA AKU YANG BERTANGGUNG JAWAB PADA PULAU INI, KEJADIAN SEPERTI INI TIDAK BOLEH SAMPAI TERJADI! TERLEBIH PADAMU NAK. TIDAK!.” Pak Danu yang sangat marah menghentakkan kakinya berkali kali ke lantai, menatap Ardiaz dengan tatapan penuh rasa bersalah.
“ Hentikan pak, kami baik baik saja. Tenanglah.” Ardiaz mencoba menenangkan Pak Danu dengan pelan duduk diatas sofa yang langsung mengeluarkan Handphone dari dalam sakunya untuk berbicara dengan seseorang.
“ Rumah kalian menjadi seperti ini, sedangkan lusa adalah hari pernikahan kalian...”
Terlihat Bu Nisa sangat sedih saat ini.. Mereka benar benar sangat tulus dalam hal ini. Sungguh benar yang dikatakan Ardiaz, ternyata Adat Kebiasan di pulau ini masih sangat kental dengan Tradisi yang melekat pada warga sekitar. Belum lama kami berbincang, di rumah ini berkumpul banyak Pria yang langsung berdiskusi bahkan Ardiaz pun masuk kedalam salah satunya. Apa yang akan terjadi?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments